Jakarta – Pemerintah dinilai melakukan politisasi mayat teroris yang tewas dalam penyergapan di Solo 17 September lalu. Pemerintah menghalangi dan mempersulit tiga jenazah teroris disalatkan dan dimakamkan oleh keluarga.
“Tindakan tersebut merupakan kezaliman dan melanggar HAM,” ujar Shabbirin Syakur, juru bicara Majelis Mujahidin (MM) dalam jumpa pers pengurus Majelis Mujahidin se-wilayah Surakarta di Masjid Baitussalam, Solo, Jawa Tengah, (Selasa 29/9/2009).
Jumpa pers tersebut dihadiri para pimpinan MM di Surakarta, termasuk Ketua LPD MM Kota Surakarta yang juga mantan direktur Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Farid Ma’ruf.
Menurut Shabbirin, identifikasi jenazah Bagus Budi Pranoto alias Urwah, Susilo alias Adib dan Ario Sudarso alias Aji, sudah final dan cocok. Jika penundaan penyerahan jenazah dilakukan dengan alasan pengembangan kasus maka hal itu dinilai tidak logis karena ketiganya sudah menjadi mayat.
Tentang polemik penolakan warga terhadap rencana pemakaman ketiga jenazah, MM menilai tindakan tersebut bisa memicu konflik horisontal.
Selain akan menimbulkan dampak dendam, tidak tertutup kemungkinan suatu saat akan terjadi penolakan serupa terhadap jenazah perampok, penjudi, pemabuk, koruptor, pelacur dan para pelaku kriminal lainnya.
“Umat beragama di Indonesia tidak selayaknya menolak jenazah siapa pun dikebumikan. Adanya oknum yang menolak pemakaman jenazah tertuduh teroris sama dengan perilaku komunis yang tidak beragama,” tegas Shabbirin.
Urwah, Adib dan Susilo tewas dalam penggerebekan Densus 88 di Solo 17 September lalu. Dalam penggerebekan itu tewas pula gembong teroris asal Malaysia, Noordin M Top. (detiknews, 29/9/2009)