Satu panel penyelidik tuduhan kecurangan dalam pemilihan presiden Afghanistan memutuskan Hamid Karzai tidak menang satu putaran. Panel mengatakan suara yang diperoleh Hamid Karzai tidak cukup untuk memenangkan satu putaran.
Sebelumnya hasil sementara putaran pertama pemilihan presiden bulan Agustus menunjukkan Karzai mendapat suara lebih batas ambang 50% plus satu untuk menghindari putaran kedua.
Namun BBC mendapat informasi bahwa jumlah suara yang diperoleh Karzai turun di bawah setengahnya setelah sejumlah kertas suara dinyatakan tidak sah.
Berdasarkan peraturan pemilu, Karzai kini harus melakukan pemilu putaran kedua melawan saingannya Abdullah Abdullah. Laporan Komisi Pengaduan Pemilu, ECC, yang didukung PBB, memerintahkan suara dari 210 TPS dinyatakan tidak sah.
Panel ini mengatakan pihaknya menemukan “bukti kuat dan meyakinkan kecurangan” di TPS yang tersebar di Afghanistan tersebut.
Belum jelas reaksi Karzai terhadap penemuan ECC ini dan muncul laporan kemungkinan langkah hukum atas penemuan tersebut.
Hasil awal yang dikeluarkan bulan lalu menunjukkan Karzai mendapat hampir %%5 suara, sementara mantan menteri luar negeri Abdullah Abdullah mendapat 28%.
Presiden Afghanistan menegaskan dia sudah memenangkan pemilu dalam satu putaran, namun para pengamat pemilu Uni Eropa mengatakan satu dari empat kertas suara patut dipertanyakan.
Sumber-sumber mengatakan kepada BBC bahwa Karzai marah besar karena harus melakukan pemilu putaran kedua.
Merasa Dirampok
Wartawan BBC di Kabul mengatakan pemimpin Afghanistan ini yakin kemenangannya di pemilu telah dirampok dan mengancam akan menghalangi upaya melaksanakan putaran kedua.
Namun Washington memperingatkan tidak akan mengirim tentara tambahan ke Afghanistan sampai tercapai penyelesaian politik.
Dalam beberapa hari terakhir para pemimpin negara Barat dan diplomat terlibat dalam kegiatan diplomasi agar Karzai menerima hasil pemilihan terakhir ini.
Namun wartawan kami mengatakan untuk saat ini tekanan itu tidak berhasil dan pemilihan presiden yang pada awalnya bertujuan menstabilkan Afghanistan malah membawa negara itu ke situasi yang tidak menentu.
ECC melakukan penyelidikan setelah tuduhan kecurangan dalam skala besar mulai muncul. Panel melaporkan hasil penyelidikan ini ke Komisi Pemilu Independen, IEC, yang akan mengumumkan hasil akhir pemilu.
IEC dianggap sebagai badan yang pro Karzai, namun terikat secara hukum untuk menerima hasil penyelidikan ECC.
Sebelum laporan ini diumumkan, penasehat senior Karzai, Mohammad Moin Marastyal, dikutip oleh kantor berita Reuters mengkritik metodologi penyelidikan ECC dan mengatakan “sekarang kita berada di jalan buntu”.
Akan tetapi ketua ECC, Grant Kippen, mengatakan kepada BBC bahwa penyeledikan panel itu “sudah memenuhi standar internasional dan terbuka, menyeluruh serta transparan”.
Para diplomat menuduh IEC menunda-nunda agar presiden bisa memiliki waktu lebih untuk mencapai kesepakatan dengan Abdullah, kemungkinan berupa pembagian kekuasaan untuk menghindari pemilu putaran kedua.
Bahkan jika putaran kedua harus dilaksanakan, para pengamat mengatakan Karzai yang berasal dari kelompok etnis terbesar Afghanistan, Pashtun, kemungkinan akan tetap menang.
Disaat kekerasan di Afghanistan berada di tingkat terburuk sejak Taliban disingkirkan tahun 2001, banyak pihak memperingatkan bahwa masalah politik ini akan memperkuat kaum militan. (Republika online, 20/10/2009)