LONDON–Penerapan kebijakan antiteror yang dilakukan Pemerintah Inggris, untuk memata-matai Muslim yang tak melakukan kegiatan terorisme, memicu kemarahan. Bahkan, mendorong sejumlah anggota parlemen melakukan investigasi, apakah pelaksanaan kebijakan itu telah melanggar kebebasan sipil atau tidak. Demikian seperti dilansir Islamonline, Senin (19/10).
Pada Jumat lalu, harian Guardian mengungkapkan, pemerintah menggunakan kebijakan antiteror yang disebut Prevent untuk memata-matai Muslim yang tak berdosa. Sejumlah sumber mengatakan, kebijakan itu digunakan untuk mengumpulkan informasi sensitif tentang Muslim, yang tak terlibat dalam aktivitas kriminal.
Termasuk, dalam pandangan politik dan religius, kesehatan mental, dan aktivitas seksual. Informasi yang terkumpul itu bisa disimpan hingga orang yang terkait dengan informasi tersebut berusia 100 tahun. Prevent diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri pada 2003, merupakan revisi strategi antiterorisme, Contest .
Pemerintah Inggris menyatakan, pemberlakukan kebijakan tersebut bertujuan mencegah Muslim bersentuhan dengan ideologi ekstremis. ”Memerangi Islam radikal adalah satu hal. Mengumpulkan dan menyimpan informasi intelijen mereka yang tak berdosa, adalah hal lainnya,” kata seorang pejabat pemerintah, Chris Huhne. Huhne menambahkan, Prevent tak harus menjadi sebuah program mata-mata yang menghancurkan hubungan dengan komunitas Islam. (Republika online, 21/10/2009)