Dipilihnya Endang Rahayu Sedyaningsih menjadi Menteri Kesehatan pada detik pengumuman Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II terus menuai kontroversi. Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto pun angkat bicara terkait kejanggalan pengangkatan dan alasan pemilihan Endang Rahayu sebagai menkes.
“Kalau disebut bahwa Endang sebagai agen bolehlah debatable tetapi setidaknya ini ada tekanan. Kalau tidak ada sesuatu mengapa prosesnya berlangsung tidak normal. Apalagi dia hanya seorang eselon dua!” ujar Ismail kepada mediaumat.com Sabtu (24/10) di Jakarta.
Terkait tes kesehatan misalnya, yang lainnya dites kesehatan memakan waktu 5-6 jam. Namun Endang Rahayu tidak menempuh proses itu. Namun belakangan Endang mengaku dites kesehatan juga ketika wawancara di Cikeas. Sedangkan pengumuman hasilnya beberapa hari kemudian.
Prestasinya juga tidak ada yang menonjol. Bahkan terkategori gagal karena Siti Fadilah Supari, Menkes yang lalu, telah memutasinya lantaran Endang telah terlibat kasus Namru dan melarikan virus H1N1 ke luar negeri tanpa seijin menkes.
Jadi dari segi prosesnya itu sudahlah tampak keganjilan dan dia pun terkategori orang yang gagal. “Maka kalau kita bicara tentang dokter yang ahli di Indonesia ini tidak kurang banyaknya. Jadi mengapa mesti Bu Endang?” tanya Ismail.
“Ia tersangkut kasus NAMRU, dia juga lulusan Harvard. Jadi sangat sulit dielakkan bahwa ini tidak ada campur tangan asingnya.” simpul Ismail. Sehingga dapat dipastikan dipilihnya Endang ini karena adanya kesamaan ideologinya, yakni sama-sama kapitalis yang taat dalam mengamalkan mazhab neoliberalnya.
Penganut ideologi tersebut selalu saja berupaya menghapuskan public service obligation, kewajiban negara dalam sektor layanan masyarakat (PSO). Termasuk PSO dibidang kesehatan atau farmasi.
Nah, ujar Ismail, bagi kaum neoliberal farmasi ini adalah bisnis yang sangat menggiurkan. Ia mencontohkan salah satu produk farmasi, vaksin misalnya. “Apalagi vaksin yang diwajibkan oleh negara maka jumlahnya itu bukan alang kepalang!” paparnya.
Vaksin menginitis diwajibkan bagi jamaah haji. Setiap tahunnya ada 4 juta orang. Apalagi vaksin H1N1 penggunanya bisa sampai satu milyar. Ini bisa menjadi bisnis yang sangat luar biasa. Kalau satu vaksin untung Rp 1000 maka bila 1 milyar keuntungannya 1 trilyun.
Karena itu upaya menciptakan vaksin baru seiring dengan pertumbuhan kebutuhan kekebalan terhadap berbagai penyakit baru, terus dilakukan.
Dalam pidatonya Endang menghentikan kerjasama dengan NAMRU tapi akan tetap membuka kerjasama penelitian di bidang kesehatan dengan Amerika, yakni Indonesia-United States of Medical Research, IUC.
Memang bukan militer. Melainkan sipil Amerika dan sipil Indonesia. Tetapi ingat esensinya bukan di militer atau sipil tetapi dibentuk kerjasamanya itu. “Nah, kerjasamanya itulah dapat mengulangi kembali kasus NAMRU!” tuding Ismail.
Kewajiban Negara
Nabi Muhammad SAW itu mengingatkan, ujar Ismail, supaya manusia tidak kencing di air yang menggenang. Karena itu dapat mengancam kesehatan lingkungan dan manusia. Kemudian mencegah penyakit yang menular.
Masyarakat itu harus dijaga kesehatannya baik individu, keluarga, masyarakat maupun negara. Negara itu berkewajiban terus berupaya menjaga kesehatan masyarakatnya. Mencegah adanya penyakit, apalagi penyakit buatan.
Di samping itu, negara juga harus bisa menghindarkan masyarakat menjadi objek dalam bisnis kesehatan. “Nah, dengan mengangkat Bu Endang ini peran negara dalam hal PSO terancam hilang. Karena masuknya bisnis farmasi asing itu sangat terbuka!” tuding Ismail.
Misalnya, ada suatu penyakit baru di suatu negara. Siapa yang cepat mendapatkan sample virus dari penyakit baru itu maka dia segera bisa membuat vaksinnya. Nah, di situ lah bisnis dimainkan.
Kemudian dia menjual vaksin tersebut dengan harga yang tinggi terhadap negara yang terjangkiti virus tersebut. Mau tidak mau negara itu akan membelinya untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit itu.
Pertanyaannya siapa yang membawa virus tersebut sehingga asing bisa mendapatkan sample kemudian membuat vaksinnya? Tentu saja melalui perantaraan orang. Kalau membawanya tidak melalui jalur resmi kan dibilang tindak kejahatan. Maka dibuatlah formalitasnya dengan nama format kerja sama dengan asing. Dari situlah virus bisa sampai ke tangan asing.
.
Sebenarnya adalah kewajiban pemerintah membuat vaksin sendiri tanpa kerja sama dengan asing. Karena Bio Farma mampu membuat vaksin sendiri. Tapi mengapa tidak Bio Farma yang membuat?
Karena Bio Farma adalah perusahaan farmasi BUMN. Jadi harus terikat PSO. Artinya, penjualan vaksin bukan dalam rangka bisnis tetapi semata-mata untuk menjaga kesehatan masyarakat sehingga vaksin tersebut dijual murah bahkan gratis. Itu namanya tidak pro pasar.
Sedangkan asing kepentingannya kan cuma satu yakni bisnis. Jadi bagaimana agar setiap orang yang dipilih menjadi menteri itu sesuai dengan kepentingan bisnis mereka, alias pro pasar. “Ingat farmasi itu adalah bisnus yang sangat menggiurkan asing, setelah bisnis sumber daya alam dan senjata” pungkas Ismail. (mediaumat.com, 25/10/2009)