[Edisi 412]. Dalam pekan-pekan terakhir ini status unit penelitian medis Angkatan Laut AS (Naval Medical Research Unit 2-Namru-2) akan diputuskan. Namru-2 dibuka pada 16 Januari 1970 berdasarkan MoU/kontrak kerjasama yang ditandatangani oleh Menkes RI saat itu, GA Siwabessy dengan Dubes AS saat itu, Francis Galbraith. MoU itulah yang dijadikan landasan hukum bagi Namru-2 tetap berada di Indonesia sekalipun tidak ada lagi wabah penyakit menular dan Indonesia tidak lagi membutuhkan bantuannya. MoU menyatakan bisa diperbaharui setiap 10 tahun. Setelah diperbaharui selama tiga periode, pada tahun 2000 MoU itu tidak diperbaharui.
Hanya saja, kerjasama itu diperpanjang bukan dengan memperbaharui MoU, tetapi menggunakan nota diplomatik. Yusron Ihza Mahendra menilai hal ini tidak layak. “Saya tidak tahu kenapa perpanjangannya dengan nota diplomatik. Apakah ada tekanan dari mereka (Amerika Serikat),” katanya.
Salah satu klausul MoU menjelaskan, kerjasama tersebut bertujuan untuk mencegah, mengawasi dan diagnosis berbagai penyakit menular di Indonesia (Okezone.com). Namun, Metrotvnews.com menulis bahwa Namru-2 didirikan untuk mengantisipasi infeksi penyakit tropis, seperti malaria saat Perang Vietnam tahun 70-an.
Untuk perannya itu, Namru-2 diberi banyak kelonggaran, termasuk kekebalan diplomatik untuk stafnya guna memasuki seluruh wilayah Indonesia. Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Deplu Edi Pratomo saat rapat kerja dengan Komisi I DPR menjelaskan, bahwa Namru-2 berada di bawah Kedubes AS dan stafnya mendapatkan kekebalan diplomatik. Padahal Namru-2 bukan bagian dari kegiatan diplomasi dan tidak melakukan aktivitas yang berhubungan dengan diplomasi. “Ini membuat aktivitas dan pergerakan personel Namru-2 menjadi sangat sulit diawasi. Orang dan barang bisa keluar masuk tanpa pengawasan,” (Antara News).
Mengapa AS begitu ngotot meminta agar ke-20 staf Namru-2 asal Amerika mendapatkan kekebalan diplomatik? Dari fakta itu, sangat mudah dipahami bahwa ada kepentingan strategis bagi AS atas keberadaan dan aktivitas Namru-2 di Indonesia.
Karena itu, sangat beralasan jika banyak pihak menilai Namru-2 juga melakukan kegiatan intelijen. Tentu saja bentuknya bukan nginteli orang, melainkan mengumpulkan data dan informasi tentang penyakit, terutama penyakit menular dan berbahaya, yang sangat penting bagi AS, khususnya militernya. Selama ini, Namru-2 dengan leluasa mendapatkan sampel virus dan penyakit menular karena rumah sakit-rumah sakit yang ada diinstruksikan untuk mengirimkannya ke Namru-2. Dengan itu tentu mudah bagi Namru-2 untuk mendapatkan peta penyakit di Indonesia dan informasi terkait. Dengan itu pula, spesimen virus dan penyakit menular berbahaya yang ada di Indonesia sudah mereka dapatkan. Selanjutnya spesimen itu diapakan, merekalah yang tahu. Kemungkinan dimanfaatkan untuk kepentingan senjata biologis tentu ada dan tidak bisa dikesampingkan.
Namru-2 Demi Kepentingan AS
Keberadaan Namru-2 di negeri ini selama 30 tahun lebih dirasa tidak memberikan manfaat bagi Indonesia. Bahkan Menkes Siti Fadilah Supari saat rapat kerja dengan Komisi I DPR 25/6, mengatakan, “Selama 30 tahun Namru berada di sini, kita tidak mendapatkan manfaat apa-apa.” Ia menambahkan, “Dipandang dari sisi manapun (kerjasama, red.) ini tidak berguna.” (Antara News, 26/6).
Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, laboratoriun Namru-2 berada di bawah koordinasi militer AS sehingga tentu saja operasinya ditujukan untuk kepentingan militer AS (Antara News, 26/6).
Kepala Litbang Depkes Triono Soendoro saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR (2/6/2008) juga mengatakan, “Mereka (Namru-2) enggan untuk mencari tahu prioritas permasalahan kesehatan di Indonesia sehingga topik penelitian lebih ke arah minat dan keperluan mereka sendiri.”
Menlu Hassan Wirajuda tahun 2004 juga menilai timpangnya manfaat Namru-2 yang lebih demi kepentingan AS. Hal itu ia sampaikan saat menggambarkan kasus wabah demam berdarah yang melanda Indonesia saat itu, dengan korban mencapai 29.643 orang, 408 orang di antaranya meninggal. Wabah ini menjadi bencana nasional dan dikategorikan sebagai kejadian luar biasa. Ketika berkorespondensi dengan Menko Polkam saat itu, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Menhan (alm.) Matori Abdul Djalil, dan Menkes Achmad Sujudi, dalam suratnya tanggal 25 Agustus 2004 bernomor 231/PO/VIII/2004/61/01, Hassan menulis “Sebagai infectious disease research and laboratory yang mempunyai misi prevention and control of infectious disease in Southeast Asia, kami tidak memperoleh informasi apapun tentang adanya hasil penelitian Namru-2 terhadap bencana nasional tersebut,” (Media Indonesia Online, 26/6).
Menkes kembali menegaskan hal itu saat rapat kerja dengan Komisi I DPR (25/06), “Kita hanya mendapatkan penelitian-penelitian kecil, sedangkan ketika kami meminta kerjasama dalam penelitian “tuberculosis” (TBC), mereka tidak mau karena tidak ada kepentingan untuk mereka,” ungkapnya.
Jadi, katanya, Namru-2 hanya melakukan penelitian untuk kepentingan militer AS, dan tidak untuk kepentingan Indonesia sebagai mitra yang sejajar dalam kerangka kerjasama yang telah disepakati sejak 1970 itu (Antara News, 25/6).
Kepentingan AS atas keberadaan Namru-2 di Indonesia bisa dikategorikan strategis atau bahkan berkaitan dengan kepentingan nasionalnya. Karenanya, kelanjutan Namru-2 menjadi salah satu agenda pembicaraan Presiden Bush saat bertemu Presiden SBY, November 2006 lalu. Kedatangan Menkes AS dan Panglima Armada Pasifik AL AS beberapa waktu lalu dalam waktu yang berdekatan diduga juga berkaitan dengan Namru-2. Kalau bukan kepentingan strategis, AS tentu tidak akan ngotot soal itu.
Karena itu, sangat masuk akal jika Namru-2 harus dihentikan. Menurut pandangan Deplu, yang disampaikan Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Deplu Edi Pratomo saat rapat kerja dengan Komisi I DPR 25/6, keberadaan Namru-2 di Indonesia berdasarkan perjanjian kerjasama tahun 1970 tidak sesuai dengan konvensi Wina Tahun 1961 yang diratifikasi Pemerintah dengan menerbitkan UU Nomor 1 Tahun 1982.
Sangat tepat jika Menkes tegas menolak keberadaan Namru-2. Hal yang sama juga disampaikan Dephan dan Panglima TNI. Bahkan sebenarnya penolakan terhadap Namru sudah muncul sejak 1998. Menhan/Pangab saat itu, Jenderal Wiranto, merekomendasikan agar kerjasama dengan Namru diakhiri (Antara News, 26/6).
Menlu Indonesia tahun 2000 Alwi Shihab bahkan sudah berkirim surat kepada Dubes AS untuk Indonesia saat itu, Mr, Robert S Gelbard. Dalam surat bertanggal 28 Januari 2000 itu, Alwi menegaskan Indonesia memutuskan untuk menghentikan Namru-2. Keberatan juga disampaikan oleh mantan Menlu Ali Alatas dalam surat bernomor 1241/PO/X/99/28/01 yang dikirimkan Ali Alatas kepada Presiden saat itu, BJ Habibie. Hal yang sama juga disampaikan Menlu Hassan Wirajuda dalam surat korespondensi dengan Menko Polkam saat itu, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Menhan (alm) Matori Abdul Djalil, dan Menkes Achmad Sujudi, dalam suratnya tanggal 25 Agustus 2004 bernomor 231/PO/VIII/2004/61/01.
Anehnya, justru pada pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden AS George W Bush di Bogor, 20 November 2006, telah ditandatangani pernyataan bersama (joint statement) yang intinya melanjutkan kerjasama itu (Kompas.com, 26/06). Padahal Presiden kala itu jelas telah mengetahui berbagai keberatan terhadap Namru-2, setidaknya dari surat Menlu Hassan tahun 2004 itu.
DPR pun, meski sudah mendengar penjelasan Menkes, Menhan, Panglima TNI, Deplu dan Menristek–tidak memberikan sikap yang diharapkan. Komisi I DPR justru mengambangkan keputusan dengan mengeluarkan tiga opsi. Pertama: Namru-2 dihentikan (Diusung F-BPD, F-PKB, F-PKS, F-PAN). Kedua: operasional Namru-2 dihentikan, dilanjutkan dengan evaluasi bagi kepentingan nasional (Diusung F-PDIP, F-PDS dan Yusron Ihza Mahendra F-BPD). Ketiga: Namru-2 dievaluasi dan dilanjutkan dengan memasukkan syarat-syarat yang memenuhi aspek kepentingan nasional (Diusung F-PG, F-PD, dan Bagus Suryama F-PKS) (Kompas, 26/6). Andai Komisi I DPR bersuara bulat, Namru-2 harus dihentikan, sangat mungkin masalahnya menjadi lebih mudah.
Berlarut-larut dan terkesan begitu sulitnya memutuskan penghentian Namru-2, seolah semakin menguatkan dugaan bahwa Pemerintah, termasuk kalangan di DPR, tunduk pada tekanan asing (AS).
Sekarang masalahnya ada di tangan Presiden. Tentu dengan segenap alasan dan fakta yang ada, seharusnya Pemerintah (Presiden) tidak perlu ragu untuk segera menghentikan keberadaan Namru-2. Tinggal kita lihat saja buktinya.
Meneguhkan Sikap
Berbagai alasan yang masuk akal dan fakta yang ada seharusnya menguatkan sikap penolakan terhadap keberadaan Namru-2. Lebih dari itu, penghentian Namru itu juga sesuai dengan amanat Allah SWT:
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لاَ يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُوْرُهُمْ أَكْبَرُ[
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemadaratan terhadap kalian. Mereka menyukai apa saja yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. (QS Ali Imran [3]: 118).
Ibn Katsir menjelaskan bahwa bithânah adalah orang-orang dekat yang mengetahui masalah dalam (lihat Tafsîr Ibn Katsîr). Ibn al-Jauzi menyatakan, yang dimaksud bithânah adalah ad-dukhalâ’ (orang-orang dalam) yang meneliti/menyelidiki urusannya dan memaparkannya (lihat Zâd al-Masîr). Penjelasan ini sangat sesuai dengan fakta Namru-2. Karenanya, sesuai dengan amanat Allah SWT, Namru-2 harus dihentikan.
Keberadaan Namru-2 juga berpotensi mendatangkan dharar (kemadaratan) bagi masyarakat dan negeri ini. Rasul saw. bersabda:
«لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ»
Tidak boleh mencelakakan diri sendiri dan orang lain (HR Malik, Ibn Majah, Ahmad, al-Baihaqi, al-Hakim).
Karena itu, wahai kaum Muslim, tidak sepantasnya ada di antara kita seorang penguasa atau pemerintah yang justru menjadikan orang kafir sebagai bithânah atau wali. Jika ada maka hendaklah kita mengingat firman Allah SWT:
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوْا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ[
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi para pemimpin; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Siapa saja di antara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim. (QS al-Maidah [5]: 51).
Wallâh a’lam bi ash-shawâb.
[Al Islam Edisi 412]
KOMENTAR:
KPK Tangkap Lagi Anggota DPR (Republika, 1/7/2008).
Wajar karena DPR adalah lembaga terkorup (berdasarkan survei ICW tahun 2005).
Semoga Ibu Menkes, terus berani berjuang dan membuka kedok kepentingan dibelakang NAMRU-2.
SBY,mengapa masih takut terhadap Amrik? jika ummat Islam akan mendukungmu asalkan berani memperjuangkan Islam.
…kalo perlu didemo, saya ikut….
Semua komprador asing yang masih bercokol di Indonesia harus segera hengkang… kalo tidak kita tendang saja rame-rame..
Bikin gerah saja…
Umat islam kagak boleh takut…
walaupun mereka punya senjata mutakhir, kita tidak boleh mengkeret sama gertakan semu mereka karena kita punya Allah SWT … yang akan membantu kita..
Allahuakbar 3x…!!!
tentu saja AS dan konco2nya udah punya strategi untuk menguasai Indonesia. tapi sayang sekali kita punya pemimpin yang menganggap AS negara kEDuanya…naudzubillahimindzalik
nobe: buat bu menkes, terslah berjuang bu!!!ayo kita bongkar konspirasi asing di balik itu
Walaupun orang-orang kafir membuat makar bagi umat Islam sesungguhnya Allah SWT akan membalas makar mereka dan Allah SWT adalah sebaik- baik pembuat makar. Allah SWT akan memberikan pertolongan dan keberanian kapada umat Islam selama mereka tetap konsisten memperjuangkan idiologi Islam.Ayo Indonesia bangkitlah dengan menerapkankan syariah dan menegakkan khilafah.Sudah saatnya kita hentikan penjajahan asing di negeri kita.NAMRU-2 adalah adalah penjajahan asing (AS)yang selalu memperbudak negeri kita.NAMRU-2 adalah BOM WAKTU yang tidak membutuhkan mesiu berupa senjata biologis yang setiap saat akan siap membinasakan Indonesia.
Bila memang benar mereka membuat senjata biologi…
Berarti mudah saja bagi mereka untuk mengendalikan perekonomian Indonesia dengan menghancurkan kesehatan masyarakatnya.
Untuk saat ini mungkin masyarakat Indonesia sebagai kelinci percobaan dan pemerintah Indonesia didanai oleh mereka untuk biaya kesehatan bagi masyarakat miskin secara gratis.
Namun sayang penguasa dan mantan penguasa yang telah mengetahui rahasia kebusukan mereka tidak membeberkan secara terbuka di hadapan dunia.