Pengamat kebijakan publik, Ichsanudin Noorsy menyatakan bahwa skandal bank century yang mencaplok uang negara sebesar 6,7 trilyun jauh lebih besar kejahatannya dibanding teror bom.
“Skandal century merupakan teror kebijakan yang berdampak luas dan merugikan seluruh rakyat Indonesia. Dan ini jauh lebih jahat dari teror bom,” ucap Noorsy di sebuah acara diskusi di Jakarta siang tadi.
Sayangnya, masih menurut pengamat yang tetap antusias mengkritisi kebijakan pemerintah yang dirasa tidak pro rakyat ini, banyak pihak yang secara sistematis berusaha untuk menutup skandal besar di era reformasi ini. Mulai dari kejaksaan, kepolisian, juga fraksi-fraksi yang masuk dalam partai koalisi SBY. ”Saya dapat kabar bahwa fraksi-fraksi dari partai koalisi diminta untuk menutup munculnya hak angket soal century,” ucap Noorsy.
Khusus untuk kerja Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, Noorsy memberikan catatan tersendiri ketika menyangkut kasus ini. “Awalnya, laporan BPK diresisten oleh Bank Indonesia. Kemudian baru bisa jalan ketika KPK (pengurus lama, red) meminta BPK mengaudit aliran dana dalam kasus Century. Tapi pun akhirnya KPK digoyang masalah. Baru setelah DPR (anggota lama, red) minta BPK membuka hasil audit aliran dana ini, kasusnya mulai terlihat. Sayangnya, PPATK menolak membuka aliran transaksi keuangan Century ini,” jelas Noorsy bersemangat.
Hal ini karena, menurut Ichsanuddin Noorsy, menyangkut pejabat tinggi yang saat ini memegang posisi penting di pemerintahan SBY. “Terus terang saya katakan bahwa dua pejabat tinggi saat ini, yaitu Boediono yang waktu itu sebagai gubernur BI dan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan. Dua orang inilah yang bertanggung jawab keluarnya kebijakan dana talangan 6,7 trilyun itu,” ungkap Noorsy.
Hendri Saparini, pengamat ekonomi yang juga sebagai pembicara menjelaskan bahwa kebohongan tentang Bank Century ini akan diikuti dengan kebohongan-kebohongan lain. “Supaya skandal ini tidak terungkap, pemerintah akan menutup kebohongan ini dengan kebohongan-kebohongan yang lain,” ucap Hendri antusias.
Ia mencontohkan tentang ucapan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa keluarnya dana talangan Bank Century adalah untuk mengantisipasi dampak yang sistemik atau punya dampak luas. Padahal, menurut Hendri, kasus ini murni karena salah urus, dan itu harus diamputasi, bukan malah diberikan talangan pendanaan.
Hendri pun prihatin dengan penggantian di Badan Pemeriksa Keuangan yang tidak lagi dipimpin oleh Anwar Nasution. “Walaupun auditor di BPK cukup kredibel dan teliti, tapi semua bergantung pada dewan pimpinan di BPK,” jelas Hendri.
Hendri berharap, ada pihak-pihak di DPR dan luar DPR yang terus menyuarakan skandal ini. “Saya berharap, masih ada orang-orang di DPR yang konsisten bersikap oposisi terhadap ini,” ucap ibu yang kerap berbusana muslimah ini. (eramuslim.com, 28/10/2009)
pemerintah telah nyata-nyata menjadikan masyarakat sebagai lawan politiknya (oposisi………..
maka apalagi yang engaku harapkan dari pemerintah wahai umat…..tidakkah engkau melihat dan mencermati perhelatan mereka saat ini……yang dengan mudahnya menjual hak-hak anda…….tidakkah engkau menyaksiakan sudah berapa banyak kekayan Indonesia ini yang mereka jual……..tidakkah engkau mencermati dan merasakan berapa juta masyarakat Indonesia yang selalu merintih dan tertatih-tatih demi sesuap nasi setiap harinya……
Masihkah kita berharap pd mereka, masihkah kita berharap pada neoliberalisme…….mashakah kita berharap pada demokrasi……masihkah kita berharap pada kapitalisme…….wahai umat muslim di Indonesia dan negeri-negri muslim lainnya……..sadar dan bangkitlah….bangkitlah…..bangkitlah untuk bersatu menghancurkan kapitalisme yang telah nyata menimbulkan ketidak adilan ini……………dan bergerak….. bersatulah dalam barisan perjuagan Penegakan Syariah & Khilafah sebagai solusi tuntas atas seluruh permasalahan umat dunia hari ini……..
Kalau kita menganalisa sedikit sebagai orang awam bahwasanya Kasus Bank Century ada benang merah dengan kasus cicak vs buaya yang nota bene akan berujung pada keterlibatan orang-orang yang duduk dipemerintahan sekarang….
Aneh bila Sri Mulyani dan Boediono masih berani duduk di KIB jilid II pada saat pemerintahan sangat ingin memperjuangkan Korupsi…Tetapi pada dasarnya kita harus kembalikan bahwasanya untuk menyelesaikan suatu persoalan standart hukum-sistem yang dipakai masih sekuler-kapitalisme…persoalan yang ada di Indonesia tidak akan bisa terselesaikan..
Maka kembalilah lagi wahai rakyat Indonesia ke sistem Allah