JAKARTA – Serbuan dana asing (hot money) ke dalam sistem keuangan Indonesia mulai memicu kekhawatiran. Otoritas pasar modal pun kini mencermati potensi bubble (gelembung/pertumbuhan semu) pasar modal.
Kepala Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rahmany mengatakan, saat ini pasar modal memang belum bisa dikategorikan dalam kondisi bubble. ”Tapi, kita memang khawatir terjadi bubble,” ujarnya saat ditemui di Gedung Departemen Keuangan kemarin (23/11).
Menurut Fuad, saat ini porsi masuknya dana asing yang bersifat jangka pendek atau hot money memang masih dalam taraf normal, jika dibandingkan dengan pasar modal di negara-negara lain. ”Saya tidak hafal angka persisnya (dana asing yang masuk). Tapi dalam beberapa bulan terakhir memang positif (terjadi kenaikan),” katanya.
Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, kepemilikan saham oleh pemodal asing pada September lalu naik menjadi 67,21 persen dibandingkan dengan porsi kepemilikan bulan sebelumnya yang masih sebesar 65,64 persen.
Berdasarkan data hingga 25 September 2009, pemodal asing memiliki 765,56 triliun saham atau 67,21 persen, sedangkan pemodal domestik memegang 373,48 triliun saham atau 32,79 persen. Sebagai perbandingan, pada 31 Agustus 2009, kepemilikan pemodal asing tercatat sebesar 65,64 persen atau 715,12 triliun saham dan pemodal domestik sebanyak 374,30 triliun saham atau 34,36 persen.
Meski porsi kepemilikan saham oleh pemodal asing menunjukkan grafik peningkatan, Direktur Utama PT KSEI Ananta Wiyogo menyebut, peningkatan kepemilikan tersebut masih dalam taraf wajar. ”Menurut saya, masih relatif stabil dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan pembatasan atas kepemilikan asing di instrumen saham maupun SUN. Artinya, belum ada kebijakan fiskal apapun untuk mengurangi masuknya hot money. ”Kita tidak ada pembatasan kpemilikan di pasar saham maupun pasar obligasi,” katanya.
Sementara itu, Ekonom Suistainable Development Indonesia (SDI) Dradjad H. Wibowo menilai, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu memperketat regulasi di pasar modal dan pasar keuangan untuk mengendalikan aliran hot money. ” Semua langkah untuk mengendalikan hot money layak untuk dijajaki dan diterapkan (oleh pemerintah dan Bank Indonesia),” tegasnya.
Pengendalian hot money, lanjut dia, penting untuk dilakukan guna menghindari aksi spekulasi yang mengancam stabilitas makro ekonomi nasional. Untuk itu, mulai dari pengaturan perusahaan jasa pengelola pembiayaan (fund managers) sampai perpajakan perlu ditertibkan. ”Tapi, saya belum melihat ada niat dari pemerintah untuk melakukan pengendalian tersebut,” ujarnya. (jawapos.com, 24/11/2009)