Budaya Korupsi Sudah Sistemik, Tidak Hanya Personal!

HTI Press. Prestasi Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terkorup di Asia cukup memprihatinkan. Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia ini juga dikenal dengan julukan ‘the envelop country’ atau negara amplop yang kental dengan aksi suap-menyuap dalam banyak hal. Separah itukah kondisi negeri dengan kekayaan alam berlimpah ini? Jawaban pertanyaan itulah yang coba dikupas dalam Dialog Interaktif Halqah Islam Peradaban (HIP) di Kota Bogor yang mengangkat tema ‘Saatnya Syariat Islam Memberantas Korupsi”.

Hadir sebagai pembicara Kapolresta Bogor AKBP. Nugroho Slamet Wibowo, S.Ik, M.Si; Pakar ekonomi syariah yang diwakili oleh M. Arif Yunus dari SEM Institute; dan Ust. Abdul Qadir dari HTI. Acara yang dipandu oleh Iwan Januar ini digelar pada hari Ahad, 29 Nopember 2009 di Hotel Pangrango 2. Lebih  dari 150 peserta yang hadir menempati tempat duduk yang disediakan.

Pak Nugroho mengutarakan bahwa kasus korupsi yang marak terjadi di Indonesia lebih karena faktor human error. Lantaran sehebat apapun peraturan perundangan, kalo tidak ada komitmen bersama dari individu maupun aparat penegak hukum untuk mentaati peraturan, sistem akan kalah juga. Tapi kalo sistem udah dibuat, dipatuhi dan terus diperbaiki jika ada cacat maka akan ada progress menuju kondisi yang lebih baik. Sementara Arif Yunus berpendapat kalo budaya korupsi yang terjadi di negeri kita tidak  semata-mata dilakukan oleh oknum. Tapi sudah menjadi sebuah kebiasaan yang berjama’ah. Dengan kata lain, sistem yang menciptakan peluang dan mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Hal ini dikuatkan dengan data survei lembaga terkorup yang disodorkan oleh Ust. Abdul Qadir. Bisa dibilang, kasus korupsi yang muncul di permukaan seperti fenomena puncak gunung es. Banyak tindakan korupsi dari gedung senayan hingga kantor kelurahan yang tidak terungkap oleh media.

Upaya untuk menghentikan budaya korupsi sudah banyak dilakukan oleh pemerintah dengan membangun kerjasama yang solid antara lembaga kepolisian, pengadilan dan kejaksaan. Namun hasilnya belum memuaskan. Kaderisasi koruptor terus terjadi. Menurut Arif Yunus, terapi yang efektif di bidang ekonomi untuk mencegah korupsi adalah 1) pelaku bisnis mesti dibekali dengan akhlak, moralitas, dan iman yang kuat. Sehingga tidak mudah tergoda oleh kesempatan untuk korupsi yang terbuka luas. 2) transparasi  pelaporan bisnis dari pelaku usaha untuk menghindari adanya manipulasi data. 3) negara memberikan kemudahan akses informasi dan pelayanan untuk kepentingan bisnis sebagai upaya menghindari tindakan penyuapan.

Ust. Abdul Qadir menambahkan, saatnya negara menerapkan syariah Islam yang terbukti mampu mencegah dan mengatasi segala bentuk kriminal, termasuk tindak pidana korupsi. Syariah Islam mencegah korupsi diantaranya dengan sistem penggajian yang layak bagi semua pegawai negara, jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, hingga larangan pemberian hadiah kepada pegawai negara. Dan untuk mengatasi koruptor, syariah Islam memberlakukan sanksi penjara hingga hukuman mati.

Dalam sesi tanya jawab, antusias peserta ditunjukkan dengan beragam pertanyaan terkait seluk-beluk budaya korupsi. Bahkan tak sedikit peserta yang curhat saat mengalami kesulitan mengurus kepentingan bisnis di lembaga pelayanan publik. Dialog interaktif ditutup dengan resume yang disampaikan oleh moderator. Ust. Iwan Januar. Budaya korupsi sudah terjadi secara sistemik. Sehingga langkah pemecahannya pun harus sistemik. Pergantian personal maupun rezim pemerintah tak berarti banyak dalam pemberantasan korupsi. Saatnya pergantian sistem. Dari sistem kapitalis sekular pada sistem Islam. Dari negara sekular menjadi negara Islam. Bersihkan Indonesia dari sistem dan rezim korup!.[341]

One comment

  1. aku sangat malu sekali menjadi warga negara indonesia yang setiap harinya terkabarkan adanya korupsi.Apa ada jalan keluarnya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*