Pangkalpinang-Program penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan selama ini tidak menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya. Akibatnya, penanggulangan penyakit mematikan itu tidak kunjung tuntas. Malah setiap hari penderita terus bertambah. Lost generation menghadang masa depan Indonesia.
Hal inilah yang menjadi keprihatinan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Bangka Belitung yang menggelar aksi simpatik diperempatan DKT Kota Pangkalpinang, Senin 30 November 2009, sekitar pukul 14.30.
Aksi yang diikuti sekitar 20 orang aktivis MHTI itu diisi dengan orasi sejumlah aktivis dan pembagian pres rilis dari juru bicara MHTI Pusat. Soraya, salah satu orator mengatakan, penulaan HIV/AIDS kebanyakan kasus terjadi melalui seks bebas diluar nikah dan jarum suntik pengguna narkoba.
Biang penularan HIV/AIDS adalah pola hidup kapitalisme sekuler sehingga melahirkan sikap hidup liberal seperti saat ini. Selama ideologi ini tidak disingkirkan maka, jangan harap persoalan ini bisa dituntaskan dengan baik.
“Hanya dengan Syariat Islam kehidupan ini akan menjadi lebih baik. Tidak diterapkannya Syariat Islam secara kaffah menjadikan kehidupan semakin rusak,” teriaknya, yang disambut pekikan Allahuakbar dari peserta aksi.
Soraya juga mengkritik keras solusi yang ditempuh selama ini, salah satunya dengan program kondomisasi. Kondom tidak bisa mencegah penularan HIV/AIDS. “Justru ini akan melegalkan praktek seks bebas dan homoseksual,” katanya.
Lihat saja, setiap hari terdapat 7.400 kasus baru HIV di dunia atau lima orang permenit dan 96 persen di antaranya merupakan populasi di negara berkembang. Sementara Depkes Indonesia melansir hingga akhir Juni 2009, secara kumulatif tercatat 17.699 kasus AIDS. Artinya delapan kali lipat dari tahun 2007 yang 2.947.
“Yang membuat kita khawatir karena 79,6 persen dari 298.000 orang dengan HIV/AIDS terdapat pada kelompok usia 20-39 tahun. Ini di Indonesia. Lost generation menghadang masa depan Indonesia apabila hal ini terus terjadi. Babel sendiri masuk peringkat kelima,” paparnya.
HIV/AID juga erat kaitannya dengan persoalan sosial ekonomi. Banyak orang yang terjepit soal ekonomi terpaksa melacurkan diri. Padahal menjadi pelacur sangat rentan tertular HIV/AIDS. “Maka tempat-tempat pelacuran, pub, klub-klub malam dan tempat prostitusi lainnya harus segera ditutup,” teriak Soraya.
Sementara Reni, Ketua MHTI Bangka Belitung, mengatakan, semua pihak harus menyadari masalah HIV/AIDS bermula dari keengganan manusia untuk tundak pada aturan Allah SWT. Karenanya keengganan tersebut harus dihilangkan.
Selain itu, segera menghentikan langkah-langkah penanggulangan HIV/AIDS yang bertentangan dengan Syariah Islam, semisal kondomisasi yang nyata-nyata tidak melarang dilakukannya perzinahan. Tapi justru tetap mengakui perzinahan atau seks bebas selama menggunakan kondom. “Seks bebas merupakan pintu masuk penyakit HIV/AIDS,” tegasnya.
Ia juga mengkritik perlakukan “istimewa” terhadap ODHA dapat melanggar hak-hak orang sehat untuk terhindar dari penularan HIV, baik melalui transfusi darah, pisau cukur, alat bor dokter gigi, jarum suntik atau sarana lainnya yang memungkinkan tertularnya HIV melalui darah.
Meski demikian, ia juga mengajak membentuk persepsi bahwa ODHA yang tidak terbukti melakukan tindakan keji menurut Syariah Islam semisal ibu yang bukan pelaku seks bebas tetapi tertulari dari suaminya atau bayi yang tertulari dari ibunya, tetap berhak untuk mendapatkan perlakukan yang sama seperti masyarakat lainnya.
“Kecuali dalam pelayanan yang memungkinkan mereka menularkan HIV. Karenanya pemerintah harus menyediakan pelayanan khusus kepada mereka secara gratis,” katanya.
“Makanya, kembali kepada ketaatan kepada Allah Sang Pencipta dalam segala hal,hidup berdasarkan tatanan Syariah dalam naungan khilafah adalah wajib bagi kita, karena khilafahlah yang akan menerapkan seluruh aturan Allah dan menjamin ketenangan dan kemuliaan hidup,” tambahnya. (Harian Metro Bangka Belitung)