China Kembali Memvonis Mati Kaum Muslim Di Turkistan Timur

Pengadilan China kembali memvonis mati terhadap sejumlah tahanan terkait insiden berdarah di Turkistan Timur baru-baru ini. Sehingga jumlah mereka yang telah divonis mati hingga saat ini bertambah menjadi 17 orang, sementara persidangan masih berlanjut bagi para terdakwa lainnya.

Beberapa sumber media China melaporkan bahwa Pengadilan Provinsi Xinjiang pada hari Jumat (4/12) telah memvonis mati terhadap tiga orang yang ditahan karena didakwa terlibat dalam pembunuhan di saat peristiwa dan konfrontasi yang terjadi di Urumqi, ibukota Turkistan Timur, pada bulan Juli lalu antara dua suku, suku Han China dengan suku Uighur Muslim. Insiden berdarah itu telah membuat 200 orang kehilangan nyawanya, dan melukai lebih dari 1000 lainnya.

Menurut beberapa sumber China, bahwa dua orang yang divonis mati hari ini adalah dari suku Uighur, sedangkan yang ketiga adalah dari suku Han. Dikatakan bahwa pengadilan akan melanjutkan persidangan untuk isu-isu lain yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang dianggap terburuk sepanjang sejarah China selama beberapa dekade.

Pengadilan juga memvonis penjara seumur hidup kepada salah satu terdakwa, dan memvonis penjara dengan masa yang berbeda terhadap tiga orang terdakwa lainnya.

Pengadilan pada hari Kamis (3/12) telah memvonis hukuman mati terhadap lima orang, setelah sebelumnya pengadilan memvonis hukuman serupa pada bulan yang lalu terhadap sembilan tawanan, sehingga jumlah mereka yang telah divonis mati terkait insiden berdarah mencapai 17 orang, sementara jumlah terdakwa sejauh ini secara umum sebanyak 41 orang.

Menyusul dikeluarkannya vonis mati pada hari Kamis (3/12), Ketua Dewan Dunia untuk Uighur, Rabiah Kadeer mengkritik pemerintah China, dan menuduhnya telah mengabaikan syarat-syarat dan standar-standar pengadilan yang adil, dan menuduhnya berusaha mengintimidasi dan membungkam warga Uighur dengan vonis mati dan penahanan massal.

Sementara kaum Muslim Uighur menuduh pemerintah China telah membatasi kebebasan mereka dalam menjalankan ibadah dan mengajarkan tsaqafah Islam, bahkan China juga berusaha melenyapkan identitas mereka, dan kemudian mengubah mereka menjadi minoritas dengan mendatangkan sejumlah besar orang-orang suku Han ke wilayah mereka.

Patut dicatat bahwa Turkistan Timur itu adalah wilayah yang kaya akan minyak, dan berada di barat laut China. China mendudukinya pada tahun empat puluhan abad lalu, dan mengubahnya menjadi provinsi Xinjiang, yang dalam beberapa tahun terakhir, banyak tuntutan oleh aktivis Uighur untuk mendirikan negara Turkestan Timur yang merdeka. (mediaumat.com, 5/12/2009)

3 comments

  1. Itulah kalau tidak ada Khilafah.Semoga umat islam dibuka hatinya untuk segera membutuhkan Khilafah.Allahu Akbar!!!

  2. aduh biadabnya pemerintahn itu…klo politikus meramalkan 2020 khalifah bdiri..klamaan ah…lbh cepet dnk…

  3. Jelas kita sangat memerlukan institusi pelaksana yang mampu melaksanakan penyelesaian semua kasus yang terjadi dengan konsisten. Kita juga memerlukan institusi yang tidak berdiri di atas nasionalisme dan justru yang mampu menghilangkan sekat nasionalisme. Para shahabat dan generasi terbaik Islam telah memberikan contoh institusi tersebut, yaitu Khillafah Islamiyah. Institusi inilah yang akan mampu menyelesaikan berbagai problem yang kita hadapi saat ini. Allahu Akbar…!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*