Presiden Barack Obama yang sedang mendeklarasikan perang dengan dua negara, menerima hadiah Nobel Perdamaian 2009, Rabu kemarin.
Presiden Obama menghabiskan waktu 26 jam di Oslo, untuk menerima Nobel, yang acara digelar di sore hari, dan penyerahan Nobel, berlangsung di malam hari. Obama yang didampingi isterinya Michele, akan menerima hadiah berupa uang $ 1.4 juta dolar, dalam bentuk check, dan medali emas dan sebuah penghargaan dalamb bentuk diploma.
Dijadwalkan Obama juga akan menyampaikan pidato, yang akan disiarkan oleh CNN, dan akan membela kebijakannya yang berperang di Afghanistan di Pakistan. Obama belum lama ini telah menyampaikan pidatonya di West Point, sebagai keputusan politik, tentang pilihan untuk mengirimkan pasukan tambahan yang jumlahnya mencapai 35.0000 pasukan. Sehingga, jumlah pasukan AS di Afghanistan mencapai 110.000 pasukan. Ini merupakan jumlah pasukan terbesar yang dikirimkan ke luar negeri untuk perang. Keputusan pengiriman pasukan itu, disampaikan oleh juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs.
Obama akan melakukan kunjungan ke Nobel Institute, dan ini pertama kalinya, lima anggota panel dapat hadhir semuanya untuk menemui Presiden Obama, ujar Menlu Norwegia Mette Owre. Usai itu Obama dan MIchele akan bertemu dengan Raja Norwegia Raja Harald V dan Ratu Sonia, sebelum menghadiri pemberian hadiah.
Acara pemberian hadiah Nobel itu, direncanakan akan dihadiri oleh 250 undangan termasuk Raja dan Ratu Norwegia. Termasuk sejumlah pemimpin Uni Eropa.
Sementara itu, pencalonan itu berlangsung pada 1 Februari, hanya dalam waktu 12 hari Obama berada di Gedung Putih, sesudah ia terpilih menjadi presiden, tokoh baru sudah mendapatka hadiah Nobel Perdamaian. Komite Nobel yang memutuskan memberikan hadiah Nobel itu, berdasarkan peranan Obama yang dianggap dengan sungguh-sungguh menciptakan dialog dan berusaha memecahkan masalah global, termasuk pengurangan senjata nuklir. “Obama telah mengambil perhatian dunia dengan langkah-langkah yang diambilnya”. Perhatian terhadap Afghanistan, Korea Utara, dan Iran dinilai sebagai bentuk perhatian Obama terhadap masalah global.
Ibukota Norwegia, Stockholm, menjadi penting, di mana seorang presiden berkulit hitam dari negara adi daya AS, menerima hadiah Nobel Perdamaian.
Sebaliknya, di mata Michael More, justru Presiden Obama, tak lebih sebagai ‘Presiden Perang’, yang tangannya berlumuran darah, rakyat Afghanistan, Pakistan, dan Iraq, serta Palestina. Tindakannya mengirimkan ribuan pasukan ke Afghanistan, menurut Michael More, tak layak mendapatkan hadiah Nobel. (eramuslim.com, 10/12/2009)