بسم الله الرحمن الرحيم
Jawab Soal
Soal: mukjizat adalah perkara yang keluar dari kebiasaan (menyalahi kenormalan) dan itu tidak terjadi kecuali bagi para nabi dan rasul. Akan tetapi para ulama banyak mengulang kata karamah. Mereka mendefinisikannya dengan berbagai definisi. Mereka berupaya berdalil atas karamah itu dengan ayat-ayat dan hadis-hadis yang banyak. Pertanyaannya adalah, apakah ada yang disebut karamah, atau apa? Jika jawabnya benar ada, kami ingin mendapat penjelasan yang mencukupi dalam masalah tersebut. Jika jawabannya tidak, lalu bagaimana kami membantah kisah misalnya ashhabul kahfi dan ashhabul uhdud, atau perkataan Umar “Wahai detasemen (ke arah) gunung”. Demikian pula cerita Sa’ad bin Abiy Waqash di sungai Tigris dan banyak contoh dalam masalah itu?
Jawab:
1. Allah SWT telah menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan dengan aturan-aturan dan karakteristik-karakteristik yang manusia tidak bisa merubahnya atau merusaknya:
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS Yâsîn [36]: 40)
{ وَفِي الْأَرْضِ آَيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ * وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ}
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS adz-Dzâriyât [50]: 20-21)
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ * إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ}
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Yunus [10]: 5-6)
{ إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ}
Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang (QS ash-Shaffat [37]: 6)
{ وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ}
Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang (QS al-Hijr [15]: 16)
Dan ayat-ayat lainnya.
2. Allah SWT telah memudahkan makhluk-makhlukNya untuk hidup sesuai dengan potensi fithriyah yang telah Dia tetapkan pada diri mereka. Maka manusia tidak bisa terbang di udara dengan tubuhnya seperti burung. Ia juga tidak bisa berjalan di atas air dengan tubuhnya seperti makhluk-makhluk air. Manusia hidup di atas kedua kakinya di daratan. Ia tidak bisa merusak undang-undang (aturan) tersebut dan berjalan dengan kedua kakinya di atas air atau terbang di udara…
{ وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ}
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS al-An’âm [6]: 38)
{وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS an-Nûr [24]: 45)
3. Begitu pula Allah memberikan karakteristik pada sesuatu yang tidak bisa dilampaui. Api bisa membakar, maka tidak seorang pun yang mampu menghapuskan karakteristik membakar yang telah diciptakan oleh Allah di dalam api selama itu adalah api. Kecuali Allah menghapuskannya sebagaimana Allah menyelamatkan Ibrahim as. dari api. Maka Allah menghilangkan karakteristik membakar itu dari api. Allah SWT berfirman:
{ قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ}
Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. (QS. al-Anbiyâ’ [21]: 69)
Begitu pulalah karakteristik yang ada pada benda-benda lainnya.
4. Kemudian sungguh Allah telah menundukkan alam semesta ini untuk kita agar kita hidup di dalamnya sesuai implikasi fitriyah qanuniyah. Setiap penelantaran terhadap undang-undang itu akan bertentangan dengan ditundukkannya alam semesta itu. Allah SWT sajalah yang Maha Kuasa atas hal itu. Jika Allah SWT memberitahu kita akan penelantaran undang-undang itu maka kita mengimaninya. Dan sebaliknya jika Allah tidak memberitahu kita maka itu termasuk di dalam cakupan ditundukkannya alam semesta ini untuk kita.
{ وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS an-Nahl [16]: 14)
{ أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا بِإِذْنِهِ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia. (QS al-Hajj []: 65)
{ أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ}
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (QS Luqmân [31]: 20)
{ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS al-A’râf [7]- 54)
{ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْأَنْهَارَ * وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ}
dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS Ibrahim [14]: 32-33)
5. Allah SWtT telah mengutus para rasul dan mendukung mereka dengan berbagai mukjizat yang menetapkan kesahihan risalah mereka. Yaitu hal-hal yang keluar dari kebiasaan. Allah mengabaikan sebagian undang-undang yang Dia langsungkan atas tangan rasul-rasulNya. Hal itu sebagai tantangan kepada manusia agar mereka mengimani bahwa siapa yang menampakkan perkara-perkara yang menyalahi (keluar dari) kebiasaan di atas tangannya adalah seorang nabi yang diutus.
Allah SWT membuat perubahan tongkat yang mati menjadi ular besar yang hidup secara hakiki, yaitu bukan hanya perubahan dalam pandangan orang-orang seperti halnya sihir. Karena itu, para tukang sihir ketika mereka melihat tongkat menjadi hidup benar-benar (hakiki), mereka pun menjadi orang-orang pertama yang beriman bahwa Musa as adalah nabi yang diutus Allah Rabb semesata alam. Hal itu kerena mereka paham bahwa kejadian itu menyalahi kebiasaan yang tidak bisa dilakukan manusia. Semisal dengan itu ketika Musa as dan kaumnya berjalan di atas air dan mereka membelah laut … Begitu pula Isa as menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Demikian pula Rasul saw berbicara dengan bahasa arab yang orang arab sendiri tidak bisa melakukannya … Dan mukjizat di tangan para nabi dan rasul merupakan perkara yang sudah diketahui bersama berserta dalil-dalilnya.
6. Adapun yang disebut oleh orang-orang sebagai karamah bagi selain para nabi dan rasul, maka itu merupakan taufiq dari Allah SWT untuk hambanya dalam suatu aktifitas dalam bentuk yang memikat pandangan. Itu kadang berupa sesuatu yang menyalahi kebiasaan (kenormalan) yaitu menyalahi undang-undang alam semesta. Dan kadang kala tidak menyalahi kenormalan, melainkan hal itu memikat membuat orang membayangkan karena kuatnya taufiq itu.
Jika menyalahi kenormalan, maka Allah SWT memberitahu kita tentangnya, karena nash-nash yang ada bersifat umum tentang ditundukkannya alam semesta untuk manusia yaitu dalam koridor hukum-hukum alam. Jadi penghapusan penundukan itu dalam kondisi khusus, yaitu menyalahi undang-undang alam pada kondisi khusus, maka itu memerlukan nash yang mengkhususkan keumuman itu.
Jika terdapat nash yang menyatakan bahwa taufiq yang dijadikan oleh Allah untuk seorang hamba itu adalah perkara yang menyalahi kenormalan, kita mengimaninya. Sebaliknya jika tidak terdapat nash tentang sesuatu yang menyalahi kenormalan, maka itu hanyalah taufiq dari Allah SWT dalam koridor undang-undang alam yang telah diciptakan oleh Allah SWT.
Karena itu, rezki yang datang kepada Maryam as tidak pada waktunya tanpa ada seorang pun yang mendatangkannya, artinya merupakan rezki yang menyalahi kenormalan, maka kita mengimaninya karena Allah SWT memberitahu kita tentangnya.
{كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (QS Ali Imran [3]: 37)
Begitulah, apa yang dinyatakan di dalam al-Kitab dan as-Sunnah seputar peristiwa-peristiwa yang menyalahi kenormalan milik selain para nabi dan rasul, maka kita megimaninya menurut konteksnya, yaitu kita membenarkannya secara pasti jika terdapat nash yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah, atau membenarkannya tanpa kepastian jika tidak bersifat qath’i tsubut dan qath’i dilalah.
Ini adalah jawaban atas apa yang disebutkan berupa peristiwa-peristiwa yang menyalahi kenormalan yang disebutkan di dalam nash-nash, seperti kisah Ashhabul Kahfi, Ashhabul Uhdud, Maryam as. … Semua itu dinyatakan di dalam al-Quran maka kita mengimaninya.
Adapun pasca wafatnya Rasul saw, maka nash yang diriwayatkan telah terputus (tidak ada lagi nash baru), kecuali berupa ijmak shahabat yang mengungkapkan adanya dalil yang mereka dengar dari Rasul saw tetapi tidak mereka riwayatkan. Dan kecuali berupa hadis-hadis di mana Rasul saw pada masa kehidupan Beliau memuji sebagian sahabat dengan pernyataan atas mereka dan nama-nama mereka dalam hal perkataan dan perbuatan yang berlangsung melalui tangan mereka sesuai dengan taufiq yang sampai menyalahi kenormalan. Jika terdapat nash-nash yang mensifati pribadi-pribadi tertentu bahwa perkataan atau perbuatan berlangsung melalui tangan mereka dalam kondisi-kondisi tertentu, maka kita membenarkannya berdasarkan konteksnya yaitu secara tegas (pasti) atau tidak tegas sesuai dengan tsubutnya.
Sedangkan selain itu di antara perkataan dan perbuatan yang dilakukan sebagian kaum Muslim tanpa ada nash yang menyatakan pribadi-pribadi mereka di dalam al-Kitab dan as-Sunnah, maka semua perkataan dan perbuatan itu tidak menyalahi kenormalan. Akan tetapi tetap dalam koridor undang-undang alam semesta. Dan itu merupakan tawfiq dari Allah SWT kepada hambanya yang bertakwa dengan kesuksesan di dalam perbuatan-perbuatan mereka dan keselamatan dari keburukan musuh-musuh mereka dan semacamnya.
7. Adapun terkait dengan apa yang terjadi melalui lisan Umar ra berupa perkataannya “Wahai detasemen, (ke arah) gunung”, dan bahwa Allah SWT menyampaikan perkataannnya itu kepada para tentara sehingga mereka meraih kemenangan atas musuh-musuh mereka, maka Rasul saw bersabda tentang Umar dalam hadis yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dari jalur Abu Dzar ra., ia berkata:
«سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ يَقُولُ بِهِ»
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda bahwa Allah meletakkan kebenaran di atas lisan Umar yang ia ucapkan
Sedangkan hadis yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Ibn Umar bahwa Rasul saw pernah bersabda:
« إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ»
Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran di atas lisan Umar dan hatinya
Dan apa yang dikeluarkan oleh imam Ahmad dari jalur Ibn Umar bahwa Nabi saw pernah bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ»
Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran di atas lisan Umar dan hatinya
Karena itu kita mengambil hadis-hadis tersebut dan membenarkan perkataan Umar “Hai detasemen, (ke arah) gunung” berdasarkan konteksnya secara tegas atau tidak secara tegas sesuai tsubut riwayat. Hal itu berdasarkan hads-hadis Rasul saw yang telah disebutkan.
8. Sedangkan apa yang dinyatakan tentang Sa’ad bin Abi Waqash ra., tentang melintasi sungai Tigris, maka demikian pula kita membenarkannya berdasarkan konteksnya sesuai tsubut riwayat baik secara tegas atau tidak tegas. Karena Rasul saw memuji Sa’ad secara pribadinya. Rasul saw bersabda dalam hadis yang dikeluarkan oleh imam Ahmad di dalam Musnadnya dari jalur Abdullah bin Amru
«أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ مِنْ هَذَا الْبَابِ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَدَخَلَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ»
Bahwa Nabi saw bersabda: “Yang pertama kali memasuki pintu ini adalah seorang laki-laki di antara penduduk surga” maka Sa’ad bin Abi Waqash pun masuk.
Dan hadis yang dikeluarkan oleh Ibn Hibban dari jalur Ibn Umar ia berkata: “Kami sedang duduk bersama Rasulullah saw, Beliau bersabda:
« يَدْخُلُ عَلَيْكُمْ مِنْ ذَا الْبَابِ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ»
Masuk kepada kalian dari pintu itu seorang laki-laki dari penduduk surga
Ibn Umar berkata: “Dan ternyata Sa’ad bin Abiy Waqash muncul (dari pintu itu).”
Demikian pula Rasul saw berdoa kepada Allah SWT agar menjawab doa Sa’ad sebagaimana yang dinyatakan di dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahyhayn karangan al-Hakim dan di dalam Dalâil an-Nubuwwah oleh al-Baihaqi dan Ibn Hibban dari jalur Qays bin Abi Hazm ia berkata: “Aku mendengat Sa’ad, ia berkata: Rasulullah saw bersabda kepadaku:
« اَللَّهُمَّ اِسْتَجِبْ لَهُ إِذَا دَعَاكَ »
Ya Allah jawablah ia jika ia memohon kepadaMu (al-Hakim di dalam al-Mustadrak-nya berkata: “ini hadis sahih sanadnya”)
Sedangkan dalam riwayat melintasi sungai pada penaklukan Mada’in dalam bentuk melintasi sungai, maka Sa’ad ketika itu memobilisasi tentara dan ia berkata: “Aku memandang hendaknya kalian berjihad memerangi musuh sebelum kalian mendapatkan dunia. Ingatlah aku telah bertekad untuk menyeberangi lautan untuk menggempur mereka”. Kemudian Sa’ad berdoa kepada Allah dan berkata kepada pasukan: katakanlah
نَسْتَعِيْنُ بِاللهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَاللهِ لَيَنْصُرُنَّ اللهُ وَلِيَهُ وَلَيَظَهَرْنَ دِيْنَهَ وَلَيَهْزِمَنَّ عَدُوَّهُ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Kami memohon pertolongan kepada Allah dan bertawakkal kepadaNya, cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia sebaik-baik pelindung, demi Allah Dia pasti menolong waliNya dan pasti memenangkan agamaNya dan pasti mengalahkan musuhNya, tiada kekuatan kecuali dengan kekuatan yang berasal dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung
Kemudian Sa’ad melintasi sungai Tigris dan orang-orang ikut melintasi sungai dan mereka menunggangi kuda-kuda mereka …
Dan itu meskipun pada beberapa riwayat arus sungai itu bisa mencapai punggung kuda jika tidak ada lumpur. Sedangkan dalam kondisi berlumpur maka arus air sungai itu meninggi, khususnya ketika Sa’ad melintasi sungai itu… Bisa saja mereka melintasi sungai itu pada tingkat arus tertentu. Meskipun demikian yang bisa dipahami dari riwayat pembebasan Mada’in, Sa’ad dan pasukannya telah melintasi sungai dan ketika itu sedang banyak air.
Di dalam beberapa riwayat dinyatakan bahwa salah seorang dari mereka tenggelam saat melintas itu. Ibn al-Kalbi menyebutkan bahwa Sulail bin Zaid: telah syahid pada saat pembebasan Irak dan pada hari kaum muslim melintasi (sungai) menuju Mada’in ia tenggelam di sungai Tigris sedangkan yang lainnya tidak tenggelam. Ath-Thabari menyebutkan di dalam Târîkhnya bahwa kaum muslim ketika mereka melintasi sungai Tigris mereka selamat hingga orang yang terakhir kecuali satu orang dari Bariq yang dipanggil Gharqadah jatuh dari punggung kuda yang memiliki rambut berwarna blonde lalu al-Qa’qa’ bin Amru melemparkan tali kekang kudanya dan meraih dengan tangannya sehingga berhasil melintasinya.
Artinya ketika itu ada yang tenggelam dan ada yang jatuh dari punggung kudanya kemudian al-Qa’qa’ berhasil meraihnya …
Akan tetapi pada semua kondisi, baik itu menyalahi kenormalan atau karena kemahiran, maka keadaan Sa’ad yang mustajab doanya dan bahwa ia berdoa memohon memperoleh kemenangan dan musuh menderita kekalahan… Dan kenyataan Rasul saw telah menyebut Sa’ad termasuk ahlul jannah dan berdoa dengan doa mustajab, maka kita mengambil hadis-hadis ini dan membenarkan riwayat berdasarkan konteksnya, baik secara tegas atau tidak tegas sesuai dengan tsubutnya.
Ringkasnya:
- Alam semesta ini sudah ditundukkan untuk manusia sesuai dengan undang-undang dan karakteristiknya.
- Pengabaian suatu undang-undang dan karakteristik adalah pengkhususan terhadap nash-nash yang bersifat umum tentang ditundukkannya alam semesta untuk manusia.
- Berikutnya, maka pembenaran suatu hal yang menyalahi kenormalan memerlukan nash.
- Jika tidak terdapat nash maka perkara-perkara itu tetap mengikuti fithrah yang telah dijadikan dasar penciptaannya.
- Dan jika terdapat nash maka kita mengimaninya berdasarkan konteksnya seperti mukjizat para Nabi dan seperti karamah untuk selain para nabi yang dinyatakan oleh nash-nash yang ada.
- Selain yang demikian, yaitu yang tidak terdapat nash tentangnya, maka suatu perbuatan atau perkataan besar yang memikat pandangan yang dilakukan oleh seorang muslim betatapun ketakwaannya, maka itu bukan sesuatu yang menyalahi kenormalan, dan tidak merusak undang-undang alam semesta. Akan tetapi ia merupakan taufiq dari Allah SWT untuk hambaNya dalam bentuk kesuksesan di dalam perbuatan mereka, atau benteng dari keburukan-keburukan musuh-musuh mereka.
13 Juni 2009