[Al-Islam 486] “Persatuan Umat, Kunci Kebangkitan Islam.” Itulah judul sekaligus ringkasan rekomendasi penting dari perhelatan Konferensi Persaudaraan Muslim Dunia yang diselenggarakan PBNU, 19-20 Desember 2009 di Jakarta (Republika, 21/12/09).
Pada kesempatan yang sama, Menkopolkam Djoko Suyanto menyatakan, “Keterbelahan umat Islam didasari oleh rendahnya pendidikan dan tingkat ekonomi mereka. Kondisi itu semakin diperparah dengan munculnya berbagai pertentangan internal umat, totalitarianisme di sejumlah negara dan standar ganda yang ditetapkan negara-negara Barat…” (Kompas, 20/12/09).
Karena itu, mengakhiri tahun 2009 ini, sekaligus mengawali tahun baru 1431 Hijrah, tentu penting bagi umat Islam untuk mengevaluasi (muhâsabah) diri terkait dengan berbagai fakta keterbelahan dan keterbelakangan umat sekaligus memahami akar penyebabnya. Lebih dari itu, umat tentu harus menyadari apa solusi hakiki dari berbagai fakta fâsid (rusak) tersebut.
Cahaya Kesadaran
Harus diakui, persatuan umat yang berlangsung berabad-abad lamanya kini terkoyak. Kaum Muslim yang berjumlah 1,4 miliar lebih seolah tak ada artinya dalam kancah kehidupan dunia. Kaum Muslim dipecah-belah oleh penjajah ke dalam negara-bangsa, lebih dari 50 negara. Mereka kemudian dijadikan bahan bulan-bulanan penjajah.
Kenyataan ini persis seperti yang digambarkan Baginda Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Hampir saja bangsa-bangsa lain menyerang kalian dari berbagai penjuru, bagaikan rayap-rayap menyerang tempat makan mereka.” Para Sahabat bertanya, “Apakah hal itu karena kita pada waktu itu jumlahnya sedikit?” Rasulullah menjawab, “Tidak. Bahkan kalian pada waktu itu banyak. Namun, kalian saat itu bagaikan buih air bah. Sesungguhnya Allah mencabut kewibawaan kalian dan pada waktu yang sama Allah menanamkan wahn dalam hati kalian.” Para Sahabat bertanya, “Apakah wahn itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Dawud).
Kondisi keterpecahan itu semakin diperparah dengan hadirnya para penguasa pengkhianat yang menjadi penyambung lidah para penjajah. Bak anjing pudel, para penguasa ini mengabdi kepada tuannya, penjajah Barat, meski harus dengan mengorbankan rakyatnya sendiri.
Konflik-konflik antar anak umat muncul di berbagai negeri tak pernah berhenti. Contoh: kasus perseteruan Sunni dan Syiah di kawasan yang bergolak saat ini, Irak, mencuat setelah serangan Amerika ke negeri 1001 malam tersebut tahun 2003. Sunni dan Syiah tak hanya beradu mulut, tetapi saling menumpahkan darah. Padahal mereka tak pernah bertikai sebelum serangan Amerika itu. Ini jelas tidak lepas dari skenario jahat Barat/AS untuk terus memecah-belah umat Islam.
Di Palestina dua kubu saling beradu. Hamas dan Fatah yang lahir dari kondisi keterjajahan ternyata tak rukun ketika menghadapi penjajah. Fatah justru dekat dengan Israel dan dengan berani mengakui Israel sebagai sebuah negara. Atas arahan Barat, para pemimpin negeri-negeri Islam membebek menyerahkan nasib Palestina di bawah agresor Zionis Israel. Para penguasa pengkhianat umat tersebut malah membuatkan benteng dan penjara besar bagi umat Islam di Palestina, yang menjadikan mereka setiap harinya hidup dengan ‘menu’ derita nestapa di atas tumpukan mayat, darah dan linangan air mata.
Umat juga menyaksikan bagaimana Afganistan dibuat porak-poranda oleh agresor Amerika atas dukungan para penguasa bonekanya yang bercokol di sana. Para penguasa pengkhianat itu bahkan rela menumpahkan darah kaum Muslim yang notabene adalah saudara seiman mereka.
Ketertindasan umat Islam yang minoritas juga menjadi pemandangan yang tidak pernah berakhir. Kaum Muslim di Cina, India, Moro, Rohingya, Kirghistan, dll, termasuk di sejumlah negeri Barat sendiri, saat ini terus-menerus diintimidasi di luar batas kemanusiaan.
Di Indonesia kaum Muslim juga tak kalah memprihatinkan. Partai-partai politik yang berafiliasi ke pemilih Muslim saling bersaing. Alih-alih memperjuangkan tegaknya kehidupan islami dengan berusaha menerapkan syariah Islam, para aktivis partai-partai Islam hanya duduk di kursi parlemen untuk kepentingannya sendiri, paling banter untuk kepentingan partainya. Suara-suara perjuangan Islam nyaris tak terdengar, kecuali kalau terkait dengan kepentingan mereka.
Dalam kondisi seperti itu, serangan Barat terus menusuk ke jantung pertahanan kaum Muslim. Barat melemparkan berbagai jargon dan labelisasi yang menjadikan umat makin terbelah. Barat menyebut moderat kalangan Islam yang mau dekat dengannya. Sebaliknya, mereka melabeli siapapun dari kalangan Muslim yang dengan gigih memperjuangkan tegaknya Islam dengan label fundamentalis, teroris dan radikal. Perpecahan pun tak terelakkan, kendati masih terkendali.
Namun demikian, lambat-laun keadaan sekarang berbalik. Rekomendasi yang dibacakan dalam kegiatan di atas sedikitnya mengisyaratkan bahwa cahaya kesadaran mulai tumbuh dan menyentuh semua level umat Islam, dari kalangan cendekiawan hingga orang awam. Perasaan senasib sepenanggungan memancar dari benak umat. Derita dan nestapa di berbagai penjuru Dunia Islam menjadi pemicu cita-cita bersama: mewujudkan persatuan umat Islam sedunia!
Persatuan Umat: Butuh Khilafah
Persatuan umat Islam sedunia secara spiritual dan politik adalah keniscayaan yang tidak bisa terbantahkan. Pentingnya persatuan umat sedunia ini dilandasi oleh: (1) aspek normatif (syariah), yakni perintah dalam al-Quran dan as-Sunnah mengenai kewajiban umat untuk bersatu; (2) aspek historis (sejarah), yakni umat Islam selama berabad-abad bersatu dalam sejarah emas Kekhilafahan Islam; (3) fakta empirik saat ini, yakni umat memang butuh untuk membangun persatuan dalam menghadapi berbagai tantangan global ke depan.
Aspek pertama: secara normatif umat Islam tidak hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan yang satu (Allah SWT), menghadap ke kiblat yang satu (Ka’bah), berpedoman pada kitab yang satu (al-Quran) serta meneladani Rasul saw. yang sama (Rasulullah saw. Muhammad saw.). Mereka juga diperintahkan hidup bermasyarakat di bawah kepemimpinan yang satu. Itulah Khilafah Islamiyah yang dipimpin seorang khalifah. Persatuan umat di bawah Khilafah inilah yang merupakan persatuan dan kesatuan yang sesungguhnya. Di bawah seorang khalifah, kepemimpinan Islam sedunia ini akan mempersatukan seluruh negeri-negeri Islam; mengatur dan mengurus mereka dengan syariah Islam; menghimpun potensi dan kekuatan umat Islam di seluruh dunia untuk mengukir kembali kejayaan Islam serta mengembalikan tanah-tanah dan berbagai sumberdaya alam kaum Muslim yang telah dirampas dan direbut secara paksa oleh rezim penjajah. Di bawah Khilafah pula umat ini bisa mengibarkan bendera jihad dan panji dakwah Islam ke seluruh dunia hingga dunia merasakan kebahagiaan hidup dalam naungan Islam.
Sebaliknya, Islam telah melarang perpecahan umat Islam yang akan berakibat pada kegagalan. Allah SWT antara lain berfirman:
وَلاَ تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُم
Janganlah kalian berbantah-bantahan hingga mengakibatkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan (QS al-Anfal [8]: 46).
Rasulullah saw. bahkan bersabda:
»إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا اْلآخَرَ مِنْهُمَا«
Jika ada dua orang khalifah dibaiat (diangkat) maka bunuhlah yang terakhir dibaiat (‘khalifah tandingan’) (HR Muslim).
Hadis di atas menegasakan keharaman lebih dari satu orang imam/khalifah yang memimpin umat Islam. Dalam hadis itu pun terdapat kewajiban umat Islam untuk memerangi khalifah yang dibaiat terakhir untuk mencegah terjadinya perpecahan yang akan mengakibatkan umat Islam tidak bersatu.
Aspek kedua: umat Islam lebih dari sepuluh abad hidup dalam satu kepemimpinan, yakni Khilafah yang dipimpin seorang khalifah. Khalifah menjadi perisai tempat umat berlindung, bahkan menjadi benteng dari segala hal yang akan menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan mereka. Khalifah juga menjadi penjaga stabilitas kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik dan pemerintahan.
Aspek ketiga: kenyataan empirik saat ini menunjukkan bahwa sejumlah bangsa dan negara mulai cenderung untuk ‘bersatu’ dalam berbagai aspek (ekonomi, militer dan hukum) untuk menghadapi tantangan globlal ke depan. Uni Eropa adalah salah satu contohnya. Gagasan Uni Eropa muncul sejak tahun 1950-an. Setelah melalui proses perundingan yang tidak pernah berhenti, ide besar itu baru terwujud pada tahun 1992, yakni ketika perjanjian ditandatangani di kota Maastrich, Belanda. Artinya, kesatuan Eropa baru terwujud 40 tahun kemudian. Pada awalnya Uni Eropa hanya diikuti oleh 12 negara. Sekarang tidak kurang dari 23 negara ikut dalam Uni Eropa. Mereka didorong oleh rasionalitas, bahwa konsep negara-bangsa (nation state) makin kehilangan daya untuk menghadapi percaturan global saat ini dan pada masa yang akan datang. Karena itu, Uni Eropa menjadi kebutuhan mereka.
Khilafah: Kunci Kebangkitan Umat Islam
Dibandingkan dengan Uni Eropa yang tidak punya landasan historis, teoretis apalagi teologis, gagasan Khilafah Islam jelas memiliki semua landasan untuk tegak berdiri: teologis (akidah), normatif (syariah) maupun historis (sejarah). Ide Khilafah Ini juga sangat rasional. Jika Khilafah Islam tegak maka ia berpotensi menyatukan 1,4 miliar umat Islam di seluruh dunia; menghimpun sebagian besar kekayaan sumberdaya alam yang umumnya di miliki negeri-negeri Islam; bahkan menggalang kekuatan militer/tentara dalam jumlah amat besar.
Potret masa depan umat Islam yang besar inilah yang tidak dikehendaki oleh Barat. Sebab, mereka sadar, jika Khilafah tegak dan mempersatukan umat Islam sedunia, dominasi dan penjajahan mereka akan segera berakhir. Karena itu, umat Islam harus sadar bahwa keterbelahan umat Islam sejak awal memang menjadi cita-cita kaum penjajah Barat dan mereka akan terus membuat skenario untuk memeliharan keterbelahan umat tersebut. Salah satunya adalah dengan terus-menerus memojokkan ide Khilafah sekaligus memerangi kaum Mulsim yang berjuang untuk menegakkan Khilafah.
Karena itu, umat harus sadar, Khilafah adalah kunci persatuan umat Islam sedunia. Khilafah pula yang bakal menegakkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan, yang tentu bakal menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.
Walhasil, penting bagi Muslim manapun untuk terus menyuarakan persatuan umat Islam sedunia. Namun, lebih penting lagi umat ini untuk terus menyuarakan, bahwa persatuan umat Islam sedunia tak akan pernah benar-benar bisa terwujud, kecuali dalam satu kepemimpinan Khilafah Islamiyah. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []
KOMENTAR AL-ISLAM:
Arifin Ilham: Permasalahan besar umat dan bangsa saat ini adalah kerusakan moral (Republika, 22/12/2009).
Kerusakan moral hanyalah salah satu akibat dari kerusakan sistem yang diterapkan di negeri ini, yakni sistem sekular.
Allahu akbar!!!
Okay dech…?!
yessss…karna ide khilafah merupakan satu2 nya ide yg berdasarkan syariah islam…dan qta hancurkan sistem kapitalis sekuler yang hanya akan menambah kesengsaraan
allahu akbar,……
kita sbagai umat muslim hrus bersatu dlam menegakan islam..tnpa kebersamaan islam tdak akan bertahan.semoga umat di muka Bumi ini sadar btapa pentingnya islam bwat manusia.