Serangan rudal Amerika di Yaman mengungkapkan eskalasi kerusakan perang yang dilakukan Amerika di dunia Muslim. Tidak puas dengan membunuhi lebih dari satu juta orang di Irak, menewaskan ribuan orang di Afghanistan, dan menembakkan peluru-peluru dari pesawat-pesawat Predator yang tidak berawak ke wilayah Pakistan hampir setiap hari, Obama sang Penerima Nobel ‘Perdamaian’ sekarang memutuskan untuk membom Yaman.
Menurut saksi mata lebih dari 60 orang tewas – kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa – mematahkan klaim usang bahwa hanya para terorislah yang terbunuh.
Abbas al-Assal, seorang aktivis HAM lokal yang berada di tempat kejadian mengatakan kepada Associated Press, bahwa 64 orang terbunuh, termasuk 23 anak dan 17 wanita. “Pemerintah ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka sangat serius dalam mengejar elemen-elemen al-Qaida dan bahwa Yaman selatan adalah tempat perlindungan bagi al-Qaida. Itu tidak benar sama sekali, ” kata al-Assal melalui telepon. Seorang penduduk di daerah ini, Ali Mohammed Mansour, memberikan jumlah korban yang sama, dengan mengatakan bahwa ia membantu menguburkan mereka yang mati dalam sebuah kuburan massal.
Penggunaan alasan serangan 11/9 untuk membenarkan serangan seperti ini menunjukkan kebobrokan kebijakan luar negeri AS dan penghinaan yang mereka lakukan atas kehidupan rakyat jelata di Yaman, Irak, Pakistan, Afghanistan dan di tempat-tempat lain.
Dalam pidatonya di West Point, Presiden Obama menggemakan alasan 11/9 ketika ia berkata “Di mana Al-Qaeda dan sekutu-sekutunya berusaha mendapatkan pijakan kakinya – apakah itu di Somalia atau Yaman atau di tempat-tempat lain – tekanan atas mereka harus ditingkatkan dan ini dilakukan dengan kemitraan yang kuat. ”
Namun dalam mengkaji 11/9, Obama mengabaikan konteks kebijakan luar negeri AS sebelum tahun 2001. Kebijakan luar negeri AS selama puluhan tahun didukung oleh para diktator di dunia Muslim, yang telah mendapat dukungan – dengan miliaran dolar- sebaliknya pendudukan brutal Israel di Palestina dan kehadiran secara provokatif berbagai pangkalan militer AS di dunia Muslim (yang berbasis di Negara-negara kaya minyak) sama sekali diabaikan. Ada hubungan kausal signifikan antara kebijakan luar negeri barat dan ketidakstabilan yang membentang dari Riyadh ke Baghdad, dari Yaman ke Waziristan, dan dari Tel Aviv ke Kandahar.
Menempatkan berbagai peristiwa itu ke dalam konteks politik yang benar bukanlah untuk membenarkan tindakan-tindakan yang dilakukan pada 11/9 yang memang benar-benar salah. Namun apa yang akan sama-sama salah adalah menghindari perdebatan apa pun di sekitar kebijakan luar negeri barat dan kontribusinya terhadap kekerasan dan pembantaian kronis di
dunia saat ini.
Alih-alih mengejar dan mematikan kebijakan luar negeri mereka, Amerika Serikat dan sekutunya perlu berfokus pada:
1. Menarik semua pasukan asing dan pangkalan-pangkalan militer dan mengakhiri pendudukan dan campur tangan barat (yang dilakukan selama beradab-abad) atas sumber daya dunia Islam – yang tak lebih adalah kelanjutan tindakan penjajahan seperti pada abad kesembilan belas dan kedua puluh.
2. Mengakhiri dukungan tanpa syarat atas Israel – sebuah entitas yang bertanggung jawab menghapus Negara Palestina dari peta pada tahun 1948. Ini harus dilihat melalui kaca mata ketidakadilan massal atas rakyat Palestina.
3. Menghentikan semua dukungan atas diktator atas kawasan tirani dan untuk memungkinkan dunia Muslim menentukan nasib politiknya sendiri
Hanya dengan pembentukan Khilafah Islam di dunia Islam dapat menghentikan gelombang siklus kekerasan dan ketidakstabilan yang kita lihat sekarang di dunia Muslim. Keyakinan atas sebuah visi untuk Khilafah abad ke-21, sebuah negara yang akan ditandai dengan para pemimpin terpilih, peradilan yang independen, di mana elit yang berkuasa tidak berada di atas supremasi hukum, di mana teknologi modern dijalankan, kaum minoritas diperlakukan sebagai warga negara penuh sebagaimana yang dilakukan di masa lalu dan dimana pria dan wanita memiliki peran dan tanggung jawab yang tidak menimbulkan suatu superioritas satu jenis kelamin menjadi lebih dari yang lain.
Negara Khilafah tidak sama dengan Negara model sekuler Barat – karena aturan, lembaga dan sistem nya yang berasal dari Syari’ah Islam. Namun Khilafah bukanlah teokrasi atau kediktatoran – dan bukan lah Negara ala ‘Taliban’ seperti yang selalu digambarkan oleh orang-orang yang mengalihkan isu. Islam menawarkan sebuah sistim pemerintahan alternatif berdasarkan keyakinan (aqidah ) dan paradigma yang jauh lebih dibutuhkan di dunia saat ini. (rz aulia ; sumber : http://www.hizb.org.uk)