Catatan Hitam Penguasa Indonesia

Berita tentang gizi buruk dan kelaparan di negeri ini bukan lagi berita baru. Di sejumlah daerah beberapa orang tua secara tragis mengakhiri hidupnya karena tak lagi merasa mampu menghidupi anak istri mereka akibat tekanan ekonomi yang semakin menghimpit. Bahkan sebagian mereka terlebih dahulu tega mengakhiri nyawa anak-anak mereka. Tindak kriminal seperti pencurian, perampokan dan tindak asusila yang terjadi akibat tekanan ekonomi juga terus bertambah.

Kini di tengah meningkatnya penderitaan rakyat akibat makin mahalnya kebutuhan pokok, pemerintah malah menaikkan BBM rata-rata sebesar 28,7 persen. Alasan pemerintah yang didukung oleh sejumlah pengamat ekonomi ini, kenaikan harga minyak dunia yang kini menebus 127 dollar per barel akan berdampak pada pembengkakan subdisi BBM dari Rp 126 triliun menjadi Rp 190 triliun. Angka tersebut belum termasuk subsidi BBM untuk PLN yang mencapai Rp 70 triliun.

Pemerintah juga beralasan bahwa kebijakan tersebut ditempuh justru untuk mengurangi angka kemiskinan. Caranya subsidi BBM yang konon 70 persennya dinikmati oleh 20 persen orang kaya akan dialihkan kepada masyarakat miskin melalui pemberian BLT ditambah pembagian beras murah dan minyak goreng.

Kebohongan Publik

Argumentasi-argumentasi di atas sebenarnya hanyalah pengulangan dari alasan-alasan pemerintah ketika bermaksud menaikkan harga BMM pada bulan Maret dan Oktober 2005 silam.

Namun jauh panggang dari api, alasan bahwa pencabutan subsidi akan mengurangi orang miskin justru sebaliknya. Pada tahun 2006, inflasi justru meningkat tajam menjadi 17,75 persen. PHK dilakukan oleh sejumlah industri karena gulung tikar. Bahan baku semakin meningkat sementara daya beli masyarakat semakin melemah. Pengangguran pun bertambah dari 9,9 persen pada 2004 menjadi 10,4 persen pada 2006 (Antara,7/5/08). Dampak berikutnya angka kemiskinan meroket tajam dari 35 juta menjadi 39 juta pada tahun 2006.

Jika dikatakan bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh orang-orang kaya, maka juga tidak tepat sebab masyarakat menengah ke bawah, justru merupakan pengguna mayoritas transportasi yang mengunakan BBM. Bagi orang-orang kaya, bukan hal yang sulit untuk mengkompensasi kenaikan BBM. Mereka dapat ‘memainkan’ faktor-faktor produksi yang berada dalam genggaman mereka seperti menaikkan harga barang dan jasa, mengurangi karyawan atau mengurangi produksi. Dengan demikian dampaknya dapat ditansfer kepada pihak lain. Berbeda dengan rakyat miskin yang memiliki bargaining position yang lemah dalam perekonomian. Bagi mereka satu-satunya jalan adalah mengencangkan ikat pinggang. (Itupun jika mereka memang masih punya ikat pinggang).

Di sisi lain, apa yang dinyatakan pemerintah bahwa kenaikan minyak dunia akan membuat goncangan pada APBN sehingga mengancam perekonomian akibat pelemahan kurs rupiah, penurunan investasi, dan pelarian modal, merupakan bahasa penipuan.

Apa yang diklaim pemerintah sebagai subsidi sebenarnya merupakan selisih antara harga minyak internasional dengan harga jual minyak di Indonesia saat ini. Istilah subsidi bukan yang jamak diketahui sebagai pengeluaran anggaran akibat biaya produksi lebih tinggi dari harga jual. Menurut Abdullah Sodik, dari Serikat Pekerja Pertamina rata-rata biaya produksi minyak dari lifting, pengilangan (refinary), distribusi ke tangan konsumen, biaya bunga dan lain-lain hanya sebesar 20 dollar per barel atau sekitar 1.200 per liter (20 USD x Rp 9.500: 158 lt/ barel).

Oleh karena itu jika konsumsi BBM di Indonesia 1,3 juta barel sementara produksinya hanya 930 juta barel maka peningkatan anggaran hanya terjadi pada selisih angka tersebut yakni sekita 400 ribu barel. Meski rata-rata impor 700 ribu barel, baik berupa minyak mentah atau BBM seperti premium dan minyak tanah, namun yang patut digarisbawahi bahwa disamping melakukan ekspor BBM pemerintah juga meraup untung dari penjualan BBM dalam negeri. Tinggal mengalikan selisih harga jual Rp 4.500 dengan rata-rata biaya produksi sekitar Rp 1.200 dengan penjualan BBM yang dimiliki pemerintah.

Dengan demikian, alasan pemerintah untuk mensejahtehkan rakyat dengan mencabut subsidi BBM jelas merupakan kebohongan dan pembodohan. Anehnya alasan-alasan ini terus dijajakan kepada publik. Termasuk kebohongan SBY-JK pasca kenaikan BBM Oktober 2005 silam yang berjanji tidak akan menaikkan harga BBM sampai akhir masa jabatannya.

Menakar Penguasa dengan Islam

Sebagai sebuah aturan yang komprehensif Islam telah menetapkan sejumlah standar etika dan prilaku seorang pemimpin khususnya kepala negara. Dengan demikian berbagai sikap dan kebijakan penguasa negeri ini dapat dikomparasikan dengan hukum-hukum tersebut.

1. Pemerintah dalam Islam diperintahkan untuk bersikap jujur dan tidak melakukan kebohongan dan pembodohan kepada rakyat. Pemerintah juga wajib menepati janjinya. Namun demikian apa yang dilakukan penguasa saat ini justru sebaliknya, terus membohongi rakyat dengan sejumlah logika-logika dangkal. Sebelumnya mereka juga telah berjanji untuk mensejahterakan rakyat dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat dibanding kepentingan pribadi atau kelompok. Namun yang terjadi hanyalah omong kosong belaka. Mereka hidup berlimpah harta dan fasilitas sementara rakyat terus menderita. Pemimpin seperti ini diancam oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:

عَنْ مَعْقَلٍ قَالَ سَمِعْتَ رَسُوْلَ اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ، يَقُوْلُ: “مَا مِنْ وَالٍ يَلِىَ رَعِيّةً مِنْ المُسْلِمِيْنَ، فَيَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٍّ لَهُمْ، إِلاَّ حَرَّمَ عَلَيْهِ الجَنَّةَ“.

Dari Ma’qal, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:“Tidak seorang pun wali (penguasa) yang mengatur urusan kaum muslimin lalu ia mati sementara ia telah menipu mereka kecuali Allah akan mengharamkan atas mereka surga.” (H.R. Muslim)

2.   Para penguasa sejatinya adalah pelayan rakyat yang wajib melindungi dan membantu mereka dalam mengatasi berbagai kesulitan hidup. Baik buruknya pelayanan tersebut kelak akan dimintai pertangungjawaban dari Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَ الِإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang mereka pimpin. Penguasa menjadi pemimpin atas rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya.” (HR. Bukhari)

Bagi pemimpin yang memudahkan urusan rakyatnya, maka mereka akan diberi pahala dan kemudahan tidak hanya di dunia namun juga di akhirat kelak. Sebaliknya penguasa yang dzalim dan mengeluarkan kebijakan–kebijakan yang menyengsarakan rakyatnya akan menuai laknat. Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa saja yang memegang urusan ummatku dan bersikap lemah lembut kepada mereka maka Allah akan bersikap lembut kepada mereka. Dan siapa saja yang memegang urusan mereka dan menyulitkan mereka maka mereka akan mendapatkan Bahlah. Para sahabat bertanya: “Apakah bahlah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Laknat Allah.” (HR. Muslim)

Hadits di atas merupakan celaan kepada penguasa untuk mengatur rakyat dengan cara mempersulit mereka. Celaan tersebut meski berbentuk informasi (khabar) namun merupakan larangan yang bersifat tegas (jazm) karena disertai dengan indikasi (qarinah) yaitu laknat. Dengan demikian haram hukumnya bagi penguasa untuk membuat kebijakan yang mempersulit kehidupan rakyatnya sebagaimana yang dipertontonkan oleh penguasa saat ini.

3. Dalam pandangan Islam, di samping melayani rakyat dengan sunguh-sungguh dan penuh keseriusan, penguasa juga dituntut untuk memberikan nasihat kepada rakyatnya. Nasehat tersebut berisi dorongan untuk tunduk dan patuh pada Allah SWT dan Rasul-Nya, menjauhi segala larangan-Nya serta hal-hal yang berisi kemaslahatan bagi mereka.

Sayangnya, penguasa negeri ini justru berpolah sebaliknya. Mereka dengan dukungan pengagum dan pengemban ideologi kapitalisme sekular, justru secara sistemik menggerogoti aqidah dan pemahaman ummat tentang syariah. Ide -ide kufur semisal demokrasi, HAM dan pluralisme terus dikampanyekan sementara ide-ide Islam seperti Khilafah Islam, Jihad dan poligami selalu dibungkam. Akibatnya secara massif pola hidup dan pemikiran rakyat semakin jauh dari tuntunan syariah. Padahal Rasulullah SAW telah mengingatkan:

مَا مَنْ أَمِيْرٍ يَلِىَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ، ثُمَّ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ، إِلاَّ لمَ ْيَدْخُلِ الجَنَّةَ مَعَهْمْ

“Barangsiapa dari seorang hamba yang Allah jadikan penguasa terhadap rakyat namun ia tidak berusaha sebaik-baiknya mengurusi mereka dan memberikan nasihat kepada mereka, maka ia tidak akan mencium bau surga.” (H.R. Muslim dari Ma’qal)

4.   Islam juga mengajarkan bahwa pejabat wajib bersikap amanah dalam mengelola kekayaan negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

Namun tidak demikian dengan penguasa negeri ini. Kronisnya korupsi, kolusi dan nepotisme di kalangan pejabat membuat kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru disimpangkan untuk memperkaya diri sembari mengukuhkan eksistensi kekuasaan dan kepentingan mereka. Pemberian hadiah, suap dari kalangan pengusaha kepada para pejabat misalnya telah menjadi sebuah tradisi yang melembaga. Muslim meriwayatkan dari Khaulah

عَنْ خَوْلَه الأَنْصَارِيَّةِ، رَضِىَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ، يَقُوْلُ: “إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُوْنَ فِيْ مَالِ اللهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمْ النَّارُ يَوْمَ القِيَامَةِ

Dari Khaulah al Anshariyyah, ia berkata: “Saya mendengar Nabi SAW bersabda: “Sesunguhnya orang-orang yang menguasai harta Allah dengan jalan yang tidak benar, maka pada hari kiamat nanti bagian mereka adalah api neraka.” (HR. Bukhari)

Di dalam riwayat lain Rasulullah dengan keras mengecam tindakan pejabat negara yang menerima hadiah dari rakyat.

عَنْ أَبِى حُمَيْد السَّاعِدِى أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ، اسْتَعْمَلَ ابَن اللَّتْبِيَّة عَلَى صَدَقَاتٍ بْنِى سَلِيْمٍ، فَلَمَّا جَاءَ رَسُوْلُ اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ، حَاسَبَهُ، قَالَ: (هَذَا الَّذِى لَكُمْ، وَهَذِهِ هَدِيَّةٌ أُهْدِيَتْ إِلَىَّ)، فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ: “فَهَلَّا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيْكَ، وَبَيْتِ أُمِّكَ، حَتَّى تَأْتِيْكَ إِنْ كُنْتَ صَادِقاً“. ثُمَّ قَامَ رَسُوْلُ اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ، فَخَطَبَ النَّاسَ وَحَمِدَ اللهَ وَاَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: “أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّى أَسْتَعْمِلُ رِجَالاً مِنْكُمْ عَلَى أُمُوْرٍ مِمَّا وَلَّانِى اللهُ، فَيَأْتِي أَحَدُكُمْ فَيَقُوْلُ هَذَا لَكُمْ وَهَذِهِ هَدِيَّةٌ أُهْدِيَتْ لِى، فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيْهِ وَأُمِّهِ حَتَّى تَأْتِيْهِ هَدِيَّتُهُ إِنْ كِانَ صَادِقاً، فَوَ اللهِ لَا يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ شَيْئاً بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلاَّ جَاءَ يَحْمِلُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ“.

Dari Abi Humaid as-Sa’ady bahwa Rasulullah SAW mempekerjakan Ibnu Latbiyyah untuk urusan shadaqah Bani Sulaim. Tatkala ia mendatangi Rasulullah SAW untuk melakukan perhitungan, ia berkata: Ini merupakan bagian kalian dan ini adalah hadiah yang diberikan kepada saya.” Maka Rasululah SAW bersabda: Apa tidak sebaiknya engkau duduk saja di rumah bapakmu atau rumah ibumu hingga ia mendatangimu jika memenag engkau benar.” Kemudian Rasulullah SAW berdiri dan memberikan khutbah keapda khalayak dan memuji Allah dan dirinya. Beliau kemudian bersabda: “Sesungguhnya saya telah mempekerjakan orang-orang diantara kalian terhadapa suatu urusan dari apa yang Allah kuasaan kepadaku. Lalu seorang diantara kalian tersebut datang dan berkata: ini untukmu dan ini adalah hadiah untukku. Apakah dia tidak duduk saja di rumah bapak dan ibunya hingga hadiahnya mendatanginyaq jika ia memang benar. Demi Allah tidak seorangpun diantara kalian yang mengambil sesuatu yang bukan haknya kecuali pada hari kiamat nanti ia akan menanggungnya.” (H.R. Bukhari).

Belum lagi kolusi Penguasa dengan negara dan korporat asing dalam pengelolaan sumber daya alam negeri ini. Lewat sejumlah undang-undang seperti UU Penanaman Modal dan UU Migas, kekayaan milik ummat tersebut kini justru lebih banyak mengalir ke pihak asing dibandingkan kepada rakyat mereka. Sejumlah aset strategis seperti perbankan, telekomunikasi dan sumber daya alam seperti migas dan tambang mineral kini berada dalam telapak kaki asing. Mereka jelas-jelas menenggelamkan negeri ini dalam kubangan penjajahan asing. Padahal Allah SWT dengan tegas menyatakan keharaman pihak asing untuk menguasai berbagai urusan kaum muslimin.

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

“Dan Allah tidak memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.” (QS: An-Nisa: 141)

5.   Fungsi dan tugas utama seorang pemimpin adalah mengatur pemerintahan sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang berlandaskan aqidah Islam.

Dengan mencermati produk UUD dan UU serta berbagai kebijakan penguasa negeri ini maka jelas bahwa mereka telah melakukan pembangkangan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Mereka dengan berani mencampakkan syariat Islam dan lebih memilih untuk menerapkan sistem kapitalisme dalam seluruh sendi-sendi kehidupan. Padahal Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya:

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

“Dan putuskanlah dengan apa yang telah Allah turunkan dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu” (QS. al-Maidah: 48)

Pemimpin yng mengabaikan syariah Allah disindir dalam hadits Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang bodoh. Bukan itu saja para pendukung mereka juga tak luput dari ancaman.

Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda terhadap Ka’b bin Ajrah:

أَعَاذَكَ اللهُ مِنْ ِإمَارَةِ السُّفَهَاءِ، قَالَ: وَمَا السُّفَهَاءُ؟ قَالَ: “أُمَرَاءٌ يَكُوْنُوْنَ بَعْدِيْ، لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهَدْيِ، وَلَا يَسْتَنُوْنَ بِسُنَّتِيْ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذْبِهِمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَأُولَئِكَ لَيْسُوْا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ، وَلَا يَرْدَوْنََ عَلَى حَوْضِيْ، وَمَنْ لمَ ْيُصَدِّقُهُمْ بِكَذْبِهِمْ، وَلَمْ يَعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَأُولَئِكَ مِنِّي، وَأَنا مِنْهُمْ وَسَيَرْدُوْنَ عَلَى حَوْضِي! …”. رواه أحمد واللفظ، له والبزار

“Semoga Allah melindungimu dari pemimpin yang bodoh. Ka’ab bin bertanya, “Seperti apakah orang-orang bodoh itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah pemimpin setelahku, tidak melaksanakan petunjukku dan tidak mengikuti sunnahku. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan menolong mereka dalam kedzaliman maka mereka masuk ke dalam kelompok penguasa tersebut dan saya bukan dari mereka dan mereka pun bukan bagian dari saya. Dan mereka tidak akan merasakan telagaku. Dan barangsiapa yang yang tidak membenarkan mereka dan tidak menolong atas kedzaliman mereka maka merekalah golonganku dan dan saya merupakan bagian dari mereka dan mereka akan masuk ke dalam golonganku dan mereka akan merasakan telagaku…(HR. Ahmad dan Al Bazzar)

Mengambil Sikap

Oleh karena itu, sikap yang terbaik yang harus dilakukan terhadap pemimpin negeri ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas adalah tidak memberikan loyalitas dan dukungan kepada mereka, ataupun berkoalisi dengan mereka sebagaimana yang ditunjukkan oleh sejumlah partai termasuk partai Islam di negeri ini.

Sebaliknya ummat wajib menasehati mereka dengan penuh keberanian meski harus meregang nyawa karenanya. Fokusnya tak lain kecuali menyeru mereka untuk kembali ke jalan yang diridhai Allah SAW yakni menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri, dari Nabi Saw beliau bersabda:

أَفْضَلُ الجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ ـ أَوْ أَمِيْرٍ ـ جَائِرٍ

“Sebaik-baik jihad adalah kalimat yang haq yang disampaikan kepada penguasa.”( HR. Abu Daud)

Dari Jabir ra dari Nabi saw behawa beliau bersabda:

سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ“. ( رواه الترمذي، والحاكم وقال: صحيح الاسناد ).

Pemimpin para Syuhada’ adalah Hamzah ibnu Abdul Muthalib dan orang-orang yang berdiri di hadapan penguasa dan memerintahkannya (kepada yang makruf) dan melarangnya (dari yang mungkar) lalu ia dibunuh. (HR. Tirmidzi, dan Al Hakim berkata: shaih isnadnya)

Terakhir, pada saat yang sama ummat Islam negeri ini juga harus berjuang sekuat tenaga untuk mencampakkan sistem kufur yang telah berurat akar di negeri Islam terbesar di dunia ini, sistem yang telah menjadi lahan persemaian tumbuhnya pejabat korup, hipokrit dan ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan menggantikannya dengan pemerintahan Islam. Tentu dengan pemimpin yang taqwa yang hanya takut kepada Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam bi Shawab. (Muhammad Ishaq – Lajnah Tsaqafiyyah DPP HTI).