Sesungguhnya keberadaan para pemimpin politik yang hina, yang masih mendominasi kaum Muslim di seluruh dunia Islam, hanya memperparah ketergantungan negara-negara Islam kepada negara-negara kafir penjajah, bahkan mereka begitu berperan dalam memaksakan pengaruh dan dominasi negara-negara kafir penjajah tersebut atas potensi-potensi dunia Islam.
Para pemimpin hina buatan para penjajah itu senantiasa menjaga kepentingan tuan-tuan mereka, yang membuatnya berkuasa; mereka mengikuti semua instruksinya, terikat dengan setiap perintahnya, dan berjalan di atas strategi yang telah buat oleh tuannya sejak mereka menyerahkan kekuasaan, dan mengangkatnya sebagai buruh (budak) di pemerintahan.
Mereka para pemimpin pengecut senantiasa menindas rakyatnya untuk melaksanakan agenda tuan-tuan mereka; mereka membunuh, menyiksa dan memenjara orang-orang terhormat yang tidak berdoasa; mereka menentang setiap usaha yang dilakukan oleh rakyat untuk pembebasan dan kemerdekaan dari jeratan para pemimpin upahan ini; mereka menghalangi pergerakan rakyatnya dari kebangkitan; dan mereka berusaha agar rakyat tetap dalam rawa-rawa kemunduran dan keterbelakangan yang telah menenggelankannya selama beberapa dekade.
Para penguasa Mesir, misalnya, seperti yang diungkap oleh organisasi hak asasi manusia, bahwa mereka terikat dengan intruksi-intruksi Amerika, dan mereka pun memenuhi janjinya untuk membangun dinding baja pembunuh sepanjang 5,4 kilometer di bawah pengawasan para perwira Amerika, Prancis dan (Israel) sebagai upaya untuk menundukkan setengah juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza kepada negara Yahudi.
Para penguasa Mesir yang hina ini, tidak hanya menyeret negara secara militer dan politik untuk tunduk kepada Amerika, bahkan Menteri Urusan Keluarga dan Penduduk mengatakan bahwa perwakilan rezim Mesir telah menyetujui Konvensi CEDAW PBB yang memberikan kepada setiap individu hak untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah dalam rangka merusak rakyat Mesir, dan mengubah agamanya dalam kehidupan sosial.
Dalam rangka menjamin negara Mesir yang begitu tergantung dengan asing ini tidak ditentang oleh rakyat Mesir, maka rezim Presiden Husni Mubarak tetap memberlakukan undang-undang darurat, yang dengannya aparat represif keamanan Mesir menguasai semua aspek politik, pendidikan, keagamaan, ekonomi, dan urusan kehidupan yang lain, sehingga lebih dari 16 organisasi hak asasi manusia menggambarkan rezim yang berkuasa di Mesir sebagai rezim polisi, yang banyak melakukan penindasan terhadap warga negaranya.
Dan sama seperti kepemimpinan politik Mesir adalah kepemimpinan bangsa Arab lainnya, dan juga kepemimpinan di negara-negara kaum Muslim, di mana mereka menjalankan semua kebijakannya atas dasar ketergantungan secara mutlak, yang membawa rakyat kepada situasi sulit hingga membuatnya menyerah pada asing. (pal-tahrir.info, 5/1/2010)