YERUSALEM- Amnesti Internasional hari Minggu menuduh Israel “menghukum secara kolektif” penduduk Jalur Gaza dengan penutupan perbatasan yang diperketat setelah gerakan Hamas menguasai wilayah itu pada 2007. Kelompok hak asasi manusia yang berpusat di Inggris itu mengatakan, penembakan roket oleh gerilyawan Palestina tidak bisa digunakan sebagai dalih untuk membenarkan hukuman itu. Israel mengklaim bahwa penembakan roket berkurang hingga 90 persen sejak ofensifnya di Gaza tahun lalu.
“Blokade tidak ditujukan pada kelompok-kelompok bersenjata namun cenderung menghukum seluruh penduduk Gaza dengan membatasi masuknya makanan, persediaan medis, perlengkapan pendidikan dan bahan bangunan,” kata Malcolm Smart, direktur organisasi itu untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dalam sebuah pernyataan. “Blokade itu merupakan hukuman kolektif menurut hukum internasional dan harus segera dicabut,” katanya.
Amnesti Internasional mengatakan, Mesir juga perlu disalahkan karena hanya sesekali membuka lintas penyeberangan Rafah-nya dengan Gaza — satu-satunya terminal yang tidak melewati Israel. Organisasi HAM itu juga menyalahkan Kairo karena mulai mengerjakan dinding perbatasan bawah tanah dalam upaya menghentikan terowongan-terowongan penyelundup yang menjadi kehidupan ekonomi bagi wilayah itu namun juga digunakan oleh Hamas untuk menyelundupkan senjata dan uang. “Meski demikian, sebagai kekuatan pendudukan, Israel lah yang memikul tanggung jawab paling besar untuk menjamin kesejahteraan penduduk Gaza,” kata Amnesti Internasional.
Senin adalah peringatan satu tahun gencatan senjata timbal-balik yang mengakhiri perang 22 hari di Gaza. Perbatasan Gaza umumnya tenang sejak gencatan senjata yang mengakhiri perang yang diluncurkan Israel terhadap Hamas di wilayah pesisir tesebut antara 27 Desember 2008 dan 18 Januari 2009.
Gencatan senjata itu umumnya dipatuhi meski terjadi pelanggaran-pelanggaran oleh kedua pihak, dan Hamas juga dianggap berhasil mengendalikan Jihad Islam agar tidak melakukan serangan ke negara Yahudi tersebut. Hamas, yang menguasai Jalur Gaza dua tahun lalu, masih terlibat dalam konflik dengan Israel, yang menarik diri dari wilayah pesisir itu pada 2005 namun tetap memblokadenya.
Perang di dan sekitar Gaza meletus lagi setelah gencatan senjata enam bulan berakhir pada 19 Desember 2008. Israel membalas penembakan roket pejuang Palestina ke negara Yahudi tersebut dengan melancarkan gempuran udara besar-besaran dan serangan darat ke Gaza dalam perang tidak sebanding yang mendapat kecaman dan kutukan dari berbagai penjuru dunia.
Operasi “Cast Lead” Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza. Tigabelas warga Israel tewas selama perang itu. Pasukan Israel juga berulang kali membom daerah perbatasan Gaza dengan Mesir sejak mereka memulai ofensif pada 27 Desember 2008 dalam upaya menghancurkan terowongan-terowongan penyelundup yang menghubungkan wilayah miskin Palestina itu dengan Mesir.
Angkatan udara Israel membom lebih dari 40 terowongan yang menghubungkan wilayah Jalur Gaza yang diblokade dengan gurun Sinai di Mesir pada saat ofensif itu dimulai. Terowongan-terowongan yang melintasi perbatasan itu digunakan untuk menyelundupkan barang dan senjata ke wilayah Jalur Gaza yang terputus dari dunia luar karena blokade Israel sejak Hamas menguasainya pada 2007.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari. Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah — Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris. (republika.co.id, 18/1/2010)