Dua dari tiga saksi ahli yang memberi keterangan kepada Pansus Hak Angket Bank Century DPR, Kamis (21/1/2010), tak sepakat krisis pada tahun 2008 memicu dampak sistemik.
Hendri Saparini dan Ichsanudin Noorsy mengatakan krisis yang merupakan dampak dari krisis Amerika Serikat tak sampai membuat sektor perbankan Indonesia rapuh. “Ada hubungannya walaupun ada time lack-nya, tidak langsung. Krisis di AS dan dengan krisis Indonesia berbeda,” tutur Hendri di depan Pansus.
Transmisi krisis pada tahun 2008 juga berbeda dengan yang terjadi di tahun 1997-1998, apalagi struktur ekonomi Indonesia di tahun 2008 sudah cukup tertata. Pada krisis 1997-1998, terjadi krisisi moneter tapi permintaan dunia tinggi sedangkan di 2008 justru tidak.
“Di 1997-1998 kita alami kerapuhan industri perbankan, CAR turun hingga minus 15. Ada dua kondisi yang lemah baik dari sisi moneter maupun perbankan. Di tahun 2008, ada peningkatan semua indikator perbankan: aset, dana pihak ketiga, kredit, NPL dan LDR tidak berubah. Ada penurunan cadangan devisa iya, tapi berbeda dengan kondisi perbankan,” paparnya.
Hendri berpendapat, Bank Indonesia kurang tepat mengambil langkah ketika melakukan pengetatan suku bunga dan pengetatan sisi fiskal sekaligus. Langkah inilah, menurutnya, yang menyebabkan perbankan mengalami tekanan.
Oleh karena itu, menurut dia, seharusnya tak perlu ada bailout untuk Bank Century. “Tidak ada pressure yang begitu besar,” tegasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Ichsanudin. Dia mengatakan alasan sistemik yang dibuat sebagai dasar bailout untuk Bank Century terlalu dini. “Sistemik di negara sana belum pasti sistemik di sini tergantung kondisinya perbankan di indonesia. Stressed perbankan Indonesia punya daya tahan,” katanya. (Kompas.com, 21/1/2010)
inilah sistem ekonomi kapitalis. ganti dong !!!!!