2 Mei 2003, Bush dengan bangga menyatakan kemenangan AS di Irak. Presiden Amerika Serikat George W Bush menyatakan, pasukannya menang dalam perang Irak dalam pidatonya yang disampaikan di atas kapal induk USS Abraham Lincoln.Ia secara terbuka mengaitkan konflik di Teluk itu dengan serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat. Ia juga menyebut keberhasilan pasukan Amerika di Afganistan, namun memperingatkan bahwa jaringan Al-Qaeda hanya “luka-luka, namun tidak hancur”. “Kita akan terus memburu musuh sebelum mereka menyerang,” katanya di depan ratusan tentara yang bersorak sorai di kapal itu.
Bush bisa saja menyatakan menang saat itu. Kenyataannya lima tahun AS menjajah Irak, negara itu tidak benar-benar bisa menguasai Irak. Tidak hanya itu perlahan tapi pasti jumlah pasukan AS yang tewas semakin bertambah. Pada 24 Juni 2008, sebuah serangan bom kembali menelan korban tiga tentara Amerika dan seorang penerjemahnya di propinsi Nineveh,kata militer Amerika. Ketiga tentara dan penerjemahnya itu terbunuh pada pukul 10:45 hari Selasa, kata sumber militer. Namun belum bisa dipastikan dimana tepatnya serangan itu dilakukan di daerah Nineveh.
Dengan kematian ini berarti jumlah tentara yang tewas di Irak sejak Maret 2003 sekitar 4109 orang. Tetapi sumber independen mengatakan jumlah yang sebenarnya bisa lebih separuhnya dari yang diumumkan pemerintah Amerika resmi. Tentara AS yang tewas diperkirakan lebih besar dari angka resmi itu, mengingat tidak transparannya jumlah tentara yang tewas.
Disamping tewas, tentara penjajah juga mengalami depresi berat. Disamping tidak kuat dengan serangan tiada henti yang dilakukan oleh pejuang Irak, mereka juga semakin ragu, untuk apa mereka berperang di Irak. Pasukan AS kehilangan orientasi dan motifasi perang. Di sisi lain mereka melihat yang lebih diuntungkan dari perang ini adalah perusahan minyak yang kaya raya, bukan rakyat Amerika Serikat.
“Tak seorang-pun ingin berada di sini. Anda tahu, tak seorang-pun yang benar-benar antusias melakukan apa yang kami lakukan,” ungkap Sersan Christhoper Dugger, komandan Batalyon dari Resimen Infanteri Divisi Persenjataan pasukan AS pada harian Washington Post. “Dulu kami merasa bersemangat, tapi kemudian tidak lagi. Saya ingin bertempur seperti pada Perang Dunia II. Saya ingin menghadapi musuh. Di sini, ada musuh tapi tanpa sosok. Mereka ada, tapi mereka bersembunyi,” papar Dugger.
Tidak heran jumlah tentera yang depresi, menderita gangguan mental, sampai bunuh diripun meningkat. Institut Nasional Kesehatan Mental di negeri Paman Sam ini pun memperingatkan akan bahaya yang mungkin terjadi. Seperti dikutip AFP, Selasa (6/5/2008), ada sekitar 1,6 juta pasukan AS yang bertugas di negeri konflik (Irak dan Afghanistan) tersebut. Dan sekitar 18-20 persennya atau 300 ribu pasukan menunjukan gejala post-traumatic stress dissorder (PSTD) dan depresi.
Hasil penelitian Rand Corporation tahun 2008 sekitar 300 ribu tentara Amerika Serikat (AS) yang kembali dari Irak dan Afghanistan, menderita gejala kelainan stres pasca-traumatik atau depresi, dan setengah dari mereka tidak mendapat perawatan, ungkap suatu studi independen. Penelitian oleh RAND Corp. itu juga memperkirakan bahwa 320 ribu tentara lainnya kemungkinan mengalami cedera otak traumatik saat bertugas.
Jumlah personil angkatan darat AS yang bunuh diri kembali mengalami peningkatan tahun lalu di tengah berkobarnya aksi kekerasan dalam pertempuran di Irak dan Afganistann.Terdapat 108 tentara AS yang bunuh diri pada tahun 2007 atau terdapat kenaikan 6 personil apabila dibandingkan pada tahun 2006. Jumlah tentara AS yang melakukan aksi bunuh diri ini tercatat tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Seperempat dari kasus bunuh diri itu berlangsung di Irak. Pada tahun 1990 hingga 1991, jumlah tentara AS yang melakukan bunuh diri adalah 102 personil.
Hal yang sama dialami tentara Inggris. Pada tahun 2006 saja, setiap bulannya lebih dari 60 tentara Inggris atau sekitar sepuluh persen dari total tentara Inggris di Irak mengalami gangguan mental. Surat kabar Inggris The Independent edisi Kamis (15/6/2006 ) melaporkan hal tersebut, mengutip pernyataan kantor kementerian pertahanan Inggris. Perang di Irak, tidak hanya membuat tentara Inggris mengalami gangguan mental tapi banyak di antara mereka yang memilih keluar dari dinas kemiliteran atau disersi..
BBC pada Minggu (28/5/2006) lalu mengungkapkan, sedikitnya ada 1.000 personil yang meninggalkan tugas tanpa izin dan tidak pernah kembali. Surat kabar terbitan AS New York Times menurunkan sebuah laporan yangsecara mengejutkan menyebutkan bahwa sebanyak 3.196 pasukan AS desersi sepanjang tahun 2006 dari tugas di Irak dan Afghanistan. Jumlah ini meningkat drastis dari tahun sebelumnya.
Dalam polling yang dilakukan Le Moyne College and Zogby International (2006) bertema Tentara AS di Irak menunjukkan, bahwa mayoritas tentara AS di Irak menginginkan AS untuk segera mengakhiri penjajahannya di Irak dalam waktu satu tahun ini, seiring makin melemahnya dukungan di kalangan masyarakat AS sendiri terhadap kebijakan perang pemerintahnya di Irak. Hasil polling menunjukkan, 72 persen responden meyakini bahwa AS harus segera angkat kaki dari Irak dalam satu tahun ini.
Enam tahun sejak AS menginvasi Afghanistan, kini Taliban telah mengendalikan lebih dari separo wilayah Afghanistan. Demikian laporan pakar politik internasional, Norine Mc Donald pada 21 November lalu. “Taliban telah mebuktikan diri sebagai salah satu kekuatan yang tangguh,” katanya, yang menjabat sebagai presiden dan pimpinan riset Senlis Council. Riset yang dilakukan lembaga think-tank internasional itu menyebutkan, bahwa Taliban telah menguasai sekitar 54% wilayah afghanistan secara permanen.
“Taliban merupakan penguasa de facto untuk wilayah selatan, termasuk mulai mengatur masalah perekonomian warga, infrastruktur dan mengendalikan suplai energi,” tambah Norine. Senlis Council juga memprediksi bahwa kemungkinan Taliban akan kembali menaklukkan Kabul pada tahun depan. Menurut laporan yang ada, taktik yang digunakan Mujahidin Iraq, seperti bom pinggir jalan dan isytisyhad, semakin banyak digunakan oleh Mujahidin Taliban
Kekalahan pasukan AS dan sekutunya di Irak dan Afghanistan tampaknya tinggal menunggu waktu. Moral pasukan AS dan sekutnya yang rapuh membuat tentara AS yang memiliki senjata yang canggih menjadi lemah. Padahal pasukan mujahidin jumlahnya tidaklah begitu besar, peralatannya juga kalah jauh dari negara Paman Sam itu. Namun dorongan semangat jihad untuk mengusir penjajah yang menghinakan kaum muslim telah menjadi senjata yang paling menakutkan bagi penjajah. Perang di Irak dan Afghanistan telah menghancurkan mitos bahwa pasukan AS tidak bisa dikalahkan. Apalagi kebencian rakyat Irak terhadap pasukan penjajah pun terus meningkat.Kalaulah tidak didukung oleh penguasa boneka pengkhianat di Irak dan Afghanistan, pasukan penjajah itu pasti sudah terusir dari bumi jihad . (Farid)
aslmkm, luarbiasa Allah slalu menolong kita. Allahu Akbar.
semoga saudara seiman dimenapun tetap tabah menghadapi tekanan kafir la’natullah yakni as wal israelu cs. semoga mereka (musuh Allah)cepat hancur. ya akhi fillah hti ana anak smu pgn gabung ke hti. gmn caranya?n kirimin ku artikel dong.
alllohuakbar