YOGYAKARTA — Direktur Eksekutif Mubyarto Institute, Dr Fahmi Radhi MBA, mengatakan pemerintahan SBY-Boediono tidak cukup menunjukkan arah dan strategi baru untuk menjalankan agenda-agenda ekonomi sesuai amanat konstitusi. Sebaliknya, katanya, pemerintahan SBY-Boediono justru tetap berusaha mengukuhkan sistem ekonomi neo-liberal yang telah dijalankan selama ini.
”Dalam 100 hari pemerintahan SBY-Boediono, belum terlihat gebrakan nyata dan program baru yang dapat dijadikan pijakan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat untuk lima tahun ke depan,” ujar Fahmi Radhi,saat memaparkan ”Evaluasi Mubyarto Institute terhadap Program 100 KIB II”, di kantor Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) UGM, Bulaksumur, kemarin.
Menurut Fahmi, tidak ada tanda-tanda bahwa pemerintahan SBY-Boediono akan melakukan perubahan orientasi arah dan strategi pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat. Pemerintahan SBY-Boediono, katanya, justru menunjukkan ketidakpekaannya terhadap kondisi rakyat yang masih menghadapi kesulitan hidup dan kemiskinan.
”Ketidakpekaan tersebut dipertonton dengan rencana pemeritah untuk menaikkan gaji dan pembelian mobil dinas seharga Rp 1,3 miliar bagi pejabat negara, serta rencana pembelian pesawat kepresidenan,” ujarnya.
Melihat kondisi ini, kata Fahmi, Mubyarto Institute mendesak pemerintahan SBY-Boediono untuk segera kembali kepada ekonomi konstitusi dengan menjalankan program pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga selaras dengan amanat konstitusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengembalikan kedaulatan ekonomi nasional. (republika.co.id, 31/1/2010)