Jakarta – Tim Pembela Muslim (TPM) menilai PBHI dan sejumlah LSM telah melakukan tindakan ‘anarkis’ terkait pengajuan UU 5/1969 tentang Pencegahan Penodaan/penistaan Agama. Argumentasi soal kerugian kontitusional pemohon dianggap terlalu dipaksakan.
“TPM meminta agar pemohon PUU No1/PnPS/1965 jangan bertindak anarkis memaksakan kehendaknya dengan melanggar tatanan hukum baik praktis maupun ilmiah yang disepakati para ahli hukum seperti halnya wajib menyampaikan fakta tentang kerugian konstitusional yang dideritanya sendiri,” kata Ketua Dewan Pembina TPM Mahendradatta melalui rilis yang diterima detikcom, Jumat (5/2/2010) malam.
Mahendra mengatakan, argumentasi PBHI Cs soal adanya kerugian konstitusional akibat berlakuknya UU tersebut sangat tidak logis dan menyalahi aturan. Bahkan, kata Mahendra, pemohon tidak bisa membuktikan kalau dirinya mengalami kerugian.
“Hal ini ibarat orang melapor kehilangan kambing tetapi belum punya kambing. Jawabannya tidak nyambung dan terkesan berputar-putar seenaknya sendiri,” terang Mahendra.
Menurut Mahendra, kerugian konstitusional merupakan prasayarat mutlak dapat diterimanya suatu permohonan pengujian undang-undang sesuai pasal 51 Peradilan MK. Sehingga tanpa memenuhi persyaratan tersebut niscaya permohonan akan dikesampingkan MK.
“Jawaban seenaknya bermodal ‘ngeyel’ inilah yang dikritisi oleh TPM yang juga bertindak sebagai Kuasa Hukum pihak Terkait dalam hal ini Hizbut Tahrir Indonesia,” imbuhnya.
Uji materi UU 5 tahun 1969 diajukan oleh sejumlah LSM yang tergabung dalam kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), antara lain IMPARSIAL, ELSAM, PBHI, DEMOS, Perkumpulan Masyarakat Setara, Desantara Foundation, YLBHI. (detik.com, 6/2/2010)