Muhammad Rahmat Kurnia, Ketua Lajnah Fa’aliyah DPP HTI
AKKBB menggugat regulasi yang melarang penistaan agama. Mereka menganggap UU tersebut melanggar HAM karena memicu tindak kekerasan dan terjadinya pemaksaan penafsiran keyakinan dari mayoritas Islam terhadap minoritas. Benarkah? Terkait dengan itu Wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo berbincang dengan Ketua Lajnah Fa’aliyah DPP HTI Muhammad Rahmat Kurnia. Berikut petikannya.
Siapa sebenarnya di balik para penggugat UU Penistaan Agama?
Dalam berkas permohonan uji materil kepada Mahkamah Konstitusi jelas tertera bahwa para penggugat UU tersebut adalah IMPARSIAL (Rachland Nashidik), ELSAM (Asmara Nababan), PBHI (Syamsudin Radjab), DEMOS (Anton Pradjasto), Perkumpulan Masyarakat Setara (Hendardi), Desantara Foundation (M. Nur Khoiron), dan YLBHI (Patra M Zen).
Selain itu, ada juga perorangan yaitu Abdurrahman Wahid (alm.), Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq. Mereka memberikan kuasa kepada pihak yang menamakan diri Tim Advokasi Kebebasan Beragama yang dikomandani Asfinawati.
Kita tahu kelompok tersebut selama ini adalah para penyeru sepilis (sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme). Merekalah yang selama ini berteriak membela aliran sesat dan sangat keras menentang penerapan Islam.
Mereka membela homoseksual/lesbianisme berkembang. Kita masih ingat, mereka adalah gembong Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang sangat sengit membela aliran sesat Ahmadiyah.
Apa yang mereka inginkan?
Keinginan mereka tertuang secara jelas dalam permohonan pengujian material yang mereka ajukan secara tertulis. Tuntutan mereka adalah UU no. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya.
Dengan kata lain, mereka menghendaki UU tersebut tidak berlaku. Artinya, mereka menginginkan bebas melakukan penafsiran seenak perutnya terhadap ajaran agama (khususnya Islam) dan penyimpangan terhadap ajaran pokok agama (pasal 1), penyimpangan tersebut tidak dianggap melanggar hukum (pasal 2 dan 3).
Selain itu, mereka ingin bebas melakukan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama, juga bebas melakukan hal tersebut supaya orang tidak menganut agama apapun juga (Pasal 4).
Intinya, mereka menginginkan bebasnya bermunculan aliran sesat dan penistaan/penodaan terhadap ajaran agama (Islam) sebagai bagian dari seruan mereka kepada sepilis. Juga, mereka secara halus menggiring kepada atheisme.
Dalam butir 45 dasar mereka menggugat disebutkan: “Bahwa kebebasan ‘memeluk’ suatu agama atau keyakinan meliputi pula kebebasan memilih agama atau keyakinan, termasuk hak untuk berganti agama atau keyakinan dengan agama lainnya atau memeluk pandangan atheistik ….” Tidak heran di antara kelompok tersebut ada yang menyatakan, “Untuk apa atheis dilarang, wong Tuhan saja tidak ber-Tuhan”.
Karenanya, kalau dulu gerakan mereka adalah kelompok Sepilis, kini berkembang menjadi kelompok Sepilis A+, yakni sekulerisme, pluralisme, liberalisme, atheisme, plus pengokohan penjajahan.
Benarkah UU tersebut melanggar HAM karena memicu tindak kekerasan dan terjadinya pemaksaan penafsiran keyakinan dari mayoritas ormas Islam terhadap minoritas seperti Ahmadiyah dan Lia Eden?
Ini semakin menegaskan bahwa HAM dijadikan sebagai alat untuk memporakporandakan Islam melalui aliran sesat. Padahal, aliran sesat bukan soal penafsiran, tetapi persoalan penodaan, penistaan, dan penyimpangan agama.
Penafsiran tidak ada persoalan dalam Islam, lihatlah berbagai tafsir ada seperti Jalalain, Ibnu Katsir, ath-Thabari. Mazhab pun macam-macam seperti Syafi’i, Hambali, Maliki, dan Hanafi. Mereka berada dalam koridor Islam sekalipun penafsiran bermacam-macam.
Siapa yang melanggar HAM, apakah mereka yang konsisten menjalankan agamanya; ataukah mereka yang menodai, menistakan, serta menyimpangkan agama? Kekerasan yang kadang kala muncul justru akibat pemaksaan mereka dalam menistakan, menodai , dan menyimpangkan agama yang dibiarkan oleh aparat hukum.
Adakah kaitannya para penggugat dengan pihak asing?
Tentu.
Apa indikasinya?
Pertama, dari segi ideologis. Apa yang diusung oleh mereka sama persis dengan yang diusung oleh pihak asing yang tidak menginginkan Indonesia kuat. Ingat, mengapa kasus Ahmadiyah berhenti hanya sebatas SKB, karena ada tekanan dari pihak asing kepada Indonesia.
Kedua, ada unsur Yahudi di dalamnya. Tengoklah dasar gugatan mereka dalam butir 38(b): “Jika logika penyimpangan agama ini terus dilanjutkan, maka sesungguhnya masing-masing agama merupakan penyimpangan dari yang lainnya. Kristen tentu menyimpang dari Yahudi… Islam pasti adalah penyimpangan nyata dari agama Kristen …” Tampak, yang dipandang ajaran asli adalah Yahudi. Jadi, disini ada unsur Yahudi.
Ketiga, sudah menjadi rahasia umum LSM mendapatkan kucuran dana dari asing. Bahkan, Soeripto dari Komisi I DPR saat itu menyatakan perlunya audit terhadap sumber dana asing di LSM (14/4/2007). Kejaksaan Agung (Kejagung) pun pernah mengusulkan perlunya menerbitkan peraturan perundang-undangan tentang audit keuangan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Hal ini terkait kekhawatiran adanya kegiatan LSM yang memicu gangguan keamanan, konflik SARA, dan memecah belah persatuan bangsa.
Apa bahayanya bila MK mengabulkan permohonan mereka?
Sangat berbahaya. Pertama, aliran sesat akan bermunculan laksana jamur di musim hujan. Mereka akan merasa bebas dengan dalih HAM. Mereka bersembunyi di balik membela “kebebasan beragama”, padahal sebenarnya membela “kebebasan menghancurkan agama (Islam)”.
Kedua, penghancuran Islam akan terjadi secara terang-terangan dan massif. Sekarang saja kartun penghina Nabi, tuduhan bahwa Islam melecehkan perempuan, Alquran kitab kekerasan, Alquran kitab paling porno, harus ada amandemen terhadap Alquran, cerita kutukan terhadap homoseks kaum Nabi Luth dalam Alquran adalah cerita bohong, penulisan Alquran banyak fiktif, dll terjadi di Indonesia. Bila MK mengabulkan tuntutan kelompok Sepilis A+ ini maka akan terjadi penodaan terhadap Islam secara bebas tanpa konsekuensi hukum.
Ketiga, bila ini terjadi maka akan terjadi kekisruhan dan konflik di tengah masyarakat. Stabilitas akan terkoyak. Umat Islam akan disibukkan dengan persoalan ini. Sementara, penghancuran akidah dan akhlak terus berlangsung dengan mulus.Yang untung adalah pihak asing penjajah dan antek-anteknya yang memang sejak awal memusuhi Islam dan kaum Muslim serta tidak menginginkan Indonesia aman.
Jadi memang Sepilis A+ itu musuh Islam dan umatnya!
Bagaimana agar Indonesia aman dari penghancuran akidah dan ahlak?
Ya terapkan sistem Islam. Karena Islam sangat memperhatikan penjagaan agama, baik akidah maupun syariah. Salah satu dari maqashidusy syariah (tujuan penerapan syariah) adalah hifzhu ad-din (menjaga agama). Caranya, melibatkan tiga pihak secara simultan.
Pertama, individu. Setiap individu menjaga agamanya dengan terus mengkaji Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, kelompok. Tiap kelompok turut menjaga agama masyarakat. Misalnya, setiap keluarga melakukan pendidikan agama dalam keluarganya, sekolah menerapkan Islam di lingkungannya, para pemilik stasiun TV tidak menayangkan tayangan yang merusak akidah dan syariah. Selain itu, kelompok, organisasi, lembaga, dll tidak segan-segan melakukan amar-ma’ruf nahi munkar.
Ketiga, negara. Negara menjaga akidah umat dengan melarang paham yang menghancurkan Islam seperti sekulerisme, pluralisme, liberalisme, atheisme; serta menerapkan dan menegakkan syariah Islam.[]