EDINBURGH- Setelah empat tahun mendekam dibalik jeruji besi, seorang mahasiswa Muslim, 24 tahun, dilepaskan dari dakwaan merencanakan aksi bom bunuh diri. Pernyataan resmi dari pengadilan menyatakan bahwa hakim sidang telah menuntun juri pada intepretasi salah.
“Saya tidak pernah bermaksud melakukan segala bentuk aksi terorisme,” ujar si mahasiswa, Mohammed Atif Siddique, seperti yang dilansir Daily Record, 10 Februari.
“Saya akui saya bodoh dan banyak bicara. Namun, saya tak pernah berencana untuk menyakiti, apalagi membunuh orang di mana pun,” ungkapnya.
Atif, siswa di Alva Clackmannanshire, Skotlandia, ditahan pada April 2006 silam ketika di bandara menunggu penerbangan ke Pakistan bersama pamannya.
Pada 2007, ia divonis 8 tahun penjara dibawah pasal UU Terorisme 2000 yang kontroversial. Ia didakwa atas perbuatan ‘merencanakan aksi bom bunuh diri’ karena ia menyimpan pesan dari Al Qaidah dan memuji para martir di Irak dalam arsip-arsip di laptopnya.
“Saat itu, saya begitu tertarik dengan apa yang terjadi di Timur Tengah dan saya mengakses banyak informasi dari internet, “ujar Atif kepada harian Skotlandia itu.
“Semua yang saya miliki dan saya simpan di laptop bebas dan mudah didapat,” imbuhnya.
Mahasiswa Mulim itu menolah tuduhan bahwa ia simpatisan Al Qaidah atau ingin menjadi pelaku pengebom bunuh diri. “Jika saya memang Al Qaidah, bagaimana mungkin saya tetap tinggal di rumah tujuh hari setelah polisi menahan saya? Saya bahkan pergi ke kantor polisi untuk meminta kembali laptop saya,” tukasnya.
“Pengadilanlah yang menyataka bahwa saya ‘menginginkan jadi pelaku bom bunuh diri’. Tentu itu membuat saya terkejut setengah mati. Saya tidak paham mengapa saya dituntut.”
Pembatalan vonis Atif dilakukan di Pengadilan di Edinburgh pada 9 Januari alau. Hakim yang memimpin sidang menyatakan bahwa mahasiswa Muslim tersebut telah dirugikan akibat kesalahan dalam persidangan sebelumnya.
Begitu Atif keluar ruang sidang, ditemani bersama kuasa hukumnya, Aamer Anwar, ia langsung disambut banyak pendukung.
“Hukum kita seharunya membawa pelaku yang terbukti merencanakan aksi teror, bukan mengkriminalisasi pemuda Muslim gara-gara dianggap berpikiran kriminal dan memiliki baran-barang bersifat propaganda,” ujarnya.
“Saya menjaga diri agar selalu bersih, namun mereka telah mengambil kebebasan saya, menghancurkan reputasi keluarga saya dan melabeli saya sebagai teoris, meski saya tak punya bom atau rencana untuk melukai siapa pun.”
Keluarga Atif mengaku menderita akibat kasus tersebut. “Saat itu saya takut dan tak bisa tidur,” ujar ibunda Atif, Parveen. “Saya tak percaya itu terjadi,” imbuhnya.
Saudara lelaki Atif, Asif bahkan harus berhenti kuliah hukum setelah ia dan sang paman diinterogasi selama lima hari berturut-turut terkait kasus tersebut.
Meski menghabiskan empat tahun masa mudanya di penjara, Atif Siddique mengaku tak menyimpan dendam terhadap masyarakat. “Saya harap saya dapat mengambil jalan dalam hidup saya dan kembali normal, berperan dalam masyarakat serta berkontribusi positif di komunitas.” (republika.co.id, 11/2/2010)