Sidang Uji Materiil UU Penistaan Agama
M Mahendradatta, SH, MA, MH, PhD kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan bahwa Pemohon Uji Materiil UU Penistaan agama selalu saja melakukan dikotomi dengan istilah penafsiran mayoritas dan penafsiran minoritas dan selalu menyimpulkan yang mayoritas menindas minoritas.
“Sudah tidak laku lagi mencari simpati dengan melakukan dikotomi tersebut!” tandasnya dalam sidang pleno UU Penistaan Agama, Rabu (10/3) di Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut Mahendradatta menyatakan bahwa itu merupakan alasan yang tidak berdasar karena sudah jelas apa saja yang menjadi pokok ajaran Islam dan setiap penyimpangan terhadapnya jelas itu merupakan kesesatan/penghinaan.
“Pendapat orang gila jelas tidak bisa diterima, meskipun orang gila termasuk minoritas. Apakah itu akan disebut bahwa kita menindas orang gila?” ujarnya mengupamakan. Jadi jelaslah bila pendapat atau tafsir yang menyimpang dari ajaran pokok Islam meskipun pelakunya minoritas tentu saja tidak dapat diterima dan penolakan tersebut bukan berarti penindasan. (mediaumat.com, 10/3/2010)