HTI Press. Mensikapi rencana kedatangan Presiden Amerika Serika Barrack Obama ke Indonesia, DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kabupaten Majalengka mengangkat isu tersebut sebagai topik bahasan dalam acara Halaqah Islam dan Peradaban (HIP) Edisi bulan Maret 2010 ini dengan Tema : “Tolak OBAMA : Presiden Negara Penjajah!”. acara digelar pada Ahad malam Senin, 14 Maret 2010 pukul 20.00 sampai 22.00 dengan menghadirkan 2 orang narasumber yaitu K. Andang Saiful Karim (Pimpinan Pondok Pesantren Darul Mutaalimin), serta Ust. Mundzir Islam, S.S. (Ketua Lajnah Tsaqafiyah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Kabupaten Majalengka). Sementara itu pembicara dari Muhammadiyah dan Persis berhalangan hadir.
Sebagaimana acara HIP sebelumnya, kali ini pun HIP digelar di Studio Radio Indraswara Majalengka dengan format dialog langsung antara narasumber dengan undangan yang hadir di studio serta lewat sms dan line telepon untuk para pendengar radio, dengan dipandu oleh seorang Host.
Diskusi diawali dengan pemaparan pandangan dari K. Andang Saiful Karim yang menyimpulkan bahwa berdasarkan ayat al Qur’an Surat Ali Imron ayat 118 dan Surat al Mumtahanah ayat 1, haram hukumnya menjadikan orang di luar orang beriman sebagai ‘bithonah’ dan ‘auliya’, artinya haram hukumnya menjadikan orang kafir, munafiq, yahudi, nashrani (selain orang yang beriman) sebagai teman karib, shahabat dekat, teman setia, dan teman kepercayaan. Maka haram menjadikan mereka sebagai teman dalam membicarakan permasalahan orang beriman, meminta petunjuk dan restu mereka serta bantuan dari mereka. Keterangan ayat ini menjadi petunjuk tegas akan keharaman menerima sebagai tamu apalagi dengan sikap memuliakan terhadap orang selain orang yang beriman. Dalam hal ini termasuk didalamnya menerima dan memuliakan Obama, presiden Amerika. Apalagi telah nyata-nyata bahwa kebijakan politik negara Amerika yang memerangi dan menjajah negeri-negeri kaum Muslim.
Sementara itu Ust. Mundzir Islam dari HTI Majalengka menguraikan lebih lanjut tentang pengkategorian orang kafir berdasarkan pembahasan ilmu fiqh, sekaligus sikap apa yang harus diambil oleh kaum Mukmin terhadap mereka. Secara garis besar orang kafir terbagi 2 (dua) yaitu kafir harbi (ahl al harb) dan kafir ahdi (ahl al ahd). Kafir harbi adalah orang kafir yang memerangi/terlibat peperangan dengan kaum Muslimin. Sementara itu kafir ahdi adalah orang Kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum Muslimin. Mereka terdiri dari Ahl ad-Dzimmah (Dzimmi), Ahl al-Hudnah (Mu’ahad) dan Ahl al-Aman (Musta’min).
Ahl ad-Dzimmah adalah orang-orang yang mempunyai jaminan tetap. Karena mereka telah mengadakan perjanjian dengan kaum Muslim dengan syarat: hukum Allah dan Rasul-Nya diberlakukan kepada mereka. Itu karena mereka tinggal di wilayah yang menerapkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Ahl al-Hudnah adalah mereka mengadakan perjanjian dengan kaum Muslim dengan syarat, mereka tetap tinggal di negeri mereka, baik dengan membayar harta atau tidak. Mereka juga tidak diberlakukan hukum Islam, seperti Ahli ad-Dzimmah, tapi mereka tidak akan memerangi kaum Muslim. Adapun Musta’min adalah orang Kafir yang datang ke negeri kaum Muslim bukan untuk menetap di sana. Mereka bisa dipilah menjadi empat: Duta, pedagang, orang yang meminta perlindungan hingga bisa mendengarkan Islam dan al-Qur’an; jika mau, mereka bisa masuk Islam, dan jika tidak, mereka bisa pulang ke negeri mereka, juga orang yang mencari kebutuhan dengan berkunjung maupun yang lain. Hukum bagi mereka adalah, mereka tidak boleh diusir, dibunuh dan diambil jizyah. Kepada orang yang mencari perlindungan tersebut boleh disampaikan Islam dan al-Qur’an; jika dia masuk Islam, maka itu haknya, namun jika dia lebih suka kembali ke tempat asalnya, maka bisa dikembalikan ke sana. Dia tidak boleh diapa-apakan sebelum sampai ke sana. Jika dia sudah sampai di tempat asalnya, maka kembali lagi menjadi Kafir Harbi (musuh), seperti sedia kala. Ahl al-Harb tidak boleh dibiarkan masuk negeri kaum Muslim sebagai pedagang. Jika mereka masuk tanpa jaminan keamanan (al-aman) dan risalah (sebagai duta), maka mereka bisa dirampas (hartanya). Jika mereka masuk dengan al-aman, dengan syarat membayar 1/10 lebih atau kurang dari harta mereka, maka boleh diambil. Jika masuk tanpa al-aman dan syarat, mereka harus dikembalikan ke negeri mereka. Dan tidak boleh dibiarkan melenggang di negeri kaum Muslim.
Jumhur fuqaha’ menyatakan, hukum asal hubungan Negara Islam dengan Negara Kafir -baik fi’lan maupun hukman– adalah hubungan perang. Hubungan damai antara Negara Islam dengan Negara Kafir bisa terjadi karena: perdamaian, Negara Kafir menjadi Islam, atau tunduk kepada Negara Islam. Sementara itu AS, termasuk Inggeris, dll. adalah negara Kafir Harbi Fi’lan, karena secara nyata memerangi negeri kaum Muslim, seperti Irak dan Afganistan, untuk dijajah. Konsekuensinya, tidak boleh ada hubungan diplomatik dengan negara-negara Kafir Harbi Fi’lan itu. Termasuk, tidak boleh ada konsul, duta dan perwakilan mereka di negeri kaum Muslim.
Oleh karena itu mengizinkan Obama datang ke Indonesia bukan saja mendatangkan mudarat bagi Islam dan kaum Muslim, tetapi juga bagi Indonesia. Lebih dari itu, ini juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap negeri-negeri kaum Muslim yang dijajah oleh AS, dkk. Maka, haram memberikan izin (al-aman) dan menerima kedatangan Obama.
Beberapa telepon dan sms yang masuk memberikan tanggapan yang senada dengan apa yang dipaparkan oleh kedua pembicara, bahkan lebih tegas menyitir ayat al Qur’an yang menegaskan tentang sikap Rasul SAW dan orang-orang yang bersama Beliau yang keras terhadap orang kafir dan segala bentuk kekufuran. Sekalipun ada juga telepon yang masuk yang memberikan pendapat agar kita sedikit berfikir positif dalam mensikapi rencana kedatangan Obama.
Setelah dialog yang cukup seru sepanjang berlangsungnya acara HIP ini, akhirnya disimpulkan oleh kedua pembicara bahwa sekalipun boleh jadi ada pandangan harapan positif terhadap rencana kedatangan Obama tersebut, namun ditinjau dari sisi statusnya sebagai kepala negara Muhariban Fi’lan menegaskan tentang status hukum haramnya menerima Obama sebagai tamu, disamping itu madharat yang ditimbulkan bagi kemaslahatan kaum Muslim sungguh sangat tidak sebanding dengan manfaat yang diharapkan dari kedatangan Obama.
Muhad-mudahan kesadaran politik umat semakin meningkat sehingga dapat mengungkap berbagai makar dan keburukan orang-orang kafir yang senantiasa memerangi umat Islam sepanjang masa, sehingga turunnya pertolongan Allah ini tidak perlu menunggu waktu lebih lama lagi. Insya Allah. (Humas HTI DPD II Kab. Majalengka)