Jakarta – Penundaan kedatangan Presiden AS Barrack Obama menjadi antiklimaks. Harus diakui, publik tersedot pemberitaan ihwal kehadiran Obama daripada persoalan krusial domestik. Siapa yang merugi?
Harus diakui, pemberitaan Obama dalam satu pekan terakhir ini memang cukup massif. Salah satu faktor yang muncul dikarenakan Obama pernah tinggal di Indonesia. Selain itu, kehadiran Obama mewakili negara adikuasa yaitu Amerika Serikat. Kegairahan publik ini juga tidak terlepas andil Istana yang acap menginformasikan ragam persiapan penyambutan Presiden ‘Barry’ itu.
Akibat pemberitaan terkait penyambutan Obama, isu-isu panas dalam negeri nyaris terabaikan. Sebut saja soal perjalanan kasus Century di KPK yang tak kunjung ada kemajuan, tersangkutnya sejumlah politisi lintas partai yang diduga menerima cek perjalanan dari Miranda S Ghultom, hingga isu panas soal markus di Polri yang digulirkan oleh Susno Duadji.
Direktur Reform Institute Yudi Latif juga menyoroti proses pemberantasan terorisme terkait penembakan mati Dulmatin yang didramatisasi menjelang kehadiran Presiden Obama serta saat Presiden SBY berkunjung ke Australia.
“Pemerintahan SBY sudah melakukan dramatorgi yang luar biasa dalam pemberantasan terorisme. Jadi penundaan kehadiran Obama sedikit banyak menganggu pencitraan SBY,” paparnya.
Menurut Yudi, sebagaimana informasi kepolisian, Dulmatin menyewa rumah di Pamulang sejak Mei 2009. Yang artinya, saat penangkapan di Ciputat, Dulmatin dibiarkan begitu saja sampai momentumnya pas.
“Artinya memang, kira-kira SBY ingin memberi kredit besar saat menerima kedatangan Obama dengan catatan prestasi yang membanggakan. Tapi tiba-tiba dua kali membatalkan. Itu tidak biasa dalam hubungan internasional,” ujarnya.
Selain persoalan itu, Yudi juga melihat, memang ada persoalan domestik Amerika Serikat sehingga Obama memundurkan kembali rencana lawatannya.
“Dalam Kenyataannya pemipin Indonesia menghadapi arus ketidakpercayaan publik yang luas. Kalau datang saat ini, Obama terasosiasikan menjadi becking SBY, ini akan merugikan citra Obama. Momen seperti saat ini tidak tepat bagi Obama, hingga kewibawaan pemerintahaan SBY kembali,” ujarnya.
Sementara pengamat politik internasional dari CSIS Kusnanto Anggoro dalam Dialog Kenegaraan di DPD RI, menuturkan, kehadiran Presiden Obama menjadi media ajang pencitraan politik oleh pemerintahan SBY.
“Istana dihadapkan pada sejumlah persoalan, seperti kasus Bank Century. Bisa saja kehadiran Obama menjadi politik pencitraan, sehingga kehadiran Obama menyita perhatian publik. Tidak ada yang salah,” ujarnya.
Dengan penundaan kehadiran Obama yang dijadwal ulang pada Juni mendatang, Kusnanto menegaskan, perhatian publik akan kembali pada persoalan domestik di Tanah Air seperti persoalan Century dan lain sebagainya. “Perhatian media akan kembali pada persoalan semula (Century dan masalah domestik lainnya),” tegasnya.
Kendati demikian, Kusnanto menilai, kegagalan Obama hingga dua kali berkunjung ke Indonesia juga menjadi kerugian bagi AS. Karena, secara bersamaan Obama gagal dalam meyakinkan masyarakat Indonesia yang mencurigai dirinya seperti dari kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Obama akan rugi, karena tidak bisa meyakinkan sikap masyarakat Indonesia yang mencurigai dirinya. Bisa juga, ini akan mempengaruhi citra Obama di mata negara-negara Islam,” imbuhnya.
Sejatinya, momentum kehadiran Presiden Obama ke Tanah Air akan membahas sejumlah persoalan penting. Terutama rencana penandatanganan comprehensive partnership AS-RI yang berisi enam item. Yaitu pendidikan, reformasi birokrasi dan demokrasi daerah, perubahan iklim global, perdagangan investasi, ketahanan pangan, serta keamanan bilateral.
Namun sayang enam poin penting itu nyaris tak terdengar di publik baik. Justru yang menonjol dalam penyambutan Obama adalah persoalan artifisial, seperti kemana Obama akan berkunjung? Bagaimana kesiapan Istana? Nyaris absen perdebatan maupun diskusi terkait enam isu penting tersebut. Lalu siapa yang merugi? (inilah.com, 20/3/2010)
yg rugi itu tetap indonesia-maksudnya rakyat indonesia-……..hehehehe..dah tau rugi msh mendekat aja ke negara penjajah itu..ampe skrg soal listrik aja blm merdeka (blm lg seabrek persoalan hdp rakyat lainnya, ntah kerja sama apa yg dilakukan dr duluuuuu. yg maju amerika, indonesia ntah dimana posisinya………ntah kepentingan siapa yg diurus dlm setiap lembar “kerja sama itu”..wallahu ‘alam
gak rugi,,,malah untung…
indonesia ga rugi lah, malah Dunia harus tau indonesia bukan hanya mayoritas muslim aja tapi mayoritas anti penjajahan terhadap semua bentuk…..