Sebuah pengadilan sipil Belanda menolak tantangan terhadap kekebalan PBB, berkaitan dengan upaya untuk membebani badan dunia itu tanggungjawab atas pembunuhan besar-besaran di Srebrenica pada saat perang Bosnia 1992-1995.
Pengacara yang mewakili 6.000 keluarga yang masih hidup dari korban Srebrenica telah mengajukan beberapa tantangan hukum di pengadilan Belanda terhadap negara Belanda dan PBB karena gagal mencegah pembunuhan di Srebrenica pada 1995 itu.
Tapi putusan pengadilan banding di Den Haag Selasa memperkuat putusan pengadilan yang lebih rendah Juli 2008 bahwa PBB tidak dapat dipanggil ke hadapan pengadilan.
Firma hukum yang mewakilii kelompok Mothers of Srebrenica itu menyatakan “ajaib” bahwa pengadilan banding telah memutuskan untuk mendukung kekebalan PBB tanpa pertama-tama mengajukan masalah itu pada Pengadilan Eropa (European Court of Justice) di Luksemburg.
“Pertanyaan tentang apakah PBB memiliki kekebalan mutlak adalah masalah prinsip ketika dilihat dari perspektif hak-hak sipil Eropa yang fundamental,” kata pengacara Marco Gerritsen dan Axel Hagedorn dalam sebuah pernyataan.
Salah satu dari hak-hak sipil itu adalah hak atas perlindungan hukum yang efektif dan keputusan terakhir akan tergantung pada Pengadilan Eropa, menurut mereka.
Gerritsen dan Hagedorn, dari firma hukum Van Diepen Van der Krouf Advocates, menegaskan mereka akan naik banding terhadap putusan di Mahkamah Agung Belanda Selasa itu, minta agar pengadilan itu merujuk masalah tersebut ke Pengadilan Eropa.
Sekitar 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia tewas di Srebrenica setelah pasukan Serbia Bosnia menyerbu wilayah kantung Muslim yang dilindungi PBB, tempat tentara penjaga perdamaian Belanda ditempatkan untuk melindungi warga sipil itu.
Dalam kasus yang diajukan oleh Bosnia, Pengadilan Keadilan Internasional memutuskan pada 2007, pembunuhan besar-besaran di Srebrenica itu merupakan genosida, atau pemusnahan secara teratur suatu suku bangsa.
Belanda menyatakan, tentaranya telah ditinggalkan PBB, yang tidak memberi mereka dukungan udara.
Putusan di Den Haag itu hanya berkaitan dengan masalah kekebalan PBB, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah negara Belanda juga memiliki kekebalan. (ANTARA, 31/3/2010)