JAKARTA -Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Sehingga peraturan tersebut sudah tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat lagi. “Menyatakan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia tahun 1945,” kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, ketika membacakan putusan uji materi UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang BHP dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), di ruang sidang pleno MK, Rabu (31/03).
Mahkamah menilai, kehadiran UU BHP justru melarang keberadaan perserikatan dan perkumpulan di bidang penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggara pendidikan harus dalam satu bentuk badan hukum tertentu saja. Hal ini jelas-jelas melanggar UUD 1945. “Sistem pendidikan nasional seharusnya memberi ruang kepada potensi yang masih eksis sebagai modal nasional dalam penyelenggaraan pendidikan,” ujar Hakim Anggota, Ahmad Fadlil Sumadi, saat membacakan putusan.
Dia kemudian menambahkan bahwa Mahkamah juga tidak menemukan alasan yang mendasar perlu adanya penyeragaman penyelenggara pendidikan menjadi badan hukum pendidikan. Alasan pengawasan yang diajukan oleh pemerintah, justru dinilai oleh Mahkamah sebagai usaha yang membuang-buang tenaga.
Ini karena praktek pengawasan membutuhkan waktu yang lama. “Pekerjaan ini dapat menyita perhatian pemerintah yang justru seharusnya difokuskan untuk berusaha membuka kesempatan agar warga negara dapat menikmati pendidikan secara luas,” kata Ahmad. Penyeragaman itu justru terkesan dipaksakan.
Pertimbangan lain yang mendasari keputusan MK adalah tidak jelasnya pencapaian dari UU BHP tersebut. Karena ketika UU ini dijalankan, perlu banyak perngorbanan yang dilakukan. Termasuk energi dan dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membentuk BPHPP (Badan Hukum Pendidikan Pemerintah) dan BHPPD (Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah). “Dengan adanya UU BHP, justru berpotensi menimbulkan persoalan baru dalam penyelenggaraan pendidikan,” kata Hakim Anggota, Hamdan Zoelva yang melanjutkan pembacaan putusan.
Kemudian, dari sisi UU Sisdiknas, MK memutuskan pasal 53 ayat (1) konstitusional bersyarat. Pasal ini merupakan embrio UU BHP. Frasa badan hukum pendidikan harus dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu.
Sedangkan penjelasan pasal 53 tersebut, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga tidak memiliki hukum mengikat.
Menanggapi keputusan tersebut, salah satu kuasa hukum pemohon, Taufik Basari, mengaku lega dengan keputusan MK tersebut. Karena selama ini, meski sudah ada rambu-rambu ketika harus ada BHP, semua itu justru dilanggar oleh pembuat UU BHP. “Kalau harus ada BHP, maka harus ada rambu-rambunya, tapi ternyata dilanggar,” ujarnya seusai sidang putusan itu. Menurutnya, UU BHP yang mengubah seluruh sistem pendidikan memang sejak awal sudah melanggar UUD 1945. (republika.co.id, 31/3/2010)
Memangnya pemerintah mau jadi penonton pa, lepas tanggung jawab ma nasib rakyatnya.
mau pinter kek ndak terserah.
dng BHP yang jelas yang kaya makin kaya yang miskin tetap miskin karena bodo nddak sekolah ndak kuat mbayar.
begini jika negeri muslim pake ajaran Kapitalisme.
duit-duit melulu yang di pikirin,
saatny kembali ke syari,at islam yang mencerdaskan umat manusia
assalmu ‘allaikum afwan kira-kira menurut ust yg di Hizb kenapa MK batalkan BHP?syukran
hati2..!
bukti UN, telah dianulir oleh MK. tapi ternyata tetep dilaksanain. syapa bisa jamin, bhp yg telah dibatalkan, instruksinya tidak berjalan di level bawah??????!!!
apalagi, pddk kita cenderung berorientasi bisnis..