Hikam: Intelijen Butuh Perlindungan Kewenangan Khusus

JAKARTA- Intelijen membutuhkan payung hukum untuk melakukan aktivitasnya. Koordinator Tim RUU Intelijen, Muhammad AS Hikam, menyatakan Badan Intelijen Negara (BIN) memiliki tugas negara yang sangat konkret.

“Tugas BIN bersifat confidential. Apalagi, paradigma intelijen untuk pertahanan negara. Ini perlu diatur dalam UU yang kuat,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (2/4).

Tugas ini menempatkan BIN dalam first line defense system. Artinya, intelijen harus dapat bergerak di tengah masyarakat dan di luar masyarakat secara baik.

RUU Intelijen harus memberikan ruang gerak yang cukup bagi BIN dalam melakukan aktivitas intelijen. Sifat rahasia dan akurasi menjadi faktor terpenting dalam tugas intelijen. Dengan pertimbangan ini, ruang gerak yang bebas merupakan kewenangan khusus yang harus diberikan kepada intelijen.

Menurutnya, isu terorisme merupakan contoh paling tepat untuk memahami pentingnya RUU Intelijen. Ancaman ini hadir di tengah masyarakat. Intelijen membutuhkan kewenangan khusus untuk membaca gerak terorisme sehingga dapat menutup kemungkinan terburuk. “Intelijen disini berfungsi sebagai early warning,” ungkapnya.

Di sisi lain, sejarah perjalanan intelijen di tanah air menorehkan trauma bagi masyarakat. Tugas intelijen yang terlampau kuat telah mengorbankan masyarakat. Sejumlah catatan pelanggaran HAM menjadi trauma bagi masyarakat.

Namun Hikam menilai, dengan adanya UU Intelijen, maka aktivitas intelijen yang brutal malah dapat dihindari. Karena UU ini akan memberikan kewenangan yang jelas bagi intelijen. “Perlindungan hukum oleh UU Intelijen diberikan kepada masyarakat maupun intelijen itu sendiri,” jelasnya.

Apalagi, lembaga intelijen di Indonesia cukup banyak. Kepolisian, Kejaksaan, Bea Cukai, dan TNI memiliki badan intelijen masing-masing. Agar tugas intelijen dapat bergerak efektif, maka perlu adanya koordinasi antarlembaga intelijen. Selama ini koordinasi hanya dilakukan melalui masyarakat komunitas intelijen.

“RUU Intelijen akan mengatur bagaimana koordinasi antarlembaga ini. BIN selaku intelijen negara dapat melakukan koordinasi ini, walaupun BIN dapat melakukan aktivitas sendiri. Karena user BIN merupakan presiden, sedangkan lainnya oleh pimpinan lembaga masing-masing. Jika TNI berarti adalah panglima,” jelasnya.  (mediaindonesia.com, 2/4/2010)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*