Setidaknya 16 orang meninggal dan puluhan terluka dalam kekerasan sporadis di ibukota Somalia. Pasukan Uni Afrika mengatakan bahwa mereka menggagalkan serangan bom truk bunuh diri di salah satu pangkalannya di dekat istana presiden.
Sementara ledakan sebuah ranjau telah mengakibatkan satu orang meningga dan delapan lainnya terluka dalam sebuah serangan yang tidak biasanya di sebuah masjid, di daerah kantong para milisi, di ibukota Mogadishu.
Saksi mata mengatakan bahwa ranjau itu meledak pada saat para jamaah shalat memasuki masjid Abu Hurairah di pasar Bakara, yaitu sebuah daerah yang oleh para milisi yang sedang memerangi pemerintah Somalia dan pasukan Uni Afrikan dijadikan sebagai pangkalannya.
Dalam perkembangan lain, warga di ibu kota mengatakan bahwa sembilan orang meninggal ketika mortir menghantam sebuah rumah di selatan kota, serta membunuh dua orang milisi, serta seorang prajurit pasukan pemerintah selama berlangsungnya pertempuran di dekat pasar Bakara.
Termasuk juga melukai dua pasukan perdamaian di bawah Uni Afrika ketika mereka berusaha memukul balik para penyerang sebelum penyerang menghantam pangkalan militer Uni Afrika dengan sebuah truk yang penuh dengan bahan peledak. Juru bicara pasukan Uni Afrika mengatakan bahwa tentara telah menggagalkan serangan dan menewaskan tiga orang milisi.
Gerakan Pemuda Mujahidin mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, yang targetnya adalah pangkalan baru Uni Afrika yang dibangun minggu lalu di daerah Shanjani di ibukota, di utara istana presiden.
Sementara pasukan penjaga perdamaian yang berada di bawah Uni Afrika terdiri dari tentara Uganda, dan pemerintah Burundi di Mogadishu. Dimana mereka bertugas menjaga lokasi-lokasi penting, seperti bandara dan pelabuhan.
Para milisi memerangi pemerintah Somalia sejak awal tahun 2007. Dan saat ini kelompok-kelompok milisi bersenjata sedang menguasai sebagian besar wilayah selatan dan tengah Somalia. Sementara kekuasaan pemerintah terbatas hanya dalam beberapa blok pemukiman warga di ibukota.
Dan sedikitnya 21.000 warga sipil telah meninggal sejak awal berlangsungnya bentrokan bersenjata. Bahkan kekhawatiran organisasi bantuan dan kelompok hak asasi manusia semakin besar dengan maraknya pengeboman sporadis. Sebagian telah menuduh para para milisi sebagai pihak yang melakukan kejahatan perang. (aljazeera.net, 28/4/2010)