Sri Mulyani: Jual Beli Kebijakan, dan Pejabat Publik pun Tergelincir

Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya mengakui pengunduran dirinya sebagai pejabat publik merupakan suatu kalkulasi politik. Pernyataan ini menjawab tabir penyebab mundurnya Menteri Keuangan terbaik versi Emerging Markets.

Dalam Kuliah Umum bertajuk “Kebijakan Publik dan Etika Publik”, Sri menuturkan keputusannya untuk hengkang ke Bank Dunia disesalkan banyak pihak. Tapi baginya, keputusan itu tak terlepas dari situasi politik terkini yang menyebabkan dirinya tak lagi dikehendaki untuk mengemban jabatannya.

“Sumbangan saya sebagai pejabat publik tak lagi dikehendaki dalam situasi politik dimana perkawinan keputusan itu begitu sangat dominan. Orang bilang kartel, saya bilang itu kawin,” kata dia di Hotel Ritz Carlton, Selasa (18/5).

Menurutnya, dengan semua episode yang terjadi di ruang publik, rakyat sebagai pemegang saham utama berhak memilih chief executive officer republik ini dan juga memilih orang-orang yang menjadi pengawas CEO. Proses ini, lanjut Sri, tak murah dan mudah. “Butuh biaya luar biasa. Apalagi (memilih) Presiden, dan tak bisa terbayangkan,” ujarnya.

Bahkan Sri yang telah dipilih dua periode Kabinet Indonesia Bersatu mengaku terkejut dengan besarnya biaya sebab menjadi beban personal. Besarnya biaya, ia gambarkan sangat tak masuk akal karena tak masuk perhitungan pengembalian investasi.

Untuk mendapatkan dana luar biasa itu, mau tidak mau, kandidat harus “berkolaborasi” dengan sumber finansial. Kandidat di tingkat daerah, tak mungkin kolaborasi pendanaan dibayar dari penghasilan. Satu-satunya cara yang memungkinkan yakni melalui jual beli kebijakan.

“Pertanyaan kita semua adalah dengan kebijakan yang mahal pasti akan dibalikkan kepada awal (biaya yang sangat mahal),” kata Sri. “Hasilnya adalah perkawinan, siapa yang akan mendapat kepentingan itu.”

Kebijakan publik untuk masyarakat, lanjutnya, dibuat oleh kekuasaan. Sehingga bahan utamanya yaitu kekuasaan yang amat mudah menggelincirkan pejabat publik. “Kekuasaan itu membuat korup,” katanya. (tempointeraktif.com, 18/5/2010)

5 comments

  1. Mahmud yunus

    pengakuan yang jujur , berharap yang ideal pada demokrasi hanya ILUSI dan itulah fakta demokrasi bu…hanya syariah wa khilafah tidak akan ibu temukan jual beli jabatan.

  2. kalo udah gitu,saya heran kok ibu ani seolah2 tidak mengetahui solusinya, padahal mungkin lewat website ini ibu akan mendapatkan pencerahan,apalagi kalo berinteraksi langsung dgn org2 HT yang saya tau berkomitmen untuk memperjuangan syariah dan khilafah, karena mereka yakin bahwa dgn itulah semua masalah yg dihadapi di negeri bahkan di dunia ini bisa terpecahkan…ya mungkin tinggal keseriusan kita bersama2 apakah mau berubah atau tidak…..serius nggak…

  3. kenapa baru ini ibu berbicara? curhat ya bu,padahal mayarakat hanya penonton yang bila cerita sedih ikut sedih,cerita lucu ikut ketw,iman tak ternilai dg harta

  4. M.Risnan Ramelan

    Kalau memang Ibu konsisten dg kejujuran dan keadilan maka SYARIAH DGN SISTEM KHILAFAHLAH solusinya, bukan yg lain.

  5. Makanya wahai orang orang yang merngaku islam dan beriman hanya kepada Allah daqn RosulNya kembaluil;ah kepada hukum asli ciptaan Allah. Karena Allah sangat mengenal mahlukNya yang bernama manusia. Kembali lah kepada syariat Allah. Hanya dengan syariatNya, Allah menjamin dan melindungi harta, kehormatan dan jiwa manusia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*