JAKARTA- Tak banyak bantahan soal masuknya Islam ke Indonesia. Mayoritas sejarawan mengungkapkan, Islam masuk di bumi Nusantara ini sejak abad ke-13 M. Pembawanya adalah para pedagang dari Gujarat, India.
Sambil berdagang, mereka menyebarkan Islam ke penduduk yang mereka singgahi. Adapun wilayah yang pertama kali disebut-sebut menerima Islam di Indonesia adalah Samudra Pasai dan Perlak di Aceh. Benarkah demikian? Pada tahun 1961, Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang akrab dipanggil dengan Buya Hamka, pernah menggugat masalah ini.
Menurut Buya Hamka, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari Makkah (Arab Saudi) pada abad ke-7 Masehi atau permulaan Hijriah, yang kemudian diikuti oleh pedagang Gujarat (India) abad ke-13 M, maupun Cina pada abad ke-10 M. Mereka (Arab, Gujarat, Persia, maupun pedagang Cina). Mereka bukanlah anggota misi penyebaran Islam, namun mempunyai kewajiban untuk mengenalkan Islam pada wilayah yang mereka datangi, termasuk Indonesia.
Ahmad Mansur Suryanegara, dalam bukunya Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, menyatakan, pendapat Hamka tersebut lebih menekankan pada peranan utama dari para penyebar Islam di Indonesia. Pendapat Hamka ini, sejalan dengan pernyataan TW Arnold dalam The Preaching of Islam: A History of the Propagantion of the Muslim Faith, dan JC van Leur dalam Indonesian: Trade and Society, serta Bernard HM Vlekke dalam Nusantara : A History of Indonesia, serta sejarawan dan tokoh Muslim lainnya seperti Crawfurd, Niemann, de Holander, Fazlur Rahman, dan Alwi Shihab.
“Sedangkan abad ke-13 itu, masuknya Islam lebih bercorak pada persoalan politik,” tulis Mansur Suryanegara, mengutip pernyataan Buya Hamka. Adapun mayoritas sejarawan, banyak mengutip pendapat Pijnapel yang kemudian diikuti oleh Snouck Hurgronje, Fatimi, Vlekke, Gonda, dan Schrieke (Drewes: 1985; Azra: 1999).
Hurgronje, seorang misionaris, mengatakan, Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Menurut teori ini, pedagang dari Gujarat yang berperan besar menyebarkan Islam ke Nusantara. Teori Gujarat ini masuk ke Indonesia dapat dilihat dari kesamaan ajaran dengan mistik yang ada di India.
Menurut Hamka, masuknya Islam ke Pulau Jawa bersamaan dengan masuknya Islam ke Sumatra, pada abad ke-7 M. Pandangan ini didasarkan pada berita Cina yang mengisahkan kedatangan utusan Raja Ta Cheh kepada Ratu Sima. Adapun Raja Ta Cheh ini, menurut Hamka, adalah Raja Arab dan khalifah saat itu adalah Muawiyah bin Abu Sufyan.
Peristiwa ini terjadi saat Muawiyah bin Abu Sufyan melaksanakan pembangunan kembali armada Islam. Ruban Levy dalam Social Structure of Islam memberikan jumlah angka kapal yang dimiliki Muawiyah pada tahun 34 Hijriah atau 654/655 M sebanyak 5.000 kapal.
Sedangkan bukti terbaru yang bisa dilacak dari masuknya Islam ke Indonesia adalah ditemukannya sejumlah harta karun di perairan Cirebon oleh PT Paradigma Putera Sejahetara (PPS) sebanyak 200 ribu benda bersejarah dari badan muatan kapal tenggelam (BKMT). Dari beberapa artefak yang ditemukan tersebut, terdapat sejumlah simbol keislaman berupa cetakan teks Arab bertuliskan khat Naskhi (model Mushaf Usmani) dan lainnya.
“Bukti dari Cirebon ini akan mengoreksi waktu kedatangan Islam hingga 300 tahun ke belakang,” jelas Kurt Tauchman, profesor emeritus dari Departemen Antropologi Universitas Cologne, Jerman. Disebutkan, kapal yang tenggelam di perairan Cirebon ini diperkirakan terjadi pada 920-960 M. Karena itu, bukti sejarah ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang jelas tentang sejarah Islam di Indonesia. (republika.co.id, 23/5/2010)