Komisi Perencanaan dan Pembangunan Israel di kota al-Quds telah mengadakan pertemuan pagi hari ini (21/6) untuk membahas rencana walikota pendudukan yang dinamakan dengan “Rencana Pengembangan Perkampungan Silwan”. Dan komisi menyetujui pembongkaran puluhan rumah Palestina yang berada di selatan Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak, serta mengusir para penghuninya. Semua itu dilakukan untuk membangun sebuah “Taman Nasional Taurat” di atas reruntuhan rumah-rumah warga Palestina
Pada saat yang sama Dewan Menteri Otoritas bertemu di Ramallah, dimana Dewan tidak ketinggalam “mengecam” pembangunan unit perumahan, serta menuntut pembukaan blokade Gaza. Bahkan Dewan memuji keputusan Komite Eksekutif yang menyerukan untuk pembentukan pengamat internasional di penyeberangan perbatasan dengan “Israel” guna menjamin pencabutan blokade, serta didampingi oleh aparat Otoritas. Sebagaimana pemerintah menekankan sikap Komite Eksekutif yang menyerukan perlunya memberikan negosiasi tidak langsung yang menjamin realisainya melalui pembentukan oleh “Israel” denga komitmen yang jelas, tidak hanya solusi dua negara. Namun dengan berbagai rujukan perdamaian yang telah ditetapkan oleh resolusi internasional dan inisiatif perdamaian Arab.
Ada tiga aspek yang perlu dikomentari terkait berita ini:
Pertama, tidak ada yang menghalangi entitas Yahudi dari melakukan aksi kejahatan yang diinginkannya, sekalipun potret kekejaman dan tidak bermoral yang dilakukannya baru-baru ini di depan seluruh dunia dengan terang-terangan. Oleh karena itu, selama zionis Yahudi aman dari hukuman, maka mereka akan terus-menerus melampiaskan kejahatannya di muka bumi; dan mereka akan tetap congkak dan sombong. Sehingga zionis Yahudi melihat aksi kejahatan dan pengusirannya terhadap warga Palestina, dan bahkan pembantaian sekalipun sebagai hal yang lumrah. Dan perilaku seperti ini sejalan dengan tujuan dan keberadaan mereka dalam hidup ini, sesuai visi “Yahudi”: “Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.” (TQS. Ali Imran [3] : 75).
Kedua, meskipun berbagai penyataan kutukan dan kecaman palsu atau buatan tidak lupa dilontarkan oleh Otorita dan pemerintah, namun tetap saja menekankan pentingnya untuk memberikan negosiasi sebagai dorongan kuat untuk mempertahankan dan menjaga sebagian kepentingannya. Bahkan mereka terus dengan negosiasi memalukan ini sekalipun dalam bayang-bayang kejahatan dan kekejaman Yahudi. Padahal negosiasi ini bagi Otoritas adalah sarana paling menghancurkan kehidupannya, dan tanpa melakukan negosiasi entitas Yahudi akan semakin mengecil dan menghilang.
Ketiga, di tengah-tengah pembicaraan kembali pengoperasian penyeberangan Rafah, Otoritas dan aparat keamanannya justru lebih sibuk mengusahakan penerapan konvensi 2005 daripada sibuk merealisasikan pembukaan penyeberangan Rafah secara nyata. Hal ini mencerminkan tingkat ketidakberdayaan, dimana mereaka lebih bersungguh-sungguh menjalankan peran menjijikkan untuk menjamin berfungsinya penyeberangan sesuai dengan keinginan Amerika dan Yahudi.
Sesungguhnya kejahatan Yahudi telah merata dan merajalela. Sementara para penguasa Muslim berdiam diri saja tanpa berbuat apa-apa; sedang ketundukan Otoritas sudah sampai pada puncaknya. Sekiranya bukan karena sikap para penguasa yang bediam diri saja, maka Yahudi tidak akan pernah berani melawan kaum Muslim, dan merebut tempat-tempat sucinya, seperti yang terlihat saat ini. Hal ini menegaskan bagi kaum Muslim bahwa tidak ada cara lain untuk menyelamatkan diri dari kejahatan Yahudi selain dengan Khilafah saja.
Sudahkah kaum Muslim melangkahkan kakinya menuju Khilafah rasyidah yang kedua, yang akan menghapus bencana Yahudi, dan memberinya pelajaran hingga membuatnya lupa akan bisikan setan yang menguasainya, dan yang mendorongnya melakukan berbagai pelanggaran dan kejahatan terhadap kaum Muslim, serta tempat-tempat suci mereka? (pal-tahrir.info, 21/6/2010).