Sembilan Balita Bogor Meninggal akibat Gizi Buruk .Fenomena balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bogor terus bertambah. Begitu juga dengan korban meninggal.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat pada Mei 2010, ada 314 balita yang mengalami gizi buruk dengan kasus lama sebanyak 181 dan baru sebanyak 133. Yang tercatat per Juni 2010, ditemukan 147 balita yang mengalami gizi buruk. Selama kurun waktu enam bulan di 2010, ada sekitar 9 balita meninggal karena gizi buruk.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlahnya mengalami peningkatan. Pada 2009, tercatat ada 308 kasus balita gizi buruk di Kabupaten Bogor.
Menurut Kepala bidang Binaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Dinkes Kabupaten Bogor dr Wiwik Widiastuti, kasus balita mengalami gizi buruk lebih banyak terjadi pada anak dari warga tidak mampu ekonominya alias miskin. Di Kabupaten Bogor, angka balita penderita gizi buruk terbanyak dijumpai di Kecamatan Citeureup sebanyak 11 balita, Kecamatan Ciampea, Tanjungsari, dan Cibungbulang masing-masing 10 balita, dan Ciomas 9 balita.
Tentang gizi buruk, katanya, ada beberapa kategori yakni kurus sekali, Marasmus, dan Kwashiorkor. Dia menerangkan, secara umum seorang balita baru bisa dikatakan mengalami atau menderita gizi buruk, apabila berat badan menurut tinggi badannya di bawah angka normal. Balita yang menderita Marasmus biasanya ditandai dengan wajahnya yang seperti orang tua, rambut kemerahan, dan pantat kendur. Kwashiorkor ditandai dengan muka membulat, pandangan mata sayu, dan rambut tipis. Dinkes Kabupaten Bogor mencatat data per 11 Juni 2010 menunjukkan, jumlah balita kurus sekali sebanyak 96 anak dan Marasmus sebanyak 44 kasus.
Tentang penyebabnya, Wiwik menjelaskan, gizi buruk terjadi karena balita yang tidak mendapat ASI eksklusif atau sudah mendapat makanan selain ASI sebelum umur enam bulan. Penyebab lainnya balita disapih sebelum umur dua tahun. “Tapi bisa juga karena balita menderita sakit dalam waktu lama seperti diare, TBC, dan batuk pilek,”katanya.
Wiwik menyebutkan, berdasarkan data yang tercatat, ada sembilan balita gizi buruk yang meninggal pada 2010. Soal banyaknya angka yang meninggal, menurutnya, terjadi bukan hanya pada saat mereka dirawat. Dia mengatakan, saat ini masih banyak orang tua yang enggan dan malu datang ke posyandu atau puskesmas.
“Kultur dan budayanya yang masih belum berubah. Padahal untuk ke posyandu atau ke puskemas, mereka tidak dipungut biaya. Menimbang tidak dikenai biaya. Begitu juga jika mereka dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Saat ini sudah tersedia Jamkesmas atau Jamkesda bagi keluarga miskin,” katanya,
Dengan kondisi seperti itu, lanjutnya, langkah lain pun kini dilakukan petugas posyandu. “Jemput bola istilahnya. Para petugas kini datang ke rumah masing-masing warga untuk memantau,” katanya.
Masa untuk penanganan balita yang mengalami gizi buruk paling lama 180 hari atau enam bulan. Pada saat itu, katanya, pemantauan dilakukan secara kontinyu. “Untuk makanan yang diberikan pun harus yang cair seperti bubur susu dan diberikan sedikit-sedikit tapi waktunya sering.” (media Indonesia.com; Sabtu, 03 Juli 2010)