Presiden dan anggota DPR rupanya sama-sama doyan ke luar negeri. Dalihnya bisa bermacam-macam. Presiden berdalih perjalanan itu sebagai kunjungan kenegaraan atau menghadiri pertemuan para kepala negara, sedangkan DPR berdalih studi banding.
Semua itu tidak menjadi soal jika kunjungan ke luar negeri itu sungguh-sungguh efisien dan efektif alias berguna bagi rakyat negeri ini. Efisiensi dan efektivitas kunjungan mereka menjadi penting sebab biaya yang mereka gunakan untuk mengongkosi kunjungan itu berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang notabene duit rakyat.
Menurut hitung-hitungan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), sepanjang 2005 hingga 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghabiskan lebih dari Rp813 miliar untuk kunjungan ke luar negeri. Itu artinya, presiden menghabiskan anggaran Rp162 miliar per tahun untuk kunjungan ke luar negeri.
Anggaran sebesar itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran yang dihabiskan oleh Presiden Abdurrahman Wahid untuk kunjungan ke luar negeri yang hanya Rp48 miliar selama masa dua tahun pemerintahannya. Anggaran perjalanan Presiden SBY ke luar negeri jauh lebih tinggi lagi dibandingkan anggaran yang dihabiskan Presiden Megawati yang hanya Rp48,8 miliar selama tiga tahun masa pemerintahannya.
Kunjungan terakhir Presiden SBY ke Toronto, Kanada, untuk menghadiri KTT G20, misalnya, banyak kalangan mempertanyakan kegunaannya untuk Indonesia. Sejumlah ekonom menyangsikan manfaat G20 bagi Indonesia, kecuali menambah beban utang luar negeri.
Anggaran kunjungan anggota DPR ke luar negeri untuk tahun 2010 mencapai Rp122 miliar. Jumlah itu meningkat 30 persen dibanding anggaran kunjungan ke luar negeri anggota DPR tahun 2009. Bandingkan dengan anggaran DPR untuk bencana alam yang hanya Rp8 miliar.
Publik tak pernah tahu apa manfaat kunjungan DPR ke luar negeri. Bahkan, DPR cenderung menutup-nutupi agenda maupun hasil kunjungan mereka seolah itu kunjungan intelijen yang harus dirahasiakan.
Semua kunjungan ke luar negeri itu menelan uang besar, dan seharusnya dijelaskan kepada publik apa hasilnya yang diperoleh bagi kepentingan bangsa dan negara. Tanpa akuntabilitas publik, maka jangan heran bila ada kalangan yang menyimpulkan bahwa kunjungan presiden dan DPR ke luar negeri sebagai pemborosan belaka.
Padahal, untuk beranjak dari negara berkembang menuju negara makmur, negara ini harus melakoni kultur hidup hemat. Sebab, kata pepatah lama, hemat itu pangkal kaya.(mediaindonesia.com, 10/7/2010)
Pemimpin macam apa pak esbeye ini.. ?
miliaran rupiah hanya untuk jalan2 ke luar negeri
sementara rakyat di dalam negeri sengsara karena TDL naik,
tabung elpiji meledak, bayi busung lapar, lakalantas……. masyaallah… Zhalim.. sungguh zhalim…!
Ya..Rabb… kelurkan kami dari mulkan jabbariyan sang penghisab darah rakyat dengan kemunculan cahaya Khilafah ‘ala minhaji nubuwwah. Allahu Akbar
SBY .. bisanya ngomong doang..
Manis di mulut..
Tapi tidak ada tindakan konkrit..