Jayapura – Islam sebagai sebuah sistem kehidupan mampu mencegah segala bentuk pornografi secara komprehensif, kata Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Papua, Rofiah Ulinuha di Jayapura, Sabtu.
Dia mengatakan, kekomprehensifan sistem Islam dalam mencegah pornografi terletak pada batasan yang jelas tentang pornografi sehingga tidak menimbulkan perdebatan.
Selain itu, pelarangan pornografi dalam ajaran Islam tidak hanya berlaku untuk anak-anak, tapi juga bagi orang dewasa.
Menurut Rofiah, pornografi adalah segala jenis tulisan, gambar, suara dan bunyi yang melanggar ketentuan syariat Islam mengenai aurat, hubungan seksual serta larangan untuk memberi stimulan seksual dalam kehidupan umum.
“Dalam Islam penjelasan mengenai aurat sangat jelas. Untuk laki-laki bagian tubuh yang tidak boleh tampak adalah dari pusar hingga lutut. Sedangkan untuk perempuan harus menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan yang boleh terlihat,” jelas Rofiah.
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak pornografi tidak hanya menimpa anak-anak yang belum memiliki pemahaman tentang hal tersebut, melainkan juga pada semua orang.
Dalam sistem pergaulan yang saat ini berlaku di masyarakat, kata Rofiah, mengonsumsi pornografi bagi orang dewasa masih diperbolehkan dalam kehidupan pribadi sebagai salah satu bentuk kebebasan individu.
Padahal, menurut dia, aktivitas tersebut bisa menjadi sumber kerusakan generasi di masa mendatang baik dipandang dari segi agama, moral maupun sosial.
“Para ahli syaraf dan psikolog menjelaskan bahwa pornografi bisa menimbulkan `kecanduan` seperti pada narkoba sehingga bisa merusak fungsi dan struktur otak. Hal ini akan mengurangi produktivitas kerja bahkan membahayakan masyarakat karena menjadi pemicu terjadinya pemerkosaan atau tindak kekerasan seksual lainnya,” kata Rofiah.
Masalah pornografi diatur dalam Undang-undang nomor 44 tahun 2008. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. (ANTARA, 17/7/2010)