Gulistan, Ratusan wanita yang telah berkeluarga di Uzbekistan dimandulkan paksa oleh negara demi mengerem lonjakan penduduk. Sterilisasi secara paksa ini dilakukan oleh para tenaga kesehatan secara diam-diam atas perintah sang penguasa.
Uzbekistan yang negaranya seluas Irak ini memiliki 27 juta penduduk. Negara bekas Uni Soviet ini memang salah satu negara yang mengalami lonjakan pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia.
Pemerintah Uzbekistan pimpinan Presiden Islam Karimov telah bertekad untuk mengendalikan jumlah penduduk untuk menekan angka kemiskinan dan pengangguran. Tekanan ekonomi dan lingkungan yang parah ini telah memicu eksodus migran Uzbekistan ke Rusia atau negara-negara lain.
Saat masih di bawah Uni Soviet, rata-rata perempuan Uzbekistan memiliki 4-5 anak. Namun angka kelahiran itu terus menurun sejak pemerintah menggenjot kampanye sterilisasi di akhir tahun 1990-an.
Pemerintah melalui Departemen Kesehatan memerintahkan semua fasilitas medis untuk ‘mengontrol penuh dan memeriksa para wanita usia subur’.
Angka kelahiran perempuan Uzbekistan kini hanya 2,3 anak. Tapi angka ini dinilai belum berhasil karena pemerintah punya target untuk menekan angka kelahiran tiap perempuan subur hanya 2,1 anak.
Penelusuran kantor berita AP, seperti dikutip detikHealth dari msnbc.com, Senin (19/7/2010) menemukan korban pemandulan paksa.
Seorang wanita bernama Saodat Rakhimbayeva, ibu muda berusia 24 tahun menjadi korban pengereman jumlah penduduk. Saodat pada Maret 2010 melahirkan bayi prematur bernama Ibrohim yang meninggal 3 hari kemudian.
Kematian anaknya sudah direlakan oleh Saodat namun yang membuatnya terpukul karena mengetahui dirinya tidak akan bisa hamil lagi setelah dokter mengangkat rahimnya tanpa persetujuan dirinya.
Dokter yang melakukan operasi beralasan pengangkatan rahim dilakukan karena ada kista yang berpotensi menjadi kanker sehingga rahimnya harus segera diangkat.
Namun Saodat tidak mempercayai informasi dari dokter, dia menuduh dokter telah melakukan sterilisasi paksa sebagai bagian dari penurunan jumlah penduduk.
“Dia tidak pernah meminta persetujuan saya, saya dimutilasi seolah saya adalah binatang bisu,” kata Saodat dengan wajah pucat dan terlihat rapuh saat bercerita kepada wartawan AP di sebuah kafe di pusat kota Uzbekistan.
“Kalau tahu begini lebih baik saya mati saja bersama Ibrohim,” katanya.
Yang lebih tragis, kini sang suami pun berniat untuk meninggalkannya. Suaminya, Ulmas (29 tahun), yang bekerja sebagai sopir sedang mengurus proses cerai mereka. Suaminya mengatakan tidak ingin hidup dengan perempuan mandul.
“Dia bahkan menyalahkan saya. Sekarang saya tidak punya harapan untuk memiliki anak, tidak punya pekerjaan dan tanpa masa depan,” kata Saodat yang pernikahannya dijodohkan oleh orangtuanya pada tahun 2008.
Kelompok hak asasi manusia sudah mengecam tindakan pemandulan secara paksa ini yang membuat ratusan wanita menjadi korbannya. Ketua lembaga HAM Najot di Uzbekistan Khaitboy Yakubov menuding pemerintah telah melampaui batas kekuasaannya yang membuat dokter dan tenaga kesehatan harus melakukan sterilisasi di bawah tekanan.
Beberapa petugas kesehatan yang namanya tidak mau disebut mengatakan mereka tidak berdaya menolak perintah penguasa dan mengatakan pemerintah juga sangat bersemangat mensterilkan perempuan yang mengidap HIV, TBC atau kecanduan narkoba. (detik.com, 19/7/2010)
Astagfirullahal adzim, pemerintah yang sangat dzolim. Ya rabb, berilah kesadaran pada mereka untuk meyadari kesalahan tersebut. berilah juga kesadarn pada mereka untuk kembali pada syariatMu, yaitu mereka menyadarisyariatMu untuk seluruh permasalahan hidup, amiin, amiin, amiin.
Dan Berilah kekuatan untuk para korban dan pejuang agar bisa berdawah pada syariatMu, amiin, amiin, amiin.