Aktivis Norwegia mengklaim bahwa sebagian besar Hadiah Nobel Perdamaian diberikan pada orang yang salah, termasuk almarhum pemimpin Palestina Yasser Arafat, mantan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, dan Presiden Israel Shimon Peres.
Fredrik Heffermehl, seorang aktivis perdamaian dan pengacara Norwegia mengatakan bahwa lebih dari separuh Hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan sejak tahun 1946 adalah ilegal, karena mereka tidak memenuhi persyaratan sang milyuner dan penemu dinamit, Alfred Bernhard Nobel.
Fredrik Heffermehl, yang juga seorang pengacara itu mengatakan bahwa semuanya, kecuali satu dari 10 hadiah yang diberikan dalam 10 tahun terakhir, yakni sejak tahun 1999, adalah ilegal berdasarkan perundang-undangan Norwegia dan Swedia.
Surat kabar “The Independent on Sunday” meramalkan bahwa pandangan Heffermehl yang sebelumnya telah menimbulkan kontroversi ketika bukunya yang berjudul “Nobels Vilje, surat wasiat Nobel”, yang diterbitkan di Norwegia pada tahun 2008, kemungkinan akan menjadi perdebatan panas bulan Agustus depan ketika Greenwood Press menerbitkan buku “Picking Up the Peaces: Why the Nobel Peace Prize Violates Alfred Nobel’s Will and How to Fix It; Pemberian Hadiah Perdamaian: Mengapa Hadiah Nobel Perdamaian Melanggar Surat Wasiat Alfred Nobel, Dan Bagaimana Cara Memperbaikinya?”
Heffermehl menekankan dalam bukunya bahwa menurut surat wasiat Nobel seharusnya Hadiah Nobel Perdamaian diberikan kepada individu-individu yang telah terlibat dalam perjuangan untuk mengakhiri perang melalui perintah internasional yang berdasarkan hukum dan penghapusan pasukan militer.
Dalam pandangan aktivis Norwegia ini bahwa sedikit sekali di antara mereka yang telah memenangkan Hadian Nobel baru-baru ini, yang bisa dianggap sebagai individu yang terlibat dalam usaha-usaha ini.
Mungkin yang sangat mengejutkan adalah bahwa ada beberapa nama yang oleh Heffermehl diklaim tidak layak menerima hadian kehormatan ini.
Di antara mereka itu adalah seorang biarawati yang terkenal, Ibu Teresa (memenangkan hadiah pada tahun 1979); mantan presiden Polandia, Lech Walesa (1983); Yasser Arafat, Shimon Peres dan Yitzhak Rabin (1994); dan aktivis hak asasi manusia Iran, Shirin Ebadi (2003); Ilmuwan Kenya, Wangari Maathai mendapat Hadiah Nobel dalam Ilmu Lingkungan (2004); dan mantan wakil presiden AS, Al Gore (2007).
Sementara tesk surat wasiat Alfred Nobel, tanggal 27 November 1895, menetapkan tentang penyaluran sejumlah besar harta untuk sanak saudaranya, teman-temannya, para pelayannya. Dan ia menganggarkan sebagian besar hartanya untuk memberikan penghargaan yang memakai namanya.
Dalam surat wasiat itu ditetapkan syarat-syarat bagi yang berhak mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian, di antaranya adalah “Orang yang mengerahkan segenap kemampuannya atau melakukan akvitas terbaik untuk mewujudkan perdamaian antar umat manusia, penghapusan atau pengurangan tentara yang ada, dan mengadakan atau mempromosikan konferensi perdamaian.” (mediaumat.com, 26/7/2010)