Bandung, HTI Press– Lebih dari 2000 orang menghadiri Konfrensi Islam 1431 H, yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) DPD I Jawa Barat, bertempat di GOR Bandung Jl. Jakarta, Minggu (25/7). Konferensi tersebut mengangkat tema “Hizbut Tahrir Menjawab: Solusi Islam untuk Krisis Indonesia dan Internasional”.
Acara yang dihadiri oleh para tokoh umat, akademisi, praktisi, dan ulama ini berlangsung sejak Pukul 08.30 hingga 11.50. Hadir sebagai pembicara antara lain: DR. Arim Nasim, SE, M.Si membahas mengenai solusi Islam untuk permasalahan ekonomi, H. Budi Mulyana, S.I.P membahas mengenai bagaimana solusi Islam untuk permasalahan politik luar negeri, dan Luthfi Afandi, S.H membahas mengenai solusi Islam untuk masalah politik dalam negeri.
Sebelum acara dimulai, peserta disuguhi dengan tayangan film yang menggambarkan tentang kondisi dunia Islam yang terus-menerus ditimpa berbagai penderitaan, setelah runtuhnya Khilafah Islamiyah tahun 1924.
Menurut Ketua DPD I Jabar, Muhammad Ryan, S.Sos, M.Ag, acara ini bertujuan untuk menyadarkan umat khususnya para tokoh ummat, akan kewajiban besar untuk menegakkan hukum-hukum Allah melalui penegakkan Khilafah Islamiyah.
“Hizbut Tahrir tidak bisa berjuang sendirian, perlu mendapatkan dukungan umat. Oleh karena itu, Hizbut Tahrir berada di tengah-tengah umat dan mengajaknya untuk bersama-sama berjuang menegakkan kewajiban agung ini,” tegasnya, saat penyampaian opening speech.
Peserta begitu antusias mengikuti jalannya konfrensi. Gema takbir begitu membahana dan tak jarang diikuti dengan teriakan “Khilafah, Khilafah, Khilafah!”, mengiringi paparan yang sedang disampaikan oleh masing-masing pembicara.
Dalam paparannya, Arim Nasim menjelaskan bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini diterapkan merupakan sumber dari kemiskinan di Indonesia dan dunia Islam pada umumnya.
“Bahkan ekonomi Indonesia itu lebih ‘kapitalis’ daripada Amerika sendiri. Bayangkan saja, ketika banyak subsidi seperti pupuk, pertanian dan sebagainya di Indonesia dicabut atau dikurangi oleh pemerintah, justru Amerika sendiri menggelontorkan subsidi besar-besaran untuk dunia pertanian mereka,” tegasnya.
Sementara itu, Budi Mulyana menjelaskan bahwa politik luar negeri Islam dengan konsep dakwah dan jihad, bukanlah untuk menjajah negara-negara lain. Penaklukan Islam, menurut Budi, tidak ditujukan untuk mengeksploitasi kekayaan negara tersebut sebagaimana penjajahan yang dilakukan oleh dunia Barat dan Eropa.
“Politik luar negeri Islam, dakwah dan jihad, bukanlah untuk mejajah melainkan untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama manusia menuju penyembahan hanya kepada Allah, dari kesempitan dunia menuju ke keluasannya, dan dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam,” paparnya.
Pembicara terakhir, Luthfi Afandi, memaparkan mengenai kebobrokan sistem demokrasi yang saat ini diterapkan di Indonesia. Luthfi menegaskan, bahwa demokrasi adalah sistem kufur yang sangat berbahaya. Dikatakan sistem kufur, karena secara normatif bertentangan dengan Aqidah Islam. Dan dikatakan berbahaya, karena secara empiris terbukti menimbulkan banyak bahaya (dharar) bagi umat Islam. Ironisnya, menurut Luthfi di negeri yang mayoritas beragama Islam seperti Indonesia, demokrasi justru dipuja, dijadikan sebagai pedoman hidup dan bernegara seperti layaknya agama, padahal Allah SWT mengingatkan dalam Alqur’an Surat An-Nisa ayat 60:
ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيدا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”.
Ia pun membantah dengan tegas setiap argumen yang menyamakan Islam dengan demokrasi. “Demokrasi tidak bisa disamakan dengan Islam hanya karena sama-sama terdapat musyawarah, karena landasan musyawarahnya pun berbeda. Dalam Islam yang sudah jelas haram tidak bisa dimusyawarahkan lagi. Apakah Anda mau dikatakan monyet hanya karena sama-sama punya tangan dan jari?”, tegas Luthfi dengan berapi-api yang diikuti dengan laungan takbir oleh para peserta.
Sebelumnya, Hizbut Tahrir secara global telah menggelar Konferensi Media di Beirut Libanon yang membahas Sikap Hizbut Tahrir atas Krisis Regional dan Internasional. Selain itu, di beberapa negara Hizbut Tahrir menggelar berbagai macam acara penyadaran dan seruan penegakkan Khilafah sebagai solusi tuntas atas persoalan dunia. [Risky & Iman, Kantor Humas HTI Jabar]
Subhaanallaah…!
Sip banget acaranya…ALLAHU AKBAR! menggema dari Jakarta hingga GOR Bandung Jl. Jakarta.
Gema penegakan khilafah sdh tdk terbe dung, ayo kt perjuangkan bersama, tunggu apa lg wahai umat islam…