Jakarta,-Lain dari biasanya, kajian Islam (dirasah Islamiyah) bulanan yang digelar kali ini seakan-akan khusus dipersembahkan kepada sekitar seratus warga Ciputat, Pamulang, dan Tanjung Priok yang hadir dan siap mengaji dan berjuang bersama HTI.
Tema yang diangkat pun sangat bombastis, yakni Bedah Tuntas Bentuk Pemerintahan Khilafah Islamiyah. Jelas tidak mungkin dapat memahami bentuk pemerintahan Khilafah Islam secara tuntas hanya dalam dua jam saja.
Maka harus ada kajian secara khusus kitab yang membahas masalah tersebut secara kontinyu, di antaranya ialah dengan mengkaji kitab Ajhizah ad Dawlah al Khilaafah. Kitab yang dikeluarkan Hizbut Tahrir itu kini sudah diterjemahkan dengan judul Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Andministrasi).
Untuk memastikan apakah para peserta benar-benar ingin bergabung dan mengkajinya, maka Kiai Yasin Muthohar, DPP HTI, menanyakan kesiapan mereka. “Siap mengkajinya?” tanya sekretaris MUI Banten itu. Dengan antusias para peserta pun kompak menjawab, “Siaaap!”
Pada kesempatan yang sama, KH Hafidz Abdurrahman, Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI, menjelaskan bahwa Sistem Pemerintahan Islam alias khilafah itu berbeda 180 derajat dengan sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun ada beberapa kemiripan tetapi tetap keduanya tidak bisa dipersamakan.
Salah satu perbedaan yang mendasar adalah sistem khilafah ditegakkan dalam rangka menerapkan seluruh perintah dan larangan Allah SWT sedangkan sistem demokrasi ditegakkan untuk menjalankan aturan yang dibuat oleh manusia.
Tapi ada saja yang mempersamakan keduanya. Salah satu dalihnya ialah di kedua sistem itu ada musyawarahnya. Padahal dalam Islam, musyawarah atau suara mayoritas boleh diambil bila terkait dengan hal-hal yang hukumnya mubah sedangkan dalam demokrasi suara mayoritas digunakan dalam semua permasalahan.
“Karena demokrasi tidak mengenal wajib atau haram!” tegasnya.
Para peserta yang memadati ruangan hingga sebagian duduk di tangga masuk itu pun merasa puas dan tercerahkan. “Acara ini bagus sekali!” ujar salah satu peserta H Lahmudin Amin BA, usai kajian tersebut kepada mediaumat.com, Sabtu (24/7) siang di lantai III Kantor DPP HTI, Crown Palace, Jakarta Selatan.
Ia mengakui selama mengajar pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah, buku-buku yang dijadikan rujukannya itu tidak menggambarkan secara utuh atau tegas sistem khilafah itu seperti apa, sehingga para guru dan termasuk dirinya ketika mengajar sering mencampurkan sistem pemerintahan Islam itu dengan demokrasi.
“Alasannya karena sama-sama ada musyawarahnya!” ujar pensiunan Guru Agama MTs Negeri 3 Pondok Pinang Jakarta Selatan itu.
Namun pandangannya berubah setelah mengikuti kajian yang diadakan HTI. Dengan adanya penerangan-penerangan dakwah dari Hizbut Tahrir ini Lahmudin pun akhirnya mengerti ternyata Khilafah Islam itu jauh berbeda dengan demokrasi.
“Saya setuju sekali dengan pendapat yang dibawa Hizbut Tahrir ini!” tegas lelaki yang meskipun sudah sepuh tetapi dengan semangat menyatakan siap bergabung dan berjuang bersama HTI itu.[] joko prasetyo
SUBHANALLAH….
SubhanaLLAH…
Semoga Ikhlas dan Istiqomah.
In tashuruLLAHA Yanshurkum wa Yutsabbit aqdamakum
ALLAHUAKBAR..
Alhamdulillah