Semua Berawal dari Demokrasi, Sistem “Gombal Mukiyo”

HTI Press. Derita demi derita mendera umat negeri ini. Mulai dari mahalnya biaya kesehatan, program jamkesmas tidak bisa memenuhi layanan kesehatan yang baik, hingga obat obatan tak terjangkau harganya. Biaya pendidikan yang super mahal. Kalau mau kuliah ke perguruaan tinggi negeri pun juga tidak bisa karena perguruan tinggi negeri sudah dikomersilkan. Diawal bulan April pemerintah menaikkan harga pupuk urea sebesar 50% kepada rakyatnya yang notabene mayoritas rakyat negeri ini adalah petani.

Seakan belum cukup, pemerintah juga menaikkan Tarif Dasar Listrik TDL yang berimbas pada kenaikan harga barang-barang lainnya, pemutusan hubungan kerja dan pengangguran tak terpelakan lagi. Ancaman bom molotop melon tak kalah mengerikan. Tabung gas elpiji 3 kg meledak dimana-mana, merata hampir diseluruh daerah di Indonesia. Kerugian materi tidak sedikit jumlahnya. Korban jiwa, luka, rumah, harta dan  benda hangus hanya dalam waktu sekejap.

Dalam upaya mencari solusi atas problematika yang terus menerus mendera umat negeri ini, Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Jateng menyelenggarakan serangkaian kegiatan. Diawali dengan jumpa insan media, bertempat di Rumah Makan Padang Nusantara Semarang pada hari sabtu 24 Juli 2010. Kegiatan yang dipandu langsung oleh Ketua HTI DPD I Jateng Ir. Abdullah MT ini mengambil tema “Islam Solusi krisis energi (TDL dan LPG) serta problematika Indonesia dan Dunia. Kali ini media yang berkenan hadir antara lain TV Borobudur, Cakra Semarang TV, TV-KU, RRI pro 1, Radio Idola, Harian Wawasan, Harian Semarang, ANTARA, Berita21, serta perwakilan media Al-waie dan media umat.

Selang satu hari, yakni pada hari ahad 25 Juli 2010 digelar Workshop Intelektual bertempat di kantor Lemlit komplek Gedung Widya Puraya Undip. Kegiatan yang dihadiri para dosen dan peneliti ini menghadirkan Ir Dwi Condro Triono sebagai pembicara tunggal. Para intelektual muslim sepakat dan bersedia untuk diadakan kajian yang semisal.

Masih pada hari yang sama, gelaran Seminar Nasional yang mengambil tema HIZBUT TAHRIR MENJAWAB: Solusi Islam Untuk Krisis Indonesia dan Internasional, diselenggarakan di Aula Balaikota Semarang. Muhammad Sholahuddin, SE, MSi, Direktur Pusat Studi Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta sengaja dihadirkan sebagai pembicara pertama. Selaku pembicara kedua dalam kegiatan ini adalah Harits Abu Ulya, Ketua lajnah Siyasiyah DPP HTI.

Disesi pertama, Sholahuddin menjelaskan bahwa seluruh problematika yang terjadi dinegeri mayoritas muslim ini sepenuhnya akibat pemimpin yang tidak amanah dan sistem yang bobrok, yakni sistem kapitalisme dan sekulerisme. Asas sistem ekonomi kapitalis adalah pandangan individualis yang muncul dari akidah kompromi “pemisahan agama dari kehidupan –sekulerisme-. Pandangan individualis didalam sistem ekonomi membuat perancang sistem ekonomi memberi kebebasan kepada individu dalam hal kepemilikan, pengembangan kepemilikan dan pengelolaan serta pemanfaatan kepemilikan. Maka cabang-cabang ekonomi lahir dan dibangun di atas pandangan yang keliru tersebut. Dimana individu mendirikan bank ribawi raksasa bertolak dari kebebasan kepemilikan itu. Demikian pula mereka mendirikan perusahaan kapitalis raksasa. Kemudiaan perusahaan-perusahaan raksasa dan bank-bank raksasa itu mengendalikan pasar dan kekayaan serta melahap perusahaan-perusahaan kecil, persis sebagaimana ikan paus melahap ikan-ikan kecil.

Mengawali sesi kedua, pembicara dari DPP HTI disambut dengan padamnya instalasi listrik. “Inilah paradoks kapitalisme, walau TDL sudah dinaikkan listrik tetep aja byar pet, ujar Ketua Lajnah Siyasiah DPP HTI. Masih menurut Harits, semua problematika berawal dari demokrasi. Beliau menjelaskan beberapa paradoks demokrasi. Lihatlah, bagaimana bisa diharap ada keadilan bila lembaga legislatif yang notabene wakil rakyat justru banyak membuat undang – undang dan peraturan seperti UU Migas, UU Kelistrikan dan lainnya yang jelas-jelas merugikan atau mengancam kepentingan rakyat. Undang – undang itu semua sangat berbau neo-liberal.

Disisi lain, demokrasi yang dekat dengan semboyan “kebebasan, persamaan dan persaudaraan” dalam prakteknya memunculkan banyak ironi. Buat kaum minoritas muslim, kebebasan dan persamaan itu tidaklah berlaku. Pelarangan burqa di Perancis, pembangunan menara mesjid juga tidak boleh. Amerika Serikat yang membangga-banggakan diri sebagai Negara paling demokratis di dunia dan pejuang HAM yang hebat justru banyak sekali melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai – nilai yang didengungkan itu. Adalah AS yang secara brutal menghancurkan Negara seperti Irak, dan Afghanistan. AS dan Negara barat juga menolak kemenangan Hamas di Palestina dan FIS di Aljazair yang dicapai melalui jalan demokrasi.

Jadi, benar bahwa problema politik, ekonomi, sosial, budaya semua berawal dari demokrasi, sistem “gombal mukiyo”, yang tragisnya justru dianggap sebagai sistem politik yang paling baik. Sebagai gantinya adalah Sistem Islam yang dibingkai dalam institusi Daulah Khilafah. Sistem yang akan membawa rahmat didunia dan akhirat.(tedjo/Ilamiyah)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*