Pembangunan gedung megah DPR RI bukan kebutuhan mendesak. Ini makin menambah panjang daftar skandal moral para anggota DPR RI, seperti suap, korupsi, perselingkuhan, penghamburan uang rakyat berkedok studi banding, titip tandatangan hadir sidang, kerakusan dan kebiadaban perangai lainnya.
Hal itu disampaikan Dr. Sofjan Siregar, MA di Den Haag dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu malam atau Kamis pagi (2/9/2010) WIB.
“Hampir setiap hari semua kebobrokan mereka tunjukkan terang-terangan seperti terekspos media di tanah air. Hal ini terjadi pada semua parpol, baik dari parpol nasionalis maupun parpol Islam,” ujar Sofjan, pengajar pada Universitas Islam Eropa di Rotterdam.
Terkait penghamburan uang rakyat untuk rencana pembangunan gedung baru yang mau dilengkapi fasilitas spa segala, menurut Sofjan, DPR selalu mencari pembenaran dengan alasan bahwa proyek tersebut sudah dianggarkan dalam APBN tahun lalu.
“Alasan Ketua DPR RI Marzuki Alie bahwa pembangunan gedung baru itu merupakan reformasi DPR, sungguh merupakan kebodohan sekaligus pembodohan politik publik. Karena reformasi bukan pada gedung, tapi pada sistem, birokrasi, sikap dan perangai anggota DPR,” tandas Sofjan.
Lanjut Sofjan, nampaknya logika dan cara pikir Marzuki Alie sudah rusak, karena mengaitkan reformasi dengan benda mati dan bangunan gedung. Padahal reformasi itu tidak ada kaitannya dengan benda, tapi dengan perbaikan sikap dan kinerja manusia anggota DPR RI. Bukan gedungnya!
Diingatkan bahwa Indonesia sama sekali tidak memerlukan gedung baru DPR. Gedung baru bukan kebutuhan prioritas mendesak, karena DPR sekarang masih memiliki gedung lebih dari cukup di Senayan, Nusantara I sampai V.
“Alasan Sekretriat BURT DPR yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan rakyat miskin dengan pembangunan gedung baru DPR, sungguh ini lebih bodoh dan melecehkan rakyat pembayar pajak. Bukankah uang itu diambil dari uang rakyat?” cecar Sofjan.
Dia mengusulkan agar APBN 2011 ditinjau ulang secara total. Semua item yang melebihi nilai Rp100 juta harus disebutkan dengan jelas untuk apa, diumumkan ke publik sesuai dengan UU, rakyat punya hak tahu informasi tentang penggunaan uang negara, dan pejabat terkait wajib memberikan info ke publik.
Menurut Sofjan, untuk sekarang DPR harus menganulir rencana pembangunan gedung baru. DPR tidak perlu menunggu rakyat marah, rakyat turun tangan menduduki gedung DPR seperti waktu pelengseran Suharto dan membuang badut-badut wakil rakyat masa itu.
“Jika DPR tetap bertahan membangun gedung baru itu, maka de jure DPR tapi de facto adalah Dewan Penipu Rakyat,” demikian Sofjan. (detik.com, 2/9/2010)