BAGHDAD. Para pejabat mengatakan pada hari Sabtu (11/9) bahwa Irak telah menandatangani perjanjian dengan Amerika Serikat untuk menyelesaikan tuntutan dari warga Amerika yang mengatakan bahwa mereka diperlakukan buruk oleh rezim Saddam Hussein selama Perang Teluk pada 1990/1991.
Tujuan dari pembayaran sebesar 400 juta dolar ini, menurut laporan surat kabar “The Christian Science Monitor” adalah untuk mengamankan dana luar negeri Irak dan membantu pencabutan sanksi PBB yang dikenakan selama pemerintahan Saddam, yang digulingkan oleh invasi pimpinan Amerika pada tahun 2003.
Irak telah menangkap puluhan orang Amerika pada tahun 1990, dan menggunakan mereka sebagai perisai manusia untuk mencegah serangan udara Sekutu. Dan beberapa menyatakan bahwa mereka disiksa oleh rezim Saddam.
Dalam kasus yang diajukan ke pengadilan di Amerika Serikat, mantan tahanan mengklaim bahwa mereka telah menerima ancaman pembunuhan, dan mendapatkan operasi eksekusi ilusi, kelaparan, kurang tidur, serta tidak mendapatkan perawatan medis.
Departemen Luar Negeri Irak mengatakan bahwa perjanjian yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri, Hoshyar Zebari dan Duta Besar AS, James Jeffrey itu akan membantu mengakhiri sanksi PBB yang dikenakan dua dekade yang lalu, setelah Saddam menginvasi Kuwait.
Departemen itu mengatakan pada situsnya bahwa telah ditandatangani perjanjian antara kedua negara untuk menyelesaikan berbagai tuntutan hukum yang diwariskan oleh rezim sebelumnya yang berhubungan dengan warga negara Amerika Serikat.
David Ranz jurubicara kedutaan AS di Irak mengatakan bahwa perjanjian telah ditandatangani pada tanggal 2 September, namun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Setelah perang tahun 1991, Dewan Keamanan PBB memerintahkan Irak untuk memberikan kompensasi kepada negara-negara yang menderita akibat pendudukan Kuwait. Baghdad sekarang menyisihkan 5% dari pendapatan minyaknya untuk membayar kompensasi yang sebagian besar diberikan ke Kuwait.
Tetapi Irak mengatakan bahwa pembayaran kompensasi sebesar 20 miliar dolar sejauh ini tidak adil. Dan Irak ingin mengurangi jumlah ini, sehingga Irak memiliki lebih banyak dana yang tersedia untuk pembangunan dan pengembangan setelah perang 2003.
Bahkan Irak meminta untuk pembatalan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan pembayaran uang sesuai ketentuan Pasal VII dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun Kuwait keberatan untuk pembatalan Pasal VII. Dan sejauh ini Kuwait telah berhasil memobilisasi dukungan dari Dewan Keamanan untuk tetap mempertahankan keberadaan pasal tersebut.
Sementara Amerika Serikat setuju pada akhir tahun 2008 untuk membantu Irak keluar dari sanksi sesuai ketentuan Pasal VII melalui perjanjian keamanan yang ditandatangani oleh Washington dan Baghdad (ara.reuters.com, 12/9/2010).