Menbudpar Jero Wacik tidak memiliki kewenangan untuk melarang sekaligus mengijinkan Putri Pariwisata mengikuti ajang Miss Tourism International yang di dalamnya ada sesi mengenakan bikini. “Kita harus bijak memaknai ajang pemilihan putri-putrian di Indonesia. Di era demokrasi, kami tidak punya kewenangan untuk melarang dan memberi ijin, tapi sepanjang untuk kepentingan kreatif masyarakat tidak masalah,” katanya Jero Wacik, di Jakarta, Rabu (6/10).
Dalam ajang Miss Tourism Queen of The Year 2010 yang digelar di Shandong, China, 25 September 2010, Rieke Caroline peserta dari Indonesia yang juga Runner Up 1 Putri Pariwisata Indonesia mengakui ada sesi menari dengan menggunakan pakaian bikini. Menteri Wacik menyikapi hal itu dengan menyarankan sebaiknya wakil dari Indonesia sebisa mungkin menghindari hal-hal yang berpotensi mengundang kontroversi.
“Kalau ada hal-hal yang tidak cocok, sebisa mungkin dihindari. Kalau terpaksa kalah karena tidak mengikuti sesi itu tidak apa-apa yang penting sudah mengupayakan promosi Indonesia,” imbuh Menteri.
Siapapun yang berangkat mewakili Indonesia dalam ajang semacam itu, Wacik akan mendoakan agar wakil Indonesia bisa tampil sebaik-baiknya agar tujuan mempromosikan Indonesia tercapai. Menurut dia, sisi positif dari adanya ajang tersebut adalah mendorong generasi muda minimal finalis putri-putri pariwisata untuk belajar tentang pariwisata dan budaya Indonesia. “Yang tadinya tidak mau tahu jadi sekarang tahu dan belajar,” katanya.
Ia mengatakan, putri-putri pariwisata tersebut juga berpotensi akan menjadi agen penanaman karakter di daerah asalnya masing-masing. “Ada sisi positif yang bisa kita maknai dari acara-acara seperti ini, di ajang internasional paling tidak ada wakil Indonesia, disebut nama Indonesia, ada pakaian adat kita tampil di sana. Itu bentuk promosi negeri kita di sana,” tuturnya.
Rieke Caroline dalam ajang Miss Tourism Queen of The Year 2010 di China sukses menyabet juara 1st Runner Up Miss Tourism of The Year 2010 sekaligus predikat Miss Friendship dalam ajang yang sama. (republika.co.id, 5/10/2010)
Bodohnya. Punya kewenangan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Budaya tidak ada artinya dihadapan syariat. Adat mesti tunduk pada apa-apa yang dilarang dan diperbolehkan oleh Allah bukan sebaliknya.
Sudah lah Pak, ndak usah terus-terusan bersembunyi dibalik Demokrasi, dengan alasan kebebasan. Bapak kan punya kewenangan disitu untuk memberikan saran dan pendapat agar tidak menimbulkan kontroversi dimasyarakat. Itukan ajang pamer kemolekan tubuh, bukan semata-mata krn promosi budaya.