Basa-basi Pemberantasan Korupsi

JAKARTA– Setahun lewat pemerintahan SBY-Boediono, pemberantasan korupsi berjalan pelan. Padahal, Presiden SBY menargetkan angka 5 untuk skor indeks persepsi korupsi atau corruption perception index (CPI).

CPI adalah indeks gabungan 13 survei yang dilakukan oleh 10 lembaga internasional independen yang mengukur persepsi tingkat korupsi di dunia. Perhitungan CPI adalah antara 0-10. Semakin tinggi angka, semakin bersih dari korupsi. Baru-baru ini, Transparency International Indonesia (TII) melansir skor CPI Indonesia adalah 2,8!

Basa-basi

Ada kesan basa-basi dalam langkah pemberantasan korupsi di negeri ini. Pemerintah menegaskan komitmen pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya, tapi realitanya pemberantasan korupsi jalan pelan tanpa gereget. Saat kampanye, SBY dan Partai Demokrat mengusung jargon pemberantasan korupsi. Akan tetapi, kasus skandal Bank Century yang terindikasi ada korupsi sangat besar di dalamnya hingga saat ini belum ada kelanjutan penindakan, padahal kasusnya sudah dilimpahkan ke KPK.

Pada saat yang hampir sama dengan bergulirnya pengusutan skandal Bank Century, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, dua pimpinan KPK, ditahan oleh kepolisian karena dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Kasus ini kemudian ramai disebut sebagai perseteruan antara ‘cicak vs buaya’ (KPK vs Polri).

Ada indikasi pelemahan dan kriminalisasi terhadap KPK. SBY ketika itu mengisyaratkan agar kasus Bibit-Chandra dihentikan, namun dalam perjalanan selanjutnya, Anggodo menang dalam gugatan pra-peradilan, membuat Bibit-Chandra terancam menjadi terdakwa di pengadilan, dan itu berarti keduanya harus keluar dari KPK. Belakangan, Kejaksaan Agung telah mengambil langkah deponeering untuk Bibit-Chandra.

Sementara itu, Partai Demokrat, sebagai partai pemerintah, santer menjadi tempat perlindungan koruptor. Adalah Agusrin, Gubernur Bengkulu merangkap Ketua DPD Partai Demokrat Bengkulu, yang sejak Agustus 2008 sudah dinyatakan sebagai tersangka korupsi, kemudian pada April 2009 perkaranya dinyatakan lengkap (P-21), hingga sekarang belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Padahal, Mahkamah Agung (MA) sudah menunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengadili Agusrin. Uniknya, selama berstatus tersangka, ia diajukan oleh Partai Demokrat sebagai calon gubernur untuk periode kedua, dan menang.

Pemerintahan yang korup

John Emerich Edward Dalberg Acton (1834-1902), seorang sejarawan dan moralis kelahiran Napoli, Italia, terkenal dengan ungkapannya, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Ungkapan ini relevan dengan kondisi Indonesia. Indikasinya jelas, skor CPI Indonesia tahun ini adalah 2,8. Artinya, ini jauh dari target yang dicanangkan Presiden SBY. Skor ini sekaligus menunjukkan bahwa kekuasaan (pemerintah) saat ini belum melakukan hal luar biasa dalam pemberantasan korupsi. Justru di tubuh kekuasaan sendiri kian membiak korupsi.

Pemerintah menegaskan komitmen pemberantasan korupsi, nyatanya angka CPI masih sangat rendah. Pemerintah seperti basa-basi memberantas korupsi. Ketika DPR sudah memutuskan kasus talangan dana Bank Century bermasalah, kemudian dilimpahkan ke KPK, tidak ada tindak lanjut yang signifikan. KPK sendiri berkali-kali coba dilemahkan oleh mafia hukum. Todung Mulya Lubis, misalnya, menyebut ada tiga upaya melemahkan KPK, yakni pelemahan institusional, finansial, dan individual. Pelemahan institusional dengan mengajukan judicial review dan kriminalisasi petinggi KPK. Pelemahan finansial dengan munculnya wacana audit KPK. Dan pelemahan individual dengan ancaman dari kepolisian dan kejaksaan untuk menarik anggotanya dari penyidik KPK.

Pemerintah yang basa-basi memberantas korupsi tentunya akan membuat para koruptor makin tenang dan pemberantasan korupsi semakin sulit dan berat. Jika pemerintah benar-benar serius, mestinya apa pun akan dilakukan untuk memperkuat institusi KPK. Kenyataannya, pemerintah seolah membiarkan KPK menyelesaikan masalahnya sendiri. Ini membuat KPK seperti tumpul. Ketika KPK akan mengusut institusi Polri terkait adanya rekening gendut tidak wajar, misalnya, KPK tidak bisa masuk ke situ, karena Polri ‘menghalang-halangi’ dengan dalih sudah membentuk tim internal sendiri.

Menciptakan clean and good government bisa jadi hanya mimpi di siang bolong jika pemerintah tidak punya gereget dan terapi kejut yang luar biasa dalam pemberantasan korupsi sebagai the great crime yang membuat rakyat makin sengsara dan menderita. Pemerintah jangan basa-basi lagi memberantas korupsi!

Fajar Kurnianto
Aktivis Anti Korupsi
Peneliti Institut Studi Agama Sosial & Politik (Isaspol) Jakarta

Sumber: tribunnews.com (12/11/2010)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*