Ulama Banten: Ulama Harus Berani Berkata Lantang Menentang Kedhaliman Penguasa

HTI Press. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) wilayah Banten menggelar Dirasah Syar’iyah bersama para ulama dengan tema “Refleksi Perjuangan Ulama dan Kyai di Banten dalam Penerapan Syari’at Islam,” bertempat di kediaman KH. Tb. Fathul A’dzhim, Keresidenan Banten Lama, Sabtu (20/11).

Acara yang dimulai sekitar pukul 14.00 – 16.30 wib tersebut menghadirkan pembicara yang merupakan para ulama berpengaruh di Banten, antara lain KH. Mansur Muhyidin (penerus KH. Wasid yang terkenal dengan Geger Cilegon 1888), KH. Tb Fathul A’dzhim (Keresidenan Banten penerus KH.Tb. Ahmad Chatib, dan Kyai Muhammad Yassin al-Muthahar (DPP HTI). Semula, acara akan diisi juga oleh KH. Khudri Maulud (keturunan Syaikh Nawawi al-Bantani), namun sayang tidak bisa datang karena ada kerabatnya yang meninggal.

Pembicara pertama diisi oleh KH. Mansur yang memaparkan tentang sejarah Geger Cilegon 1888. Menurut KH. Mansur, Geger Cilegon 1888 hakikatnya adalah misi suci untuk mengusir penjajah dari negeri muslim, membela kaum tertindas, dan menegakkan agama (akidah dan syariah) dan pintunya adalah umat Islam harus merdeka.

“Belanda melarang aktivitas keagamaan umat Islam. Yang tetap melakukan adzan dipenjara karena dianggap mengganggu orang tidur. Ada tempat kemusyrikan malah dilindungi oleh Belanda. Akhirnya para ulama bersepakat untuk menyerbu pemerintah Belanda,” papar KH. Mansur dengan lantang.

Dari paparan KH. Mansur tentang Geger Cilegon 1888, para ulama yang hadir kembali digugah tentang peran ulama yang merupakan garda terdepan di dalam membimbing umat serta berkata lantang menentang kedzaliman penguasa, khususnya penguasa yang malah menghalangi tegaknya syariat.

Usai KH. Mansur memberikan paparannya, giliran KH. Tb. Fathul A’dzhim tampil sebagai pembicara kedua. KH. Fathul tampil dengan gayanya yang khas yaitu tegas dalam menyuarakan al-haq, serta  menyampaikan kritik dengan lantang tanpa mengenal rasa takut kepada pihak-pihak yang dianggapnya melanggar syariat. Selain itu, juga menitikberatkan pada peran ulama yang saat ini terasa tumpul dalam menyuarakan syariat bahkan cenderung membiarkan kemunkaran yang ada di depan mata, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun rakyat jelata.

“Saya pernah melihat ulama yang suatu hari pergi ke caleg A dan di hari lain sudah ada di caleg B. Saya samperin dan saya tegur,” papar KH. Fathul dengan berapi-api, dengan maksud untuk mengingatkan kembali peran ulama secara syariat yang jangan sampai terbeli oleh ‘amplop’ dan kekuasaan.

Pembicara terakhir yaitu Kyai Muhammad Yassin al-Muthohar, yang dalam paparannya langsung memperlihatkan rujukan dari kitab-kitab para ulama salaf melalui projector yang berbicara tentang peran ulama di tengah-tengah umat dan hubungan antara ulama dengan negara.

Menurut Kyai Yasin, saat ini umat tengah mengalami krisis baik dari sisi ulamanya maupun penguasanya. Penguasa di negeri-negeri Islam tidak menerapkan syariat sementara ulamanya bisu dalam menyuarakan syariat ke tengah-tengah umat dan mengoreksi kedzaliman penguasanya.

“Ulama itu bagaikan bintang penunjuk arah. Tugas ulama adalah menjelaskan syariat kepada umat dengan sejelas-jelasnya dan mengoreksi penguasa, itulah politiknya para ulama. Sementara politiknya penguasa adalah menerapkan syariat dengan benar di tengah-tengah umat,” tegas KH. Yasin Paparan dari KH. Yasin yang relatif masih berusia muda ini ternyata mendatangkan decak kagum dari para ulama yang hadir, karena kemampuannya dalam mensyarah secara langsung kitab-kitab salaf (klasik) dari para ulama terdahulu langsung dari bahasa Arabnya, sehingga tergambar dengan sangat jelas bagaimana peran ulama dan hubungannya dengan negara, dengan hujah yang sangat kuat.

Suasana bahkan menjadi dramatis ketika seorang ulama besar banten yang sudah sangat sepuh, KH. Abdushomad, membacakan syair secara spontan dalam bahasa Arab yang khusus ditujukan untuk KH. Yasin.

“Kesempurnaan pemuda adalah karena ketinggian ilmunya,” papar KH. Abdushomad saat menerjemahkan sebagian kalimat dari syair yang dibacakannya untuk Kyai Yasin. Selanjutnya KH. Abdushomad langsung memimpin do’a yang berlangsung dengan sangat khusyu.

Acara berlangsung sangat lancar, dan para ulama begitu mengapresiasi kegiatan yang digagas oleh HTI wilayah Banten tersebut. Rencananya, acara serupa akan rutin digelar setiap minggu ketiga setiap bulannya, sebagai media konsolidasi para ulama di Banten. Kehadiran sekitar seratusan ulama dari para kyai dan assatidz seperti dari Merak, Cilegon, Bojonegara, Anyar, Serang, Pandeglang, Labuan, dan sekitarnya mampu menghangatkan suasana dan ghirah untuk lebih mengutamakan ukhuwah dalam penegakkan syariah dan Khilafah.

Alhamdulillah, seluruh ulama yang hadir khususnya para pembicara KH. Mansur Muhyidin (penerus KH. Wasid yang terkenal dengan Geger Cilegon 1888), KH. Tb Fathul A’dzhim (Keresidenan Banten penerus KH.Tb. Ahmad Chatib), termasuk KH. Khudri Maulud (keturunan Syaikh Nawawi al-Bantani) kendati tidak bisa hadir dan KH. Abdushomad sebagai ulama besar Banten, mendukung perjuangan HTI untuk berjuang bersama menyadarkan umat tentang syariat, mengoreksi penguasa, dan menyerukan tegaknya syariah dan khilafah itu sendiri.[]

2 comments

  1. ganwa jannati

    Ulama ada 2:
    Ulama w.a dan Ulama a.w
    1. Ulama Warosyatul Ambya, 2. Ulama Amplop Wae…

    SAATNYA ULAMA BANTEN BERSATU PERJUANGKAN SYARIAH WAL KHILAFAH

    ALLOHU AKBAR…!!!

  2. SubhanaLlah.
    Ulama Bersatu tegakan Syariah.
    Saat yg dinantikan tak akan lama lagi.
    Tegaknya Daulah Khilafah Rasyidah ala minhaj nubuwah.
    Allahu akbar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*