Refleksi Akhir Tahun 2010

Nomor: 189/PU/E/12/10 Jakarta, 21 Desember 2010 M

Refleksi Akhir Tahun 2010

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

Selamatkan Indonesia Dengan Syariah – Menuju Indonesia Lebih Baik

Sepanjang tahun 2010, banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial – budaya dan sebagainya yang telah terjadi. Terhadap sejumlah isu tersebut, Hizbut Tahrir Indonesia memberikan catatan (terlampir). Dan dari catatan itu, terdapat beberapa poin penting sebagai berikut:

1.    State Corruption. Korupsi di negeri ini menunjukkan tendensi makin sistemik. Artinya, korupsi bukan lagi dilakukan oleh satu dua orang tapi oleh banyak orang secara bersama. Terungkapnya kasus Gayus menunjukkan hal itu. Korupsi jenis ini tentu jauh lebih berbahaya dan lebih banyak merugikan keuangan negara. Tapi yang jauh lebih berbahaya adalah ketika korupsi dilakukan oleh negara itu sendiri melalui utak-utik kebijakan dan peraturan-peraturan. Inilah yang disebut state corruption (korupsi negara). Skandal Bank Century dan IPO Krakatau Steel adalah contoh nyata. Dan kasus itu diduga telah merugikan negara triliunan rupiah. Segala usaha bagi pemberantasan korupsi, menjadi tak banyak artinya karena yang dihadapi adalah para pejabat negara itu sendiri.

2.    Kebijakan Ekonomi Liberal. State corruption juga diindikasikan oleh makin banyaknya kebijakan-kebijakan ekonomi liberal. Diantaranya adalah kenaikan TDL, privatisasi sejumlah BUMN, dan pembatasan subsidi BBM. Sesungguhnya tidak ada satupun alasan yang bisa dijadikan pembenaran untuk semua rencana itu. Kenaikan TDL lalu bisa dihindari andai saja PLN mendapat pasokan gas. Tapi anehnya, produksi gas yang ada, seperti Gas Donggi Senoro, 70%-nya malah akan dijual ke luar negeri. Demikian juga privatisasi sejumlah BUMN. Bila alasannya adalah untuk menambah modal, mengapa tidak diambil dari APBN atau dari penyisihan keuntungan? Bila untuk bank kecil seperti Bank Century yang notabene milik swasta, pemerintah dengan sigap menggelontorkan uang lebih dari Rp 7 triliun, mengapa untuk perusahaan milik negara sendiri langkah seperti itu tidak dilakukan? Sementara rencana pembatasan BBM tidak lebih merupakan usaha pemerintah untuk menuntaskan liberalisasi sektor Migas seperti yang digarisan oleh IMF. Kebijakan itu tentu akan membuat perusahaan asing leluasa bermain di sektor hulu dan hilir (penjualan). SPBU-SPBU Asing akan mengeruk keuntungan besar. Ini tentu sebuah ironi besar, bagaimana mungkin rakyat membeli barang milik mereka di halaman rumah sendiri kepada orang asing dengan harga yang ditentukan oleh mereka? Kebijakan ekonomi yang makin liberal itu tentu akan semakin memberatkan kehidupan ekonomi rakyat. Akibatnya, sebagian di antara mereka pun mencari kerja ke luar negeri. Tapi apa lacur, bukan uang yang didapat tapi penderitaan dan penyiksaan seperti yang menimpa Sumiati dan sejumlah TKW lain.

3.    Intervensi Asing. Liberalisme juga terjadi di dunia politik. DPR yang diidealkan menjadi wakil rakyat, realitasnya justru menjadi alat legitimasi intervensi asing dan mulusnya arus liberalisme di negeri ini. Berbagai peraturan perundang-undangan yang merugikan rakyat seperti UU Kelistrikan dan lainnya lahir dari lembaga ini. Menjadi kian parah ketika anggota DPR gemar menghamburkan uang dengan berbagai dalih seperti dana aspirasi, studi banding, dan sebagainya. Pada hal, kinerjanya yang jauh dari memuaskan. Ini makin mengundang pertanyaan, sebenarnya untuk siapakah lembaga parlemen itu bekerja. Sementara itu, intervensi asing, khususnya Amerika Serikat, tampaknya bakal kian kokoh setelah naskah Kemitraan Komprehensif ditandatangani. Kunjungan Obama bulan lalu makin memperkuat cengkeraman kuku negara imperialis itu di negeri ini. Terungkapnya sejumlah dokumen diplomatik penting melalui situs Wikileaks mengkorfimasikan tentang adanya intervensi AS terhadap Indonesia.

4. Isu Teroris dan Kebrutalan Densus 88. Isu terorisme di tahun 2010 tidak juga kunjung padam. Sejumlah peristiwa yang dikatakan sebagai tindak terorisme seperti perampokan bank CIMB – Niaga di Medan terjadi. Tapi dari investigasi yang dilakukan terkuak sejumlah kejanggalan sekaligus kedzaliman yang dilakukan oleh Densus 88. Hal ini dipertegas oleh kesimpulan yang dilakukan oleh Komnas HAM. Tapi tampaknya, Densus 88 tak bergeming. Operasi jalan terus, nyaris tanpa kendali dan kontrol. Korban mungkin masih akan kembali berjatuhan di tahun mendatang.

5.    Konflik Umat dan Aliran Sesat. Sejumlah konflik umat terjadi di tahun 2010. Tapi bila ditilik secara seksama, sesungguhnya konflik itu timbul bukan karena umat Islam seperti yang banyak dituduhkan. Melawan Ahmadiyah misalnya, konflik terjadi karena mereka memang keras kepala. Mereka tak mengindahkan peringatan SKB Tiga Menteri. Juga konflik melawan kelompok Kristen, terjadi karena mereka tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan menyangkut pendirian tempat ibadah. Persoalan makin rumit ketika dengan dukungan media massa dan jaringan LSM internasional mereka memaksakan kehendak, terjadilah apa yang disebut Tirani Minoritas yang pasti merugikan kelompok muslim yang menjadi penduduk mayoritas negeri ini.

6.    Selain hal-hal penting di atas, sepanjang tahun 2010 negeri ini diwarnai oleh banyak sekali bencana, tsunami di Mentawai, longsor di Wasior, dan letusan G. Merapi di Jawa Tengah/DIY. Bencana tersebut menyisakan sebuah ironi. Bila diyakini bahwa segala bencana itu adalah karena qudrah (kekuatan) dan iradah (kehendak) Allah SWT, tapi mengapa pada saat yang sama kita tidak juga mau tunduk dan taat kepada Allah dalam kehidupan kita. Buktinya hingga kini masih sangat banyak larangan Allah (riba, pornografi, kedzaliman, ketidakadilan, korupsi dan sebagainya) masih juga dilanggar, dan masih sangat banyak kewajiban Allah (penerapan syariah, zakat, uqubat, shalat, haji, dan sebagainya) yang tidak dilaksanakan. Pertanyaannya, perlukah ada bencana yang lebih besar lagi untuk menyadarkan kita agar segera tunduk dan taat kepada Allah, bukan sekedar mengakui kekuasaan dan kekuatanNya dalam setiap bencana?

Berkenaan dengan kenyataan di atas, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

1.      Menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2010 dapat disimpulkan ada dua faktor utama di belakangnya, yakni sistem dan manusia. Korupsi, kemiskinan dan problema sosial lain, serta intervensi asing, ketidakadilan dan berbagai bentuk kedzaliman sepenuhnya terjadi akibat pemimpin yang tidak amanah dan sistem yang korup, yakni sistem Kapitalisme dan Sekularisme. Karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan di atas, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariat Islam, dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu.

2.      Di sinilah sesungguhnya urgensi seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah. Karena hanya dengan sistem yang berdasarkan syariah, dan dipimpin oleh orang amanah saja (khalifah) Indonesia benar-benar bisa menjadi lebih baik. Dengan sistem ini pula terdapat nilai takwa dalam setiap aktivitas sehari-hari yang akan membentengi tiap orang agar bekerja penuh amanah. Dengan syariah, problem kemiskinan, intervensi asing, ketidakadilan, kedzaliman dan berbagai persoalan masyarakat bisa diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga kerahmatan Islam bagi seluruh alam bisa diujudkan secara nyata.

3. Karena itu, diserukan kepada seluruh umat Islam, khususnya mereka yang memiliki kekuatan dan pengaruh untuk berusaha dengan sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya syariah dan khilafah di negeri ini. Hanya dengan syariah dan khilafah saja kita yakin bisa menyongsong tahun mendatang dengan lebih baik.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto

Hp: 0811119796 Email: Ismailyusanto@gmail.com

One comment

  1. haadzaa bayaan al-mubiin…Allaahu Akbar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*