[Al Islam 536] Wikileaks kembali menghebohkan saat membocorkan ribuan dokumen berisi kawat diplomatik dari kedutaan-kedutaan besar dan konsulat AS di seluruh dunia. Wikileaks mengklaim memiliki lebih dari 251.000 dokumen meski sampai saat ini (21/12) baru sekitar 1824 dokumen yang dimuat di lamannya. Sebagian dokumen itu juga kemudian dimuat oleh media lain seperti The Guardian Inggris, New York Times di AS, El Pais Spanyol, Der Spiegel Jerman, dan lain-lain. Dokumen-dokumen yang dibocorkan itu berisi pembicaraan para diplomat AS di berbagai negara tentang berbagai masalah, mulai dari masalah yang serius dan rahasia sampai masalah kecil.
Pembocoran dokumen-dokumen itu tak urung membuat para pejabat AS sibuk mengatasi dampaknya yang mungkin timbul. Meski demikian, sampai saat ini dampaknya belum terlalu besar dan mudah diatasi oleh AS.
Jika dicermati, tampak bahwa pembocoran dokumen-dokumen itu tidak terlepas dari pertarungan global negara-negara penjajah Barat, terutama antara AS dan Eropa (khususnya Inggris), ditambah dengan keterlibatan Israel. Inggris dan Israel, kemungkian berperan banyak dalam pembocoran ribuan dokumen itu. Pasalnya, dari ribuan dokumen itu, tak ada satupun dokumen yang merugikan Inggris ataupun Israel. Wikileaks menegaskan akan kembali mempublikasikan ratusan ribu dokumen rahasia lainnya ke depan, termasuk yang berasal dari Kedubes AS di Tel Aviv, Israel. Surat kabar Ha’aretz Jumat (26/11), mengutip seorang diplomat Zionis Israel, mengatakan, “Ada banyak dokumen yang dikirim ke Washington dari Kedutaan Amerika di Israel yang meliputi berbagai informasi, laporan, artikel dan dokumen diplomasi. Bahkan berbagai penilaian dari Kedutaan juga masuk dalam dokumen yang dimaksudkan untuk diterbitkan.” (Palestine-info.info, 27/11).
PM Zionis Israel Benyamin Netanyahu pun, seperti dikutip surat kabar Jomhouri Eslami, menyambut langkah WikiLeaks dan mengatakan, “Untungnya, semua dokumen itu tidak ada yang anti Israel, dan Tel Aviv sama sekali tidak mengkhawatirkan publikasi dokumen-dokumen tersebut.” (Indonesian.irib.ir, 6/12).
Artinya, Netanyahu yakin bahwa dokumen-dokumen berikutnya juga sama sekali tak akan mengancam kepentingan Israel. Ini berarti para pejabat Israel yakin bahwa informasi-informasi yang akan dibocorkan sudah disaring secara rapi dan tidak akan mengancam Israel.
Demikian pula dengan Inggris. Tak ada satu pun dokumen yang membahayakan kepentingan negara itu. Selain itu, selama ini Assange bermukim di Inggris. Pihak berwenang Inggris mengetahui hal itu dan terkesan melindunginya.
Lebih dari itu, dokumen-dokumen yang dibocorkan itu banyak terkait dengan negara-negara yang selama ini di situ terjadi perebutan pengaruh yang sengit antara AS dan Inggris seperti di Turki, Irak, Yordania, Kuwait, Pakistan, Iran, Mesir, Arab Saudi, Afganistan, Sudan dan-mungkin juga-Indonesia. Dengan terungkapnya aib penguasa negara-negara itu-yang notabene di bawah pengaruh AS-melalui dokumen yang bocor itu, maka popularitas mereka dan dukungan masyarakat kepada mereka boleh jadi akan menurun. Di situ akan ada peluang bagi Inggris untuk memunculkan atau bahkan menaikkan orang-orangnya untuk mengganti orang-orang yang selama ini menjadi agen AS. Dari dulu Inggris cukup dikenal cerdas dan licin dalam pertarungan pengaruh dengan AS, termasuk di negara-negara itu.
Selintas tampak AS-lah yang rugi akibat pembocoran itu. Namun, di sini bukan berarti tak ada peran AS. Selama ini tak ada bantahan langsung atas isi dokumen-dokumen itu dari pejabat AS. Bahkan terkesan Deplu AS menegaskan kesahihannya. Tak tampak pula ‘keseriusan’ AS untuk menghalangi, melawan atau menindak pembocoran dokumen itu dan pelakunya seperti layaknya jika memang hal itu dianggap sebagai pembocoran rahasia negara dan merugikan kepentingan AS atau mengancam kepentingan nasionalnya. Ini menunjukkan bahwa pembocoran dokumen-dokumen itu tak sepenuhnya di luar kendali AS. Surat kabar Jomhouri Eslami yang terbit di Teheran, Senin (6/12) menulis, “Di tengah kegusaran para pejabat AS atas bocornya sejumlah kawat diplomatik di Situs WikiLeaks, sejumlah pemimpin redaksi senior Majalah Newsweek menegaskan bahwa ada koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri AS dalam merilis dokumen-dokumen tersebut.”
Menurut keterangan mereka, pemerintah Barack Obama memberikan pertimbangan dalam menyeleksi dokumen itu dan juga mempublikasikan, membesar-besarkan atau membatalkan publikasi konten tertentu. Padahal tanpa pengakuan ini juga terlihat ada gerakan terorganisasi yang menargetkan tujuan-tujuan tertentu (Indonesian.irib.ir, 6/12).
Penjajah dan Pelayannya
Memastikan siapa yang berada di balik pembocoran dokumen itu dan apa tujuannya, bukanlah hal yang amat penting. Yang lebih penting adalah pelajaran apa yang bisa diambil oleh umat Islam demi masa depannya yang lebih baik, meski secara syar’i kita tak boleh bersandar dan percaya sepenuhnya pada informasi yang dibawa oleh orang fasik.
Apa yang diceritakan oleh dokumen-dokumen itu bukanlah hal yang sama sekali baru. Dokumen-dokumen itu hanya menegaskan banyak hal yang selama ini memang sudah diketahui oleh siapapun yang memiliki kepekaan politik dan fokus terhadap nasib umat ini. Dokumen-dokumen itu juga mengkonfirmasi berbagai analisis yang sejak lama disampaikan oleh Hizbut Tahrir meski pada waktu itu belum sepenuhnya dipahami oleh khalayak, di antaranya: Pertama, bahwa AS merupakan penjajah. AS sejak lama memiliki ambisi untuk menancapkan kontrolnya terhadap negeri-negeri di dunia, khususnya di negeri-negeri Muslim. AS banyak melakukan campur tangan terhadap urusan internal negeri-negeri itu. Tentu semua itu dilakukan untuk menjamin kepentingan AS di negeri-negeri itu. Dokumen sebelumnya telah membongkar kebrutalan tentara AS di Irak dan Afganistan. Jika ditambah dengan dokumen yang sekarang dan yang akan dibocorkan, akan tampak dengan jelas bahwa AS merupakan negara penjajah sejati.
Kedua, dokumen-dokumen itu menegaskan bahwa selama ini Kedubes AS-dan tentu juga kedubes negara-negara yang berambisi terhadap negeri-negeri Muslim seperti Inggris, Israel dan lainnya-melakukan kegiatan intelijen. Terkait Yordania, misalnya, Edward Gnehm, mantan Dubes AS di Yordania, pernah menyatakan kepada para wartawan, “Saya tegaskan kepada Anda bahwa Kedutaan (AS) mengetahui semua yang terjadi di negeri ini.” Semua informasi itu akan digunakan oleh AS pada waktunya demi kepentingan penjajahannya.
Ketiga, dokumen-dokumen itu menegaskan bahwa para penguasa Muslim-yang meskipun selama ini menjadi pelayan setia bagi kepentingan AS-dibicarakan secara buruk dalam komunikasi para diplomat AS itu. Tentu hal itu karena bagi AS, para penguasa itu hanyalah ‘alat’ untuk mewujudkan kepentingannya. Jika perannya sudah selesai, atau tidak lagi banyak berguna bagi kepentingan AS, atau ada orang lain yang bisa lebih banyak dan lebih baik melayani kepentingan AS, maka mereka akan dibuang dan bahkan jika perlu dijadikan pesakitan. Telah banyak contoh mengenai hal ini. Hendaknya kenyataan itu menyadarkan para penguasa Muslim yang selama ini setia melayani AS sehingga mereka bisa kembali berpihak pada Islam dan melayani umat mereka.
Keempat, dokumen-dokumen itu juga menegaskan analisis yang telah banyak disampaikan selama ini oleh Hizbut Tahrir, yaitu bahwa para penguasa di negeri-negeri Muslim telah menjadi kaki tangan kaum penjajah, khususnya AS. Merekalah yang berperan memuluskan jalannya penjajahan AS sekaligus menjamin pengaruh AS tetap bercokol di negeri-negeri kaum Muslim. Faktanya, keberadaan mereka justru lebih banyak mengabdi demi kepentingan AS, bukan demi melayani kepentingan Islam dan umatnya. Kenyataan ini sebenarnya mudah diketahui oleh setiap orang yang mempunyai mata dan telinga sekaligus memiliki kepedulian terhadap kepentingan Islam dan nasib umatnya.
Namun harus diakui, bahwa para penguasa itu pandai menyembunyikan jatidiri mereka dengan pernyataan-pernyataan mereka yang mengelabui umat. Lisan mereka berusaha menampakkan seolah-olah mereka selalu memperhatikan dan membela kepentingan umat, mengkritisi kebijakan AS atau menentang penjajahan Barat pada umumnya. Namun, lisân al-hâl (sikap, tindakan, kebijakan dan perilaku) tak bisa menyembunyikan jatidiri mereka yang lebih melayani kepentingan penjajah ketimbang kepentingan umatnya. Keadaan para penguasa yang menjadi kaki tangan kafir penjajah itu mirip dengan keadaan orang-orang munafik. Allah SWT berfirman:
] وَلَوْ نَشَاءُ لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ [
Kalau Kami menghendaki, niscaya Kami menunjukkan mereka kepada kamu hingga kamu benar-benar mengenal mereka melalui tanda-tandanya dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka (QS Muhammad [47]: 30)
Imam Ibn Katsir menjelaskan bahwa maknanya adalah, “(Kamu akan mengetahui mereka) dalam apa yang tampak dari ucapan mereka yang menunjukkan maksud-maksud mereka. Orang yang berbicara itu bisa dipahami termasuk kelompok (pihak) mana dari makna, arah, konteks atau substansi ucapannya.” (Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm).
Imam ath-Thabari juga menjelaskan, “Sungguh kamu akan mengetahui mereka melalui tanda-tanda kemunafikan yang tampak dari mereka dalam konteks ucapan dan lahiriah perbuatan mereka.” (Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari).
Wahai Kaum Muslim:
Kenyataan selama ini menegaskan bahwa para penguasa negeri Islam lebih melayani tuan-tuan mereka, yakni kafir penjajah, daripada mengabdi demi kepentingan agama dan umat ini. Realita itu pun makin ditegaskan oleh dokumen-dokumen yang dibocorkan oleh Wikileaks, New York Times, El Pais, the Guardian, Der Spiegel dan lainnya itu. Karena itu, tak ada gunanya menggantungkan harapan masa depan Anda dan umat ini kepada para penguasa itu.
Yang wajib dilakukan umat adalah menyusun dan memperjuangkan agenda umat sendiri, yaitu agenda pembebasan dari penjajahan modern yang sayangnya justru difasilitasi oleh para penguasa umat ini. Merekalah yang selama ini memuluskan penjajahan itu.
Karenanya, umat ini harus memperjuangkan sendiri pembebasan mereka dari cengkeraman kaum penjajah. Caranya adalah dengan berjuang bersama-sama para pejuang mukhlis dari anak-anak umat ini dalam mewujudkan Khilafah Islamiah; satu-satunya institusi pemerintahan Islam yang bakal melayani, mengayomi dan melindungi mereka dari penjajahan. Para pejuang Khilafah itu adalah anak-anak Anda dan bagian integral dari umat ini. Mereka ada di tengah-tengah Anda serta senantiasa memperhatikan urusan umat dan membelanya dengan penuh ketulusan. Sekaranglah saatnya Anda dan umat ini berjuang mewujudkan semua itu. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
KOMENTAR AL-ISLAM:
Ada Indikasi Serangan Teroris Saat Natal (Vivanews.com, 21/12/2001).
Waspadalah! Umat Islam kembali disasar dalam isu terorisme.
Tiada hal yang menjadi soal utama selain menegakkan khilafah!!!!