Jaksa Agung, Basrief Arief, mendukung kepala daerah yang mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) terkait pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah. Basrief menjelaskan kepala daerah lebih mengetahui situasi keamanan di wilayahnya sehingga mengeluarkan Perda tersebut.
“Tentu. Orang yang punya wilayah saja sudah bilang begitu, mengapa kita nggak mendukungnya?. Yang lebih mengetahui kan yang punya wilayah itu,” ujar Basrief di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/3).
Keluarnya Perda, menurut Basrief, merupakan kewenangan pemerintah daerah untuk menjaga ketertiban masyarakat di wilayahnya. Sehingga jika ada kelompok yang dinilai mengganggu ketertiban masyarakat, ungkapnya, maka kewenangan pemerintah untuk melakukan pelarangan.
Berdasarkan keterangan Kontras, terdapat sebelas kepala daerah dari bupati hingga gubernur dari berbagai daerah melakukan pelarangan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Berbagai daerah tersebut, diantaranya adalah Sumatera Selatan, Samarinda, hingga yang terbaru yakni Jawa Timur.
Jaksa Agung Muda Intelijen, Edwin Pamimpin Sitomarang, menegaskan bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang ahmadiyah tidak perlu dijadikan Undang-Undang. Menurut Edwin, SKB sudah cukup menampung kepentingan semua pihak. Oleh karena itu, Edwin mengungkapkan evaluasi dilakukan hanya sebatas pelaksanaan SKB.
Menurutnya, SKB sudah mempunyai muara Undang-Undang, yakni UU No.1 Tahun 1965 tentang penodaan agama. “Tidak ada gunanya. Apa itu. Kalau menurut saya, ndak perlu. Kenapa harus dipolemikkan? Kalau itu jadi Undang-Undang, kenapa? karena isinya hampir sama dengan UU 001/pnps/1965,” ujar Edwin beberapa waktu lalu.
Edwin menjelaskan masih banyak warga masyarakat yang tidak tahu isi SKB. Bahkan, ungkapnya, aparat pemerintah yang menjalankan. Menurut Edwin, hal tersebut terjadi karena SKB tidak disosialisasikan dengan baik. Ia pun mengungkapkan sulitnya penegakan hukum terkait SKB itu karena pemahaman tentang SKB yang masih lemah. (republika.co.id, 2/3/2011)