Pengangkatan Emad Abu Ghazi sebagai Menteri Kebudayaan yang baru dalam pemerintahan sementara di Mesir telah memicu perdebatan karena ia dinilai sama dan sejalan dengan mantan Menteri Hosni Farouk, khususnya terkait penghapusan Pasal II dari Konstitusi, yang menyatakan bahwa Syariat Islam adalah sumber perundang-undangan.
Surat kabar Mesir “Almasrawy” melaporkan bahwa pengangkatan Abu Ghazi “sangat jelas bertentangan dengan perasaan jutaan warga”. Ia menggambarkannya sebagai salah seorang aktor di era kerusakan dalam rezim mantan Presiden Hosni Mubarak. Sehingga hal ini mengakibatkan munculnya seruan aksi besar-besaran di depan Departemen Kebudayaan untuk menolak keberadaan musuh revolusi dalam pemerintahan baru Mesir.
Bahkan Abu Ghazi dianggap sebagai sisi ketiga dalam “segitiga kerusakan kehidupan budaya di Mesir” di samping Farouk Hosni dan Gaber Asfour. Abu Ghazi juga termasuk orang yang paling banyak membuat provokasi terhadap perasaan umum di Mesir karena pandangannya yang ekstrem, serta penghinaan begitu telanjang terhadap syariah Islam dan seruan untuk menghapusnya dari Negara dan Konstitusi, dan aktivitasnya bersama kelompok-kelompok ekstremis untuk menyerang identitas Islam Mesir, serta afiliasi Arabismenya.
Dikatakan bahwa ia juga terang-terangan cemoohan peraturan yang mengharuskan puasa di bulan Ramadhan. Ia mengatakan bahwa hak setiap warga negara untuk makan dengan terbuka pada siang hari di bulan Ramadan. Dan ocehannya ini sungguh merupakan tamparan bagi perasaan keislaman.
Terpilihnya Abu Ghazi sebagai Menteri Kebudayaan, adalah terpilihnya orang terburuk dari yang paling buruk, dari semua kandidat yang semunya terkenal gencar menyuarakan penghapusan Pasal II dari Konstitusi, di mana penghapusannya ditentang keras oleh kaum Muslim yang merupakan penduduk mayoritas di Mesir.
Sehubungan dengan hal ini, seorang pemikir Islam, Dr Muhammad Salim Al-Awa memperingatkan bahwa setiap upaya untuk mencabut Pasal II dari Konstitusi Mesir, yang menyatakan bahwa Syariah Islam adalah sumber utama undang-undang Mesir akan membawa Mesir pada “kekacauan”.
Kemudian, Al-Awa menegaskan bahwa yang paling berkepentingan dengan penghapusan Pasal II ini adalah kelompok sekuler dan Kristen. Sehingga “penguasa dan parlemen tidak berani mendekati pasal ini, baik untuk mengamandeman atau apalagi menghapusnya. Jika mereka berani, maka mereka menetapkan atas kami kekacauan”.
Dan tanpa mengurangi segala rasa hormat kami kepada Dr Muhammad Salim Al-Awa bahwa yang benar “syariah Islam adalah satu-satunya sumber hukum, bukan sebagai sumber utama.” Allah SWT berfirman: “Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan” (TQS. Al-Kahfi [18] : 26); dan firman-Nya: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (TQS. Al-An’am [6] : 57). (masrawy.com, 8/3/2011).
BUKAN APA APA SIH, ALLAH SEDANG MENDIDIK ORANG ISLAM AGAR MENYINTAI SYARIAT ISLAM, ITULAH SEBABNYA MENGAPA ORANG BOBROK SEPERTI ITU YANG JADI MENTERINYA. LIHAT HASILNYA DI 10 ATAU 20 TAHUN MENDATANG.